Sukses

Haornas 2020, Ini Deretan Olahraga Tradisional yang Mulai Terlupakan

Selain mampu menggelar pesta olahraga berskala besar dengan fasilitas yang mumpuni, Indonesia sebenarnya juga kaya akan olahraga tradisional.

Liputan6.com, Jakarta - Sejarah peringatan Hari Olahraga Nasional bermula saat kontingen Indonesia ditolak ikut serta dalam gelaran serta Olimpiade Musim Panas XIV di London (1948). Setidaknya ada dua alasan mengapa kontingen Indonesia ditolak saat itu. Pertama, Persatuan Olahraga Republik Indonesia (PORI), sebagai lembaga olahraga resmi di Indonesia belum diakui International Olympic Committe (IOC). Kedua, kemerdekaan Indonesia belum diakui dunia.

Presiden Sukarno bersama PORI kemudian menggelar Pekan Olahraga Nasional (PON), sebagai wadah unjuk gigi kalau Indonesia sebagai negara berdaulat sebenarnya sudah mampu menggelar pesta olahraga berskala besar. PON pertama digelar di Solo pada 9 September 1948 dan dibuka secara resmi oleh Presiden Sukarno. Tanggal itulah yang kemudian diperingati sebagai Hari Olahraga Nasional.

Selain mampu menggelar pesta olahraga berskala besar dengan fasilitas olahraga yang mumpuni, Indonesia juga sebenarnya punya beragam olahraga tradisional yang tersebar di berbagai daerah. Sayangnya, beragam olahraga tradisional itu kini mulai sepi peminat, bahkan sudah hampir punah lantaran tidak pernah dimainkan.

Berikut deretan olahraga tradisional Indonesia yang makin tergerus zaman, seperti yang disusun tim Liputan6.com, Rabu (9/9/2020).

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

Egrang

Olahraga permainan yang satu ini membutuhkan alat peraga yang terbuat dari bambu. Dua bilah bambu dipotong dengan panjang sekitar 2-3 meter. Masing-masing bilah diberi pijakan. Ukuran pijakan sekitar 30 centimeter dan diberi siku agar mampu menyangga tubuh si pemain.

Cara memainkan egrang sangat sederhana. Si pemain cukup menaruh kaki pada pijakan dan tangannya memegang bambu bagian atas. Masing-masing bilah bambu diangkat secara bergantian, digerakkan menuju arah yang diinginkan.

Terdengar mudah, tapi ternyata memainkannya tidak semudah yang dibayangkan. Diperlukan kemampuan menyeimbangkan badan dan latihan khusus untuk bisa berjalan seimbang menggunakan egrang.

Sebagai permainan tradisional, egrang bisa dibilang sebagai permainan lintas budaya. Permainan tradisional ini tidak hanya lahir dan berkembang di satu wilayah. Selain di Jawa Timur, masyarakat Lampung Selatan juga mengenal permainan serupa dengan nama enggran. Sementara, di Jawa Tengah, masyarakat mengenal permainan ini dengan nama jangkungan – konon nama ini berasal dari nama burung yang memiliki kaki panjang.

Para pemain egrang biasa saling mengadu kecepatan. Perlombaan adu kecepatan ini kebanyakan dilakukan oleh orang-orang yang sudah dewasa. Perlombaan adu kecepatan dengan egrang membutuhkan ketangkasan, kecepatan, dan keseimbangan. Hal ini sesuai dengan filosofi permainan tradisional tersebut, bahwa hidup haruslah seimbang agar sampai tujuan.

 

3 dari 6 halaman

Bedil Jeptret

Bedil Jepret dahulu dimainkan anak-anak tanah Sunda di ladang sambil menunggu orangtua mereka bertani. Nama bedil digunakan mengingat olahraga tradisional ini dimainkan dengan cara ditembakkan layaknya senapan.

Bedil jepret umumnya terbuat dari bambu kuning yang sudah berumur tua. Cara pembuatannya pun sangat sederhana. Awalnya bambu dipotong sebatas ruas, kemudian bagian depannya diberi rongga sepanjang 15 cm dengan kelebaran 5 cm. Pada bagian belakangnya yang tertutup oleh ruas bambu juga diberi rongga untuk memasukkan bambu pelontar.

Pelontar ini juga terbuat dari bambu yang sudah dipotong pipih sehingga dapat mudah lentur. Pelontar inilah yang kemudian mampu melejitkan biji peluru yang dimasukkan ke dalam bambu.

Jika dahulu anak-anak menggunakan batuan kerikil sebagai peluru, kini peluru yang digunakan adalah lenca, yaitu sejenis sayuran yang biasa digunakan oleh masyarakat Sunda sebagai lalapan.

Terdapat dua cara dalam olahraga permainan bedil jepret, yakni dimainkan secara kelompok dan secara individual. Jika dimainkan secara kelompok, peserta harus lebih dari dua orang, setiap kelompok berusaha menjadikan lawan sebagai target, layaknya seseorang dalam medan perang. Sedangkan yang bersifat individual dimainkan dengan cara menembakan peluru ke arah target yang sudah ditentukan.

 

 

4 dari 6 halaman

Begasing

Begasing merupakan olahraga permainan yang dahulu banyak dimainkan oleh masyarakat Kutai, termasuk juga beberapa daerah di Indonesia dengan nama yang hampir sama. Olahraga permainan ini menggunakan alat berupa gasing dan tali penarik. Gasing merupakan sebongkah kayu berbentuk lonjong (simetris radial) dengan diameter sekitar 10-15 cm. Tinggi sebuah gasing adalah sekitar 15-20 centimeter dengan salah satu ujung dibuat lancip dan memiliki permukaan yang licin. Pada ujungnya, dipasang bahan logam sebagai poros putaran – biasanya menggunakan paku. Jenis kayu yang biasa digunakan antara lain kayu benggaris dan ulin.

Sementara, tali penarik yang digunakan berdiameter sekitar 0,5 centimeter dengan panjang 1-1,5 meter. Tali ini dililitkan ke gasing dengan bagian ujung tali dikaitkan ke jari sang pemain. Gasing kemudian dilemparkan ke bawah seperti membanting sesuatu sehingga tali yang melilitnya membuat gasing tersebut berputar. Sebuah gasing dapat berputar sekitar 2-5 menit.

Area permainan yang digunakan berupa dua buah lingkaran. Lingkaran dalam berdiameter 1 meter sementara lingkaran luar berdiameter 5 meter. Setiap lingkaran memiliki nilai yang berbeda.

Begasing dilombakan secara berpasangan atau satu-lawan-satu. Kedua pemain harus berusaha agar gasingnya berputar selama mungkin dan tetap berada di area permainan. Dalam beberapa babak, para pemain gasing secara bergantian akan berusaha menjatuhkan gasing milik lawan. Gasing yang terlempar keluar dari area permainan atau lebih dulu berhenti berputar dinyatakan kalah. Poin akan diberikan pada pemain yang berhasil mengeluarkan gasing lawan atau gasingnya mampu berputar paling lama.

 

 

5 dari 6 halaman

Susumpitan

Dalam bahasa Sunda, Susumpitan berarti memainkan sumpit. Menariknya, dalam tradisi nusantara tidak hanya masyarakat Sunda yang memainkan sumpit, orang Dayak dan Papua juga mengenal olahraga permainan ini sejak lama.

Sumpit sunda terbuat dari rotan yang berdiamater kecil, panjangnya sekitar 1-2 meter. Pada bagian ujung-ujungnya diberi lem perekat yang berfungsi agar sumpit tidak mudah pecah. Anak sumpit terbuat dari bambu yang sudah dibuat pipih dan tajam pada bagian ujungnya. Sementara bagian pangkal anak panah diberi kapas atau busa sehingga mudah terbang ketika mendapat gaya dorong.   Masyarakat Sunda mengenal sumpit sebagai senjata untuk berburu. Seiring berjalannya waktu, sumpit kini lebih dikenal sebagai olahraga permainan tradisional yang disebut dengan susumpitan.

Seperti halnya olahraga memanah, aturan dalam permainan tradisional susumpitan sederhana, anak sumpit yang dihempaskan harus mengenai target. Sasaran biasanya berupa buah pepaya yang digantung dari jarak sekitar 5 meter. Meski terlihat mudah, namun dibutuhkan ketangkasan, yaitu perpaduan antara ketenangan dan keahlian khusus untuk bisa mengenai target yang sudah ditentukan.

 

6 dari 6 halaman

Bola Api

Olahraga bola api ada dalam berbagai kebudayaan di Indonesia, salah satunya Cirebon. Di Cirebon, olahraga bola api biasa digelar menjelang Ramadan. Bola api juga menjadi salah satu hiburan rakyat pada puncak akhir tahun ajaran di pesantren.

Peraturannya sama seperti permainan sepak bola pada umumnya saja. Bedanya bola yang dimainkan ini ada apinya.

Bola terbuat dari kulit luar buah kelapa yang telah dikupas setelah sebelumnya direndam minyak tanah selama beberapa bulan. Buah kelapa itu yang nantinya dinyalakan, pemain akan menendang dan menggiring bola api yang menyala-nyala.

Di Cirebon olahraga bola api biasa dimainkan para santri. Sebelum pertandingan bola api dimulai, para santri akan memeragakan adegan mandi petasan tanpa diberi alat bantu apa pun. Santri yang dililit petasan sekujur tubuh itu diposisikan di tengah-tengah penonton.

Petasan panjang melilit di sekujur badan para santri. Saat dinyatakan siap di bawah tatapan khawatir para penonton, semua petasan meledak mengeluarkan suara keras, dan pertandingan dimulai.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.