Sukses

Kisah Pendaki Tersesat di Sarang Lelembut Gunung Merapi

Si pendaki sama sekali tidak sadar bahwa dirinya sedang di gunung. Mana mungkin ada pedagang di lereng Merapi.

Liputan6.com, Semarang - Gunung Merapi masih menjadi magnet bagi para pendaki. Kadang para pendaki ini kemudian lupa diri, sehingga tersesat. Anehnya, lokasi tersesatnya para pendaki rata-rata justru di tempat yang terbuka, jauh dari hutan, yakni di kawasan Pasar Bubrah.

Pasar Bubrah, sebuah julukan yang menyimpan berbagai misteri, hanya berjarak seribu meter dari puncak. Inilah lokasi ideal untuk beristirahat dan kadang menjadi pemberhentian terakhir ketika Merapi meningkat aktivitasnya.

Adalah Khodar Ramadhan (22), warga Jalan Swadaya Nomor 23 Areman RT 06 RW 08 Tugu, Cimanggis, Depok. Khodar sudah membuktikan misteri Pasar Bubrah yang diyakini sebagai sarang lelembut. Ketika mendaki Merapi, Khodar terpisah dari dua rekannya, Rabu (3/5/2017).

Berdasarkan informasi di Basarnas Kantor SAR Semarang, kontak terakhir Khodar dengan dua temannya berlangsung jam 13.15 dengan lokasi kontak di Pasar Bubrah. Koordinator Basarnas Surakarta Amien Yahya menyebutkan bahwa Tim SAR mendapat laporan tentang pendaki tersesat di Gunung Merapi dan langsung memberangkatkan tim penyelamat.

"Ketika kontak terakhir, diceritakan bahwa lokasi korban berada di sekitar Pasar Bubrah. Ketika itu kabut sudah turun dan sangat tebal. Jarak pandang hanya lima meter. Itu mungkin yang menjadi penyebab Khodar tersesat," kata Amien Yahya, Kamis (4/5/2017).

Terpisahnya Khodar dari dua rekannya itu jelas membuat panik temannya. Sebelum melapor ke posko pendakian, dua temannya ini sempat mencari keberadaan Khodar. Lebih dari tiga jam mereka mencari di tengah keterbatasan komunikasi, sampai akhirnya mereka menyerah dan memutuskan melapor ke posko pendakian untuk diteruskan ke Tim SAR.

Khodar sendiri ditemukan Tim SAR ketika sedang berjalan mendaki ke arah puncak. Kepada Tim SAR, Khodar mengaku sempat bingung dengan jalur yang ada. Ia berjalan ke puncak tanpa sadar karena sempat menuruni sebuah jurang di pinggiran Pasar Bubrah.

"Saya sempat turun ke sebuah jurang. Namun saya merasa salah jalur. Lalu saya kembali ke jalur semula," kata Khodar kepada tim evakuasi sebagaimana ditirukan Amien Yahya.

Cukup lama Khodar tersesat. Ketika hari sudah berganti, yakni jam 00.15, ia bertemu dengan tim evakuasi. Untuk menjaga dari segala kemungkinan, Khodar langsung dievakuasi dan diajak turun. Saat tiba di posko ia terlihat masih shock.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Misteri Pasar Bubrah 

Biasanya para pendaki Gunung Merapi memilih mendirikan tenda untuk beristirahat dan berlindung dari terpaan angin dingin yang sangat kencang di Pasar Bubrah. Pendakian yang biasanya diawali selepas Isya membuat para pendaki tiba di kawasan Pasar Bubrah saat hari masih sangat pagi. Kontur tanah yang lapang memudahkan pendaki mendirikan tenda.

Ketika beristirahat inilah, banyak kisah mistis beredar. Kadang-kadang terdengar suara gamelan dan suara orang ramai seperti sedang transaksi jual beli. Inilah sebabnya, titik terakhir yang ideal untuk beristirahat ini dinamai atau dikenal sebagai Pasar Bubrah.

Keyakinan bahwa Pasar Bubrah adalah sarang lelembut semakin menguat. Selalu ada atmosfer aktivitas jual-beli pada malam hari hingga menjelang pagi. Jadi jika camping pada pagi atau siang hari tidak akan terlihat aktivitas mereka. Sebuah kisah menyebutkan ada pendaki laki-laki sedang camping di sana. Dia merasa lapar, sehingga ia jalan-jalan keluar tenda, karena dalam benaknya di luar tenda ada banyak warung jualan makanan.

"Ia sama sekali tidak sadar, bahwa dirinya sedang di gunung. Mana mungkin ada pedagang di lereng Merapi. Pemuda pendaki itu mengaku beli sebuah pisang ke pedagang di dekat tendanya," kata Bambang Sustianto, pendaki senior asal Muntilan yang sudah ratusan kali mendaki Gunung Merapi.

Lain kisah dengan suara-suara gending atau gamelan yang kerap terdengar di Pasar Bubrah. Ada dua mitos mengenai ini bahwa suara itu memang adalah gamelan yang ditabuh para hantu. Namun, ada pula mitos logis yang berkembang, yaitu suara itu sebenarnya hanyalah embusan angin yang memang kencang di Pasar Bubrah. Sebab, Pasar Bubrah sudah berada di melintasi batas vegetasi, sehingga sama sekali tidak ada pohon yang menghalau laju angin di sana.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.