Liputan6.com, Jakarta - Korban perundungan SMA Binus Simprug, RE, mengaku dibully, dianiaya, hingga dilecehkan oleh para terduga pelaku yang disebutnya adalah anak dari para pejabat. Hal tersebut disampaikan oleh RE dalam unggahan akun video yang diunggah oleh akun X @kegblgunfaedh.
"Mereka malah dengan membanggakan bahwa 'saya ini berbeda', mereka menyampaikan bahwa saya ini adalah orang biasa. Orang tua saya hanyalah pengusaha, sedangkan mereka dengan membanggakan diri 'kamu jangan macam-macam dengan kita-kita ini ada anak dari DPR, ketua partai'," kata RE dalam unggahan akun X tersebut yang dikutip, Minggu (15/9).
Baca Juga
RE mengaku tindakan yang tidak mengenakkan itu sudah terjadi sejak dirinya pertama duduk di bangku sekolah SMA Binus Simprug. Menurutnya ada puluhan orang yang terlibat dalam kejadian tersebut.
Advertisement
"Di hari pertama saya dilecehkan, kemaluan saya dipegang oleh para pelaku. Sekitar 30 orang mereka selalu mengejek-ngejek saya, mereka selalu melecehkan saya. Saya dibilang orang kampung, saya tidak mampu," cerita korban.
Menurutnya ada kepala geng yang memimpin sekolompok pelajar yang terlibat dalam penganiayaan tersebut hingga puncaknya korban digiring ke salah satu toilet sekolah hingga akhirnya perselisihan terjadi.
Kuasa Hukum RE, Sunan Kalijaga enggan berkomentar soal adanya anak dari pejabat yang terlibat sebagaimana yang disebutkan oleh korban. Dia kemudian menceritakan bagaimana korban awal mula kejadian.
"Kalau memang ada pernyataan itu memang itu statement dari anak korban. Jadi waktu itu kami interview sebelum kami ambil kuasanya kami tanya apa yang terjadi, apa yang dialami, para terudga anak-anak pelaku ini siapa," ucap Kalijaga, Minggu (15/9).
"Nanti kita lihat saja di proses penyidikannya, namanya orangtua kan, orangtua korban, orangtua pelaku sekalipun pasti akan saling bertemu silaturahmi, baru nanti disitu bisa tau anak siapa," tambahnya.
Kalijaga juga mengaku sudah sempat mentracing daripada orangtua para terduga pelaku yang terlibat dalam aksi perundungan tersebut. Hanya saja dia masih tetap enggan berkomentar akan hal tersebut.
Namun demikian ia mengatakan dari kasus yang tengah ditangani oleh Polres Metro Jakarta Selatan di tahap penyelidikan berpeluang akan adanya penambahan terduga pelaku.
"Jadi inikan masih dalam proses penyelidikan, buktinya kemarin kita laporkan empat orang sekarang naik adalah delapan orang. Tidak menutup kemungkinan akan bertambah lagi ya mungkin anak siapa, kita enggak tahu," imbuhnya.
Bantah Ada Perundungan, Binus Simprug Putar CCTV Kasus RE
Sekolah Menengah Atas (SMA) Bina Nusantara (Binus) Simprug, Jakarta Selatan, merilis video dan hasil gambar dari kamera Closed Circuit Television (CCTV) terkait kasus dugaan perundungan atau pembullyan.
Diketahui, kasus yang dilaporkan RE (16) pada Januari 2024 dan ditangani Polres Metro Jakarta Selatan ini telah naik ke tahap penyidikan.
"Walaupun sebenarnya kami tidak ingin menunjukkan ini, tapi karena sudah sedemikian rupa pemberitaan seakan-akan dan Binus ini menelantarkan, membiarkan kejadian-kejadian ini terjadi kepada siswa-siswa," kata Kuasa Hukum SMA Binus Simprug, Otto Hasibuan kepada wartawan dalam konferensi pers, Jakarta, Sabtu (14/9).
Awalnya pihak Binus menampilkan tayangan dari kamera CCTV pada 30 Januari 2024. Saat itu, CCTV memperlihatkan di kantin sekolah.
Terlihat, RE bersama dengan yang lain berkumpul di sana. Kemudian masih di tanggal yang sama, memperlihatkan tayangan RE bersama dengan yang lainnya menuju ke toilet sekolah.
Saat itu, terhitung ada 18 anak termasuk RE yang masuk ke dalam toilet tersebut. Tak lama berselang, mereka pun kemudian keluar secara bersamaan.
Selanjutnya, pihak sekolah menampilkan gambar CCTV yang terjadi pada 31 Januari 2024. Ketika itu, mereka kembali masuk ke dalam kamar mandi secara bergantian.
RE dan beberapa orang lainnya terlihat membawa tas ke dalam toilet. Beberapa menit kemudian, mereka pun keluar dari dalam toilet yang berjumlah 14 orang. Tapi, kali ini RE yang hanya seorang diri keluar terakhir atau sendirian.
Berikutnya, Otto pun menampilkan video yang terjadi di dalam kamar mandi. Saat itu, RE terlihat berkelahi dengan salah satu orang siswa lainnya.
Dalam video itu, lawan lebih dulu memberikan serangan pukulan yang langsung menuju ke arah muka RE. Namun, ia tidak langsung membalas serangan tersebut.
Akan tetapi, pada pukulan kedua lah kemudian RE membalasnya dan terlihat adanya perkelahian. Tak lama berselang, salah satu orang terlihat menghampiri dan disebut oleh Otto untuk melerainya.
Namun, video itu hanya berhenti dan terputus sampai situ saja dan tidak adanya video lanjutan yang terjadi saat di dalam kamar mandi.
Dengan adanya video dan gambar dari CCTV tersebut, Otto menegaskan, tidak adanya peristiwa yang dikatakan oleh RE seperti bullying, pengeroyokan hingga pelecehan seksual.
"Seperti saya katakan tadi fakta-fakta itu di sini kami tidak lihat. Nah yang kami lihat adalah dan diketahui oleh sekolah dan harus jujur manajemen mengatakan ada perkalahian itu, dan sehabis perkalahian itu nurse ya semacam perawat ya di sini, juga melihat bahwa si anak ini, pelapor ini dibawa ke klinik dan akhirnya ada proses pemeriksaan," tegasnya.
"Tetapi yang pasti, itu bukan peristiwa pengeroyokan berdasarkan CCTV yang kami lihat, berdasarkan dari video yang kami lihat ya. Karena ada fakta-fakta ini, tadi saya katakan kecuali anak-anak ini mengaku ada perlakuan yang tidak terlihat di dalam video ini," pungkasnya.
Advertisement
Gelar Perkara
Sebelumnya, Kepolisian mendalami kasus dugaan bullying dan pelecehan seksual yang dialami siswa SMA berinisial RE (16) di salah satu sekolah swasta di Grogol Selatan, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
"Sekarang juga sedang diproses. Hari ini sudah naik penyidikan, sudah gelar perkara," kata Kasie Humas Polres Metro Jakarta Selatan, AKP Nurma Dewi di Polres Metro Jakarta Selatan, Senin (9/9).
Nurma mengatakan kejadian terjadi di sekolah itu pada Selasa (30/1) dan dilaporkan ada empat terlapor berinisial K, L, C, dan K pada sehari setelahnya yakni Rabu (31/1). Hingga kini, Kepolisian telah menerima laporan dan sudah memeriksa sebanyak 18 orang saksi yang dimintai keterangan.
"Semua sudah diperiksa, dari saksi, terlapor, korban, dokter visum, guru," ujarnya.
Sumber: Rahmat Baihaqi/Merdeka.com