Sukses

BMKG Imbau Nelayan Aceh Waspadai Fenomena Eddy, Ini Bahayanya

BMKG mengimbau kepada nelayan Aceh untuk mewaspadai fenomena Eddy.

Liputan6.com, Aceh - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Blang Bintang, mengingatkan kepada para nelayan Aceh agar mewaspadai fenomena Eddy. Fenomena ini berkaitan dengan meningkatnya kecepatan angin secara tiba-tiba.

BMKG menjelaskan, sirkulasi fenomena Eddy membentuk terjadinya pertemuan massa udara atau perputaran angin secara tertutup. Selain keccepatan angin, fenomena Eddy juga membuat gelombang air meninggi.

"Fenomena Eddy terjadi di laut, dampaknya peningkatan kecepatan angin. Kita khawatir, bisa berdampak negatif bagi nelayan," ucap Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Blang Bintang, Zakaria Ahmad di Aceh Besar, dilansir Antara, Selasa (10/4/2018).

Ia menjelaskan, pusaran angin tertutup pekan ini dengan kemungkinan besar terjadi di Selat Malaka bagian Tengah, dan Utara di provinsi paling ujung Utara di Sumatera ini. Lalu perairan Utara, Barat, Selatan dari Pulau Weh di Sabang, Samudra Hindia bagian Barat Aceh, perairan Barat, dan Selatan dari Simeulue.

Bagi pelabuhan penyeberangan di Aceh, lajutnya, maka berpotensi terjadi gelombang tinggi tingkat menengah dengan batas maksimum mencapai dua meter.

"Ini mungkin dapat terjadi di pelabuhan penyeberangan, seperti di Ulee Lhee (Banda Aceh) - Balohan di Pulau Weh, Sabang," katanya.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Wilayah Perairan Aceh Cukup Luas

Seperti diketahui, Aceh memiliki wilayah perairan dengan luas kawasan laut mencapai 295 ribu kilometer persegi, dan hingga kini belum tergarap maksimal.

"Kalau kecepatan angin, saat terjadinya fenomena Eddy bisa mencapai 20 knots atau sekitar 36 kilometer per jam. Bila di darat, itu (angka) biasa. Cuma ini kan terjadi di laut," jelas Zakaria.

Syahbandar Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo Banda Aceh, Kamil Malik menyebut, mayoritas nelayan perikanan tangkap setempat melaut hingga Samudera Hindia.

"Rata-rata mereka di sini, melaut 10 hari. Dan kapal nelayan itu melaut ke Samudera Hindia," katanya.

Data Syahbandar setempat tahun 2017 menyebut, terdapat 359 unit kapal perikanan dengan alat tangkap 261 kapal di antaranya menggunakan pukat cincin dan 98 pancing ulur.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.