Sukses

HEADLINE: Janji KKB Bebaskan Pilot Susi Air Kapten Philips Hanya Omong Kosong?

Direktur Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi mengatakan, cepat atau lambat Kapten Philips pasti akan bebas. Namun, kecil kemungkinan akan dibebaskan dalam waktu dekat.

Liputan6.com, Jakarta - Hari ini, 7 Februari 2024 tepat satu tahun Pilot Susi Air, Kapten Philip Mark Merthens disandera oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat/TPNPB-OPM atau KKB wilayah Kabupaten Nduga, Papua pimpinan Egianus Kogoya. 

Pesawat Susi Air dibakar kelompok Egianus Kogoya di lapangan terbang Paro, Kabupaten Nduga pada Selasa, 7 Februari 2023. Pesawat dengan nomor penerbangan SI 9368 itu diketahui tengah dipiloti Kapten Philips M. berkebangsaan Selandia Baru dan membawa lima penumpang, termasuk seorang bayi. 

Semua penumpang selamat, tapi mereka menyandera Kapten Philips hingga saat ini. Mereka menggunakan pilot Susi Air tersebut untuk bernegosiasi dengan pemerintah Indonesia. Kogoya juga mengatakan tidak akan melepaskan Mehrtens kecuali Indonesia membebaskan Papua sebagai negara berdaulat.

Belakangan, Juru bicara West Papua Liberation Army (Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat/TPNPB) yang merupakan sayap militer Organisasi Papua Merdeka, Sebby Sambom mengatakan mereka telah meminta Kogoya untuk melepaskan Mehrtens atas dasar kemanusiaan.

"Menggunakan pilot sebagai jaminan Papua merdeka dengan harga mati sama sekali tidak mungkin terjadi," kata Sambom.

Sambom mengatakan tidak ada preseden untuk pertukaran semacam itu, dan mendesak Kogoya untuk mencabut pernyataan sebelumnya dan membiarkan pilot tersebut pergi.

"Tidak ada sejarah di dunia ini yang pernah ada negara yang merdeka dengan imbalan sandera," ujar Sambom.

Kemudian dalam perkembangannya, pada Jumat 2 Februari 2024, Sambom mengatakan markas besar Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat/TPNPB setuju untuk melepaskan Kapten Mehrtens meskipun mereka menyebut kurangnya upaya dari Selandia Baru dan Indonesia.

"Kami di Manajemen Markas TPNPB sepakat untuk melepaskan pilot Selandia Baru tersebut, karena dia adalah pilot dari negara tetangga kami, dan sebagian besar warga Australia dan Selandia Baru adalah pendukung Papua merdeka," ujar Sebby dalam keterangan tertulisnya.

Sebby menjelaskan keputusan itu dilakukan setelah negosiasi tahap awal dengan delegasi Pemerintah Selandia Baru pada tanggal 5 April 2023 di Port Moresby, sekalipun tidak ada tindaklanjutnya.

“Untuk Pimpinan Markas Pusat TPNPB, saya sudah mengirimkan pesan kepada Komandan TPNPB Wilayah Nduga, Egianus Kogeya dan pasukannya agar Pilot segera kita lepas, dan audio Suara sudah saya kirimkan pada tanggal 5 Juni 2023,” tuturnya.

"Kami berencana melanjutkan pelepasannya atas dasar kemanusiaan," kata Sambom.

"Kami tidak ingin disalahkan oleh komunitas internasional jika pilotnya meninggal saat dia disandera oleh pejuang kami," lanjut Sambom.

Sementara Kepala Staff TNI Angkatan Darat (KASAD) Jenderal Maruli Simanjuntak tak terlalu mempercayai pernyataan OPM, menurutnya, mereka tidak sepenuhnya konsisten.

"Kalo saya lihat sih, selama ini, Papua ini, orangnya itu enggak stabil dalam berkomunikasi ya. Kadang-kadang bilang A, besoknya B lagi, dan sebagainya," ucap Maruli di Balai Kartini, Senin (5/2/2024).

Saat ini, kata Maruli, TNI masih terus berupaya membebaskan Philips dengan mengendepankan upaya negosiasi.

"Jadi yang saya denger informasinya itu, perlu waktu untuk bertemu akhirnya perlu berapa hari lagi untuk menyampaikan, berapa lagi hari ke sana. Namun informasi terakhir pilot tersebut dalam masih kondisi sehat," tegas Maruli.

Satuan Tugas Operasi Damai Cartenz 2024 juga membantah klaim dari KKB yang ingin membebaskan Kapten Mehrtens.

"Isu pembebasan pilot sebagaimana disebar oleh wartawan itu fake news, kami sampai saat ini belum peroleh informasi bahwa pilot akan dilepas oleh Egianus Kogoya," ujar Kasatgas Humas Damai Cartenz 2024, AKBP Bayu Suseno kepada Liputan6.com.

Ia juga mengatakan saat ini pihaknya melalui Pj Bupati Nduga masih melakukan proses negosiasi dengan Egianus Kogoya.

"Kami mengedepankan upaya soft approach dengan meminta Pj Bupati Nduga karena beliau memiliki hubungan kekerabatan dengan Egianus Kogoya," ujarnya.

Namun sampai saat ini, kata dia, belum ada kata kesepakatan karena Egianus Kogoya tetap ingin menyandera pilot dengan ganti yaitu Papua Merdeka. "Hal ini tidak mungkin dipenuhi oleh Pemerintah RI," kata Bayu.

Secara terpisah, Kepala Operasi Damai Cartenz Kombes Pol Faizal Ramadhani, berharap pilot Susi Air, Kapten Philip Mark Mehrtens agar segera dibebaskan dalam keadaan sehat.

"Kita berharap agar Pilot Susi Air Capt Philip Mark Marthens yang disandera oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) bisa dibebaskan sehingga bisa kembali ke Negaranya dalam keadaan sehat terutama kepada keluarganya," kata dia.

Sementara Direktur Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi mengatakan, cepat atau lambat Kapten Philips pasti akan bebas. Namun, kecil kemungkinan akan dibebaskan dalam waktu dekat.

"Apakah cepat atau lambat sesuai kabar kemarin akan kecil sekali kemungkinannya, mereka masih mencoba negosiasi dan membingkai bahwa pihak pemerintahlah yang tidak beritikad dan mempersulit pembebasan. Apalagi beberapa hari ini pihak Selandia Baru cukup aktif berbicara mengenai pembebasan," kata Khairul kepada Liputan6.com. 

KKB, kata Khairul, tidak akan bisa menggunakan Pilot Susi Air ini untuk mengancam dan mengakomodir tuntutan yang tidak realistis. Ancaman eksekusi sekalipun tidak akan efektif menekan pemerintah.

"Kalau dilakukan eksekusi akan berdampak merugikan bagi kepentingan mereka secara luas. Penembakan terhadap Philips jelas akan merugikan bagi kampanye dan operasi politik internasional mereka untuk menggalang dukungan," katanya.

Apalagi, kata Khairul selama ini pemerintah sudah melakukan pendekatan secara persuasif. "Pemerintah Selandia Baru juga akan memahami posisi Indonesia dan akan bersikap sama kalau beradapan dengan situasi seperti ini," ujar Khairul.

Janji Bebaskan Kapten Philips Hanya Omong Kosong?

Khairul mengatakan pernyataan KKB yang akan segera membebakan Kapten Philips hanya omong kosong belaka.

"Salah satu buktinya, ancaman eksekusi Kapten Philips pun nyatanya tidak ada kabarnya. Padahal di kasus lain ia bisa melakukan aksi tanpa babibu," ujarnya.

Untuk itu, sebaiknya TNI/Polri terus dimobilisasi mendekati area di mana Kapten Philips berada untuk pengintaian agar mendapat informasi situasi serta meningkatkan posisi tawar pemerintah untuk negosiasi sekaligus untuk menilai peluang dilakukan dievakuasi tanpa menunggu kesepakatan negosiasi. 

"Bahwa kerahasiaan kehati-hatian merupakan aspek penting dalam operasi, media perlu ikut memberi pemahaman pada publik bahwa harus ada sejumlah hal yang kontrapoduktif dan justru membahayakan jika dijelaskan secara gamblang. Mengingat setiap informasi mungkin bisa diakses oleh KKB," ujarnya.

Sementara untuk membebaskan Kapten Philips, kata Khairul, pemerintah bisa melakukan berbagai langkah secara simultan yang bersifat lunak dan keras.

"Langkah persuasif juga terus dilakukan begitu pula operasi psikologis, pengalangan opini moral baik domestik maupun internasional untuk menekan kelompok bersenjata ini bahwa menegaskan bahwa penyanderaan ini adalah langkah yang tidak bisa ditolerir dan melanggar prinsip kemanusiaan," tandas Khairul.

Amnesty Internasional Minta KKB Bebaskan Kapten Philips

Sementara Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia (AII) Usman Hamid juga menyerukan pembebasan Kapten Philips dengan segera, tanpa syarat, dan dalam keadaan sehat serta secara damai.

"Dengan memperhatikan rasa kemanusiaan, kami meminta saudara Egianus Kogoya agar segera membebaskan saudara Mehrtens dalam keadaan sehat dan secara damai," tulis Usman di Jakarta.

Usman pun mengaku memahami dan menghormati perjuangan yang dilakukan oleh Kogoya dan kelompok bersenjata pro-kemerdekaan di Papua.

"Kami menyatakan prihatin dengan situasi kemanusiaan di Tanah Papua. Banyak warga masih mengalami penderitaan akibat pelanggaran hak asasi manusia dan berada dalam pengungsian. Banyak yang mengalami ketakutan dan trauma atas tindak kekerasan yang berakibat jatuhnya korban jiwa dan hilangnya kesempatan untuk hidup aman, damai, dan sejahtera," ujar dia.

Namun, Usman juga meminta Kogoya dan kelompoknya menyadari pentingnya menghormati hukum yang melarang penyanderaan.

"Kami memahami dan menghormati perjuangan yang dilakukan oleh saudara-saudara di Papua agar hak-hak asasi manusia dihormati, dimajukan, dan dilindungi. Kami percaya, saudara Mehrtens juga mengalami ketidaknyamanan selama setahun ini, keluarganya pun mengalami kesedihan, kesusahan dan kerinduan yang mendalam," tulis Usman. 

Dengan pembebasan itu, maka Kapten Mehrtens bisa berkumpul kembali dengan keluarga dan saudara-saudaranya di negara asalnya, Selandia Baru.

Ia pun mendorong pemerintah untuk tetap mengedepankan cara-cara damai melalui dialog dalam upaya pembebasan Kapten Mehrtens.

"Jalan kekerasan melalui pengerahan aparat keamanan dan operasi militer harus dihindari," tandasnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Sulitnya Negosiasi dengan KKB

Kasatgas Humas Ops Damai Cartenz, AKBP Bayu Suseno mengungkap proses negosiasi dengan OPM sangat sulit. Bahkan sempat mengancam nyawa PJ Bupati Nduga Edison Gwijangge karena beberapa kali diserang KKB. 

“Sudah sering (kendala). Hampir mati juga karena helikopter bupati ditembakkan KKB,” tuturnya.

Bayu mengatakan, selama ini PJ Bupati Nduga yang intens berkomunikasi dengan KKB. Sementara Satgas Damai Cartenz berada di belakang untuk penegakan hukumnya.

"Karena Egianus Kogoya hanya percaya ke Pj Bupati karena ada hubungan keluarga,” ujarnya.

Namun begitu, Bayu mengatakan bahwa tugas membebaskan Kapten Philips bukan hanya tugas TNI/Polri dan kepala daerah.

“Pembebasan itu bukan hanya tugas ODC, kami fokusnya ke pemberantasan KKB, hal ini sesuai rencana operasi. Pembebasan sandera ini tugas negara. Seluruh aparatur dan kementerian/lembaga mengemban tugas itu karena yang disandera kan WNA,” kata dia.

Bayu menegaskan pihaknya tetap akan mengedepankan negosiasi untuk mengupayakan pembebasan Kapten Philips.  

“Apabila upaya itu gagal, maka kami akan lakukan upaya hard approach. Namun harus benar-benar diperhitungkan dengan baik agar tidak jatuh korban dari sandera maupun dari masyarakat sipil lainnya,” tambahnya.

Sementara Duta Besar Selandia Baru Kevin Jeffery Burnet datang ke Timika, Papua. Kedatangannya untuk menanyakan perkembangan pembebasan Kapten Phillip.

Pangkogabwilhan III Letnan Jenderal TNI Richard TH Tampubolon mengatakan, upaya pembebasan sandera memang dilakukan dengan mengedepankan soft approach.

Dalam pertemuan tersebut Richard mengaku prioritas utama pihaknya adalah memastikan keselamatan Kapten Philips. Ia pun memastikan Kapten Philips kondisi sehat meskipun kesulitan pasokan logistik dan akses kesehatan.

Ia mengatakan, KKB menjaga ketat sandera dan terkadang tinggal bersama masyarakat sipil, sehingga TNI sangat berhati-hati dalam mengambil solusi.

"TNI sudah melaksanakan berbagai pendekatan melalui tokoh-tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat termasuk juga pemerintah daerah dan berharap pembebasan sandera bisa dilakukan melalui soft approach," ujar Richard.

Sementara Dubes Kevin mengatakan, upaya pembebasan dengan pendekatan soft approach merupakan harapan dari Pemerintah Selandia Baru.

"Pemerintah Selandia Baru menyerahkan kasus ini sepenuhnya kepada Pemerintah Indonesia dan mengakui kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia di Tanah Papua," tegas Dubes Kevin Jeffery Burnet.

 

3 dari 3 halaman

Kondisi Terkini Kapten Philips

Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak menyebut pilot Susi Air Philip Mark Merhtens yang disandera Organisasi Papua Merdeka (OPM) kelompok Egianus Kogoya hingga saat ini kondisinya sehat.

"Informasi terakhir, pilot tersebut dalam keadaan sehat," kata Maruli, di Jakarta, Senin 5 Februari 2024.

Sementara belum lama ini, beredar sebuah foto yang memperlihatkan Kapten Philips dengan Egianus Kogoya. Foto itu pun dibenarkan oleh Direktur Reserse Kriminal Umum (Dir Reskrimum) Polda Papua Kombes Faizal Ramadhani.

"Iya benar," kata Faizal beberapa waktu lalu.

Dalam foto tersebut, Kapten Philips terlihat menggunakan jaket panjang berwarna hitam. Penampilannya pun mulai berubah yang kini berambut panjang dan berjenggot dan berkumis lebat.

Sedangkan, Kogoya sendiri terlihat mengenakan pengikat kepala berwarna merah dan kain hijau yang digulung pada bagian tangan kanannya.

Dalam foto yang berada di sebuah hutan tersebut, keduanya berpose dengan tangan mengepal dan diarahkan ke depan dan latar belakang tali jemuran. 

"Iya baru (fotonya)," jawab singkat Faizal.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.