Sukses

SMPN 14 Jadi Lokasi PKL, Bangunan Bersejarah Berpotensi Hilang

Pembangunan itu ditakutkan bakal menghilangkan bagian penting dari arsitektur yang memiliki nilai sejarah.

Rencana mengalihfungsikan bangunan SMPN 14 menjadi lahan PKL dan rumah susun menimbulkan kekhawatiran di kalangan sejarawan. Sebab, pembangunan itu ditakutkan bakal menghilangkan bagian penting dari arsitektur yang memiliki nilai sejarah.

Ketua Komunitas Historia Indonesia (KHI) Asep Kambali mengatakan, meski dirinya belum menggali secara mendalam sejarah SMPN 14, rencana pembangunanan lahan PKL dan rusun dianggap dapat menghilangkan bagian penting dari ciri khas gedung yang merupakan bagian dari sejarah Jatinegara.

"Dari bentuk arsitektur, bangunan itu bergaya art deco, dan diperkirakan berdiri antara tahun 1920 hingga 1930, atau hampir sejaman dengan Museum Bank Mandiri di Kota Tua. Jika bangunan itu dialihfungsikan atau dibongkar, semakin sulit untuk menapaki sejarah Jatinegara. Tidak ada lagi bangunan yang dapat menyatakan Jatinegara sebagai 'kota tua' yang diduga sudah berkembang sejak abad ke-17," katanya saat dihubungi wartawan, Selasa (16/7/2013).

Bangunan semacam ini, urai Asep, seharusnya lebih banyak dimunculkan oleh pemerintah daerah. Sebaliknya, yang terjadi saat ini pemerintah malah menghancurkan bangunan dengan alasan tidak masuk dalam Bangunan Cagar Budaya (BCG) yang dilindungi undang-undang.

"Kalau memang tidak masuk BCB, tugas pemerintah untuk segera memasukkannya ke dalam daftar BCB. Pemerintah harus membuka ruang penelitian dan berupaya melindungi, serta melestarikan setiap bangunan bersejarah. Sejarah yang dimaksud tidak hanya karena pernah terjadi peristiwa tertentu, tetapi juga karena bangunan itu merupakan peninggalan masa lalu yang memiliki ciri khas tertentu di zamannya," tegas Asep.

Kendati demikian, Asep menyetujui rencana pemerintah untuk memindahkan 4 sekolah termasuk SMPN 14 yang menghuni bangunan itu ke tempat yang lebih layak. Namun, bukan berarti bangunan itu malah dijadikan tempat untuk PKL. Sebab seharusnya bangunan itu dilestarikan dan diperlakukan layaknya bangunan yang memiliki nilai sejarah.

"Bangunan itu sudah tidak layak untuk menjadi tempat kegiatan belajar mengajar, karena sempit dan panas, tapi kenapa PKL yang di sana?" tandas Asep. (Tnt)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.