Sukses

Terus Berulang, Bagaimana Strategi Baru Tangani Tawuran di Jakarta?

Tawuran antar-remaja masih marak terjadi. Belakangan dua kelompok di Manggarai Jakarta Selatan, saling serang hingga sebanyak dua kali dalam tiga hari. Artinya, aksi tawuran tersebut berulang tanpa bisa diantisipasi.

Diperbarui 09 Mei 2025, 17:37 WIB Diterbitkan 09 Mei 2025, 18:23 WIB

Liputan6.com, Jakarta Tawuran antar-remaja masih marak terjadi. Belakangan dua kelompok di Manggarai Jakarta Selatan, saling serang hingga sebanyak dua kali dalam tiga hari. Artinya, aksi tawuran tersebut berulang tanpa bisa diantisipasi.

Polres Metro Jakarta Selatan memberi perhatian serius terhadap tawuran yang terjadi di kawasan Manggarai, Tebet, Jakarta Selatan (Jaksel) beberapa waktu lalu. Salah satu upaya untuk mencegah kejadian serupa, Polres Metro Jaketa Selatan akan membangun posko terpadu di wilayah yang rawan terjadi tawuran.

Posko terpadu itu rencananya akan dibangun di sekitar wilayah Manggarai. Tempat ini akan difungsikan sebagai pusat koordinasi guna mengantisipasi tawuran maupun balapan liar.

"Kami akan membangun posko terpadu antisipasi tawuran maupun balapan liar yang ada di wilayah Manggarai," kata Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Pol Ade Rahmat Idnal dalam kepada awak media beberapa hari.

Ade menekankan, pentingnya kerja sama lintas wilayah dan instansi, mengingat lokasi kejadian melibatkan dua wilayah administratif berbeda.

"Hal ini sangat penting dilakukan karena peristiwa tawuran tersebut ada dua wilayah hukum atau wilayah kependudukan yaitu antara warga jalan tambak Jakarta Pusat dan warga Manggarai Jakarta Selatan," ucap dia.

Ade menegaskan, polisi tidak akan segan menindak tegas para pelaku tawuran yang terbukti membawa senjata tajam, parang, atau senapan angin.

"Apabila ditemukan pelaku tawuran membawa parang senapan angin maupun senjata tajam lainnya dan memproses sesuai aturan hukum yang berlaku," terang dia.

Menurut Ade, penegakan hukum akan dilakukan sesuai peraturan yang berlaku. "Kami akan proses secara hukum. Siapa pun yang terbukti membawa senjata dalam bentrokan akan kami tindak," kata dia.

Di sisi lain, Ade mengatakan, patroli rutin akan ditingkatkan di lokasi-lokasi yang dianggap rawan tawuran. Selain itu, polisi juga aktif menyosialisasikan layanan telepon darurat 110 kepada masyarakat.

"Kami lakukan patroli skala prioritas secara terpadu serta mensosialisasikan nomor telepon darurat bantuan kepolisian 110," ungkap Ade Ary.

Dikonfirmasi terpisah, Gubernur Jakarta Pramono Anung juga menegaskan tidak pandang bulu terhadap remaja yang terlibat tawuran. Jika kedapatan mereka adalah pelajar, maka fasilitas Kartu Jakarta Pintar (KJP) akan dicabut.

"Jadi tawuran di Jakarta ini ada dua cara pencegahan dan juga cara penanganannya. Kepala Dinas Satpol PP saya minta untuk berkoordinasi dengan aparat kepolisian untuk mencegah melakukan tawuran yang ada," tegas Pramono saat ditanya awak media di Jakarta, Kamis (7/5/2025).

Pramono juga mendapat laporan, mereka yang terlibat tawuran dalam keadaan setengah sadar. Baik dalam pengaruh alkohol atau pun obat terlarang.

"Saya juga baru dari teman-teman sekalian, biasanya yang melakukan tawuran itu kondisinya tidak sepenuhnya dalam keadaan sadar, dan untuk itu operasi juga harus dilakukan untuk mencegah jangan sampai tawuran terjadi," dorong Pramono.

Pramono mengaku ngeri saat melihat konten tawuran di sosial media. Apalagi, para pelakunya tidak segan membawa senjata tajam untuk saling serang. Maka dari itu, tidak ada toleransi untuk menindak tegas mereka yang terlibat. 

"Saya terus terang melihat di YouTube Konten' tawuran itu saya ngeri karena banyak yang membawa senjata tajam, dan untuk itu saya akan segera yang seperti ini akan kita tangani dengan cara tegas," tutur Pramono. 

 

2 dari 4 halaman

Tawuran dari Kaca Mata Pakar

Sosiolog dari Universitas Nasional (Unas) Sigit Rochadi menyatakan, sejatinya tawuran disebabkan oleh ruang sosial remaja sangat sempit. Ketiadaan ruang bagi mereka untuk mengekspresikan diri berdampak pada tindakan menyimpang. Apalagi sekarang zamannya teknologi, banyak waktu terbuang hanya untuk melihat media sosial.

"Ruang sosial yang sempit menyebabkan terjadinya benturan, kemudian benturan itu beralih ke media sosial. Kemudian dari media sosial mereka berjanji ketemu di suatu tempat untuk mengekspresikan perasaan atau pikiran-pikiran itu," kata Sigit saat berbincang dengan Liputan6.com, Jumat (9/5/2025).

Sigit meluruskan, tidak ada yang salah dengan media sosial, selama hal dilakukan adalah positif dan bermanfaat. Namun umumnya, para remaja pelaku tawuran menggunakannya untuk saling berbalas komentar yang tak perlu dan menyinggung sehingga menimbulkan percikan amarah. 

"Senggolan sedikit bisa menjadi permusuhan, salah meludah bisa menjadi permusuhan, salah membuat pernyataan sedikit saja di media sosial bisa berupa menjadi permusuhan dan seterusnya!," jelas Sigit.

Faktor Ekonomi Sulit 

Sigit menambahkan, faktor ekonomi yang sulit juga tak lepas sebagai variabel penyebab tawuran terjadi. Alasannya, mereka yang berasal dari masyarakat berpenghasilan rendah tidak punya cukup uang untuk mengekspresikan gagasan dan pikirannya terhadap hal diinginkan.

Sigit mencontohkan, ketika remaja suka olah raga mereka ingin tempat yang bagus dan bukan di jalan umum. Namun untuk mendapatkan lapangan, mereka harus sewa sedangkan ruang publik tidak mendukung hal tersebut.

Beda dengan mereka yang berpunya, mereka bisa muda sewa tempat olahraga seperti futsal dan badminton atau pergi ke cafe untuk bersantai.

"Iya, jadi masyarakat berpendapatan rendah biasanya juga sulit mengekspresikan perasaan dan pikiran. Kalau orang-orang kaya itu bisa mengekspresikannya di cafe, di mall, di menyewa tempat-tempat untuk futsal atau menyewa tempat-tempat untuk bermain badminton, bermain apa saja, karena punya uang itu," ujar Sigit.

"Di kota ini (Jakarta), melangkah sedikit saja kan uang! Mereka yang tidak punya uang, mereka pun menyelesaikan masalah menurut cara mereka sendiri," bebernya.

 

3 dari 4 halaman

Cara Antisipasi 

Sigit menyarankan, aksi bersama dengan melibatkan warga setempat bisa menjadi cara antisipasi dan pencegahan aksi tawuran. Caranya dengan memberdayakan lembaga-lembaga sosial masyarakat seperti RT, RW, kelompok pengajian, ada karang taruna. 

"Ada lembaga-lembaga sosial yang lainnya Ada arisan, lembaga-lembaga ini sebaiknya dihidupkan dan kota-kota besar itu kan RT, RW sudah mendapat gaji cukup besar dari pemerintah. Tapi sayangnya, lembaga-lembaga itu tidak dihidupkan untuk mengelola lingkungan sosialnya," kritik Sigit.

Sigit ingin, semua institusi-institusi primer harus mengantisipasi, mencegah terjadinya hal di perumahan. Dia mencontohkan, di daerah Bekasi terdapat kelompok warga yang ketika wilayahnya pecah tawuran semua warganya keluar rumah untuk mencegah bentrok dari dua kelompok bertikai. Dia memandang, hal itu sebagai early warning system atau sistem peringatan dini yang baik dan tidak apatis,

"Jadi menghidupkan lembaga-lembaga sosial untuk melakukan kontrol, ini sesungguhnya wajib dilakukan oleh para pemimpin di daerah dalam upaya mencegah insiden tawuran," Sigit menandasi.

 

 

4 dari 4 halaman

Infografis