Sukses

Sihir Pedagang Angkringan Menjadi Raja Keraton Agung Sejagat

Toto Santoso yang menjadi raja di Keraton Agung Sejagat adalah pedagang angkringan. Mengapa orang bersedia menjadi pengikutnya?

Liputan6.com, Semarang - Berdasarkan rekam jejak suram sang raja Keraton Agung Sejagat Toto Santoso seharusnya menjadi manusia  yang wajib terkena status persona non grata. Tapi mengapa masih saja ada orang bersedia menjadi pengikutnya?

Berdasarkan pemeriksaan Polda Jateng, bahkan para pengikut wajib membayar uang Rp3 juta. Uang itu sebagai syarat masuk menjadi warga kerajaan.

Setelah membayar, Keraton Agung Sejagat menjanjikan para punggawa kerajaan itu mendapatkan gaji dengan mata uang setiap bulannya. Kabid Humas Polda Jawa Tengah Kombes Pol Iskandar Fitriana Sutisna menyebutkan bahwa janji gaji dolar itulah yang menjadi magnet menarik masyarakat menjadi punggawa Keraton.

"Sudah merekrut 450 warga," kata Iskandar.

Menurut Iskandar, beaya menjadi warga Keraton Agung Sejagat Rp3 juta itu dikembalikan berupa seragam keraton. Saat ini polisi masih terus menyelidiki dan menggeledah untuk mendapatkan dokumen-dokumen yang memperkuat pelanggaran hukumnya.

"Hasil penggeledahan, semua dokumen dibuat sendiri, identitas dibuat sendiri," katanya.

Polisi bersikukuh bahwa Keraton Agung Sejagat meresahkan warga. Kapolda Jateng Irjen Polisi Rycko Amelza Dahniel mengatakan ada unsur penipuan dalam kasus Keraton Sejagat. Berdasarkan hasil pemeriksaan, dana yang sudah terkumpul itu berkisar antara Rp3 juta hingga 30 juta rupiah.

"Raja dan Ratu ini menyebar berita bohong kalau Kerajaannya itu menyelamatkan dunia, yang tidak ikut gabung, tidak akan selamat," kata Rycko.

Polisi memastikan jika Keraton Agung Sejagat tidak pernah ada dalam sejarah di Indonesia. Kepastian ini didapat berdasar kajian para pakar dan Guru Besar Hukum Undip. Dari aspek sejarah dan legalitas sebuah kerajaan tak pernah ada kerajaan itu.

"Hasil kajian para pakar, Keraton Agung Sejagat tak pernah ada,” kata Rycko.

Simak video pilihan berikut:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Jendral Tak Bergaji

Sementara itu, Linda salah satu pengikut Keraton Agung Sejagat menyebutkan bahwa saat deklarasi, ia sudah memiliki kedudukan cukup tinggi sebagai punggawa kerajaan. Ia mengakui bahwa untuk mendapat kedudukan itu, memang tidak gratis. Namun ia memaklumi bahwa untuk mendirikan imperium baru memang butuh biaya.

"Itu kan untuk seragam, untuk surat menyurat. Pokoknya sebagai rintisan sebuah imperium,” kata Linda.

Meski raja dan ratu dari Keraton Agung Sejagad sudah ditangkap polisi, namun Linda masih belum percaya jika ia adalah korban penipuan. Ia yakin bahwa Keraton Agung Sejagat itu benar-benar ada.

"Ya namanya juga warisan masa lampau, memang sulit untuk dibuktikan. Tapi bisa diyakini,” katanya.

Pengikut lain adalah Namono, warga Desa Pogung Jurutengah, Kecamatan Bayan, Kabupaten Purworejo. Namono menjadi pengikut Raja Keraton Agung Sejagat, Totok Santosa Hadiningrat, karena percaya dia adalah Sang Ratu Adil yang ditakdirkan menjadi pemimpin bumi.

"Dulu saya memang ikut DEC (Jogja DEC), tapi di hati kurang sreg," kata Namono.

Namono kemudian diberi pangkat 'Jenderal' di Keraton Agung Sejagat. Namono juga tak tahu jika pemimpin Jogja DEC dan Keraton Agung Sejagat adalah Toto Santoso. Orang yang sama. Hanya saja keyakinannya bahwa sosok Raja tak akan menipunya. Namono mengelak saat ditanya biaya pendaftaran.

"Saya ini orang tidak punya, dari mana punya uang untuk membayar," katanya dalam Bahasa Jawa Kromo.

Istri Namono justru membantah, menurut Utami, dia sering dimintai uang oleh suaminya untuk kepentingan kegiatan Keraton Agung Sejagat.

"Minta saya banyak, sekitar Rp2 juta. Tiga tahun gabung, katanya jadi Jenderal tapi tidak pernah digaji," kata Utami. 

 

3 dari 3 halaman

Sihir Pedagang Angkringan

Saat mendeklarasikan Keraton Agung Sejagat, Toto Santoso sendiri ternyata adalah pedagang angkringan di rumah kontrakannya di Jalan Berjo-Pare, RT 05 RW 04, Desa Sidoluhur, Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman.

Menurut Wawan, salah satu tetangga di lokasi itu, usaha angkringan itu sudah berjalan sekitar satu tahun.

"Hampir satu tahunan ini," kata Wawan, Rabu (15/1/2020).

Angkringan itu dibangun dengan memanfaatkan gazebo yang berdiri di samping rumah kontrakannya. Ada yang berjaga di angkringan dan rumah itu.

Angkringan itu akhirnya dibongkar oleh polisi. Dilepas papan namamya. Pembongkaran dilakukan sebagai rangkaian penggeledahan. Sejumlah barang yang dimasukkan ke dalam boks dibawa polisi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.