Sukses

Wakil Ketua MPR: Putusan MK yang Dibacakan Anwar Usman Bertentangan dengan Sikap 6 Hakim

Basarah menilai, apabila dicermati secara detail putusan tersebut, maka terdapat persoalan mendasar dalam putusan MK tersebut.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah, menyoroti keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), yang memutuskan putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023. Diketahui, putusan yang dibacakan Ketua MK Anwar Usman itu akhirnya membuka peluang Gibran Rakabuming Raka untuk maju menjadi bakal cawapres di Pilpres 2024

“Perkara kontroversial yang lebih nampak aspek politiknya ketimbang aspek hukum konstitusi,” kata Basarah dalam keterangannya, Selasa (17/10/2023).

Basarah menilai, apabila dicermati secara detail putusan tersebut, maka terdapat persoalan mendasar dalam putusan MK tersebut.

Menurutnya, terhadap amar putusan tersebut, ada 4 Hakim Konstitusi yang menyatakan Dissenting Opinion (pendapat berbeda) dengan menyatakan “menolak permohonan tersebut”, terdiri dari Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Arief Hidayat dan Suhartoyo.

Selain itu, terdapat 2 Hakim Konstitusi yang oleh putusan disebut memiliki concurring opinion (alasan berbeda), yaitu Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic P. Foekh.

“Namun, apabila dicermati lagi pendapat 2 hakim konstitusi tersebut, maka sejatinya kedua hakim konstitusi tersebut menyampaikan Dissenting Opinion, sebab kedua hakim konstitusi tersebut memiliki pendapat berbeda soal amar putusan,” kata Basarah.

Politikus PDIP itu mengulang pernyataan hakim konstitusi Enny Nurbaningsih, bahwa amar putusan seharusnya: “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau berpengalaman sebagai Gubernur yang persyaratannya ditentukan oleh pembentuk undang-undang”.

Kemudian, menurut hakim konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh, amar putusannya seharusnya: “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah tingkat provinsi”.

“Artinya, sejatinya hanya 3 (tiga) orang hakim konstitusi yang setuju dengan amar putusan ini (berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah),” kata Basarah.

“Sisanya 6 hakim konstitusi lainnya, memiliki pendapat berbeda berkaitan dengan amar putusan. Oleh karena itu, sebenarnya putusan MK ini tidak mengabulkan petitum pemohon, melainkan menolak permohonan pemohon,” sambung Basarah.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Putusan Dinilai Problematik

Basarah menyatakan, kalaupun mau dipaksakan bahwa 5 orang hakim mengabulkan permohonan, maka titik temu di antara 5 orang hakim adalah berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah Gubernur.

“Dengan demikian putusan MK tidak dapat dimaknai bahwa berpengalaman sebagai kepala daerah adalah sebagai bupati/walikota,” kata Basarah.

Oleh katena itu, Basarah menilai Putusan yang problematik seperti ini selayaknya untuk tidak serta merta diberlakukan karena mengandung persoalan yaitu kekeliruan dalam mengambil putusan yang berakibat pada keabsahan putusan.

“Putusan semacam ini jika langsung ditindaklanjuti oleh KPU akan melahirkan persoalan hukum dan berpotensi menimbulkan masalah di kemudian hari terkait legitimasi dan kepastian hukum putusan. Untuk itu sudah seharusnya KPU mengedepankan asas kehati-hatian, kecermatan dan kepastian dalam mempelajari keputusan ini,” pungkasnya.

3 dari 3 halaman

MK Kabulkan Sebagian Gugatan yang Diajukan Mahasiswa UNS

Diketahui, MK telah mengabulkan uji materi terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terkait batas usia capres-cawapres yang diajukan mahasiswa UNS bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Almas.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (15/10/2023).

Keputusan tersebut, turut menyatakan batas usia capres-cawapres tetap 40 tahun kecuali sudah berpengalaman sebagai kepala daerah. Dengan pertimbangan permohonan tersebut berbeda dari gugatan yang lainnya.

Oleh sebab itu, Hakim Mahkamah berpendapat dalam rangka mewujudkan partisipasi dari calon-calon yang berkualitas dan berpengalaman. Sehingga adanya pejabat negara yang berpengalaman sebagai anggota DPR, anggota DPR, anggota DPRD, Gubernur, Bupati, dan Wali Kota dianggap layak untuk berpartisipasm

"Dalam kontestasi pimpinan nasional in casu sebagai calon Presiden dan calon Wakil Presiden dalam pemilu meskipun berusia di bawah 40 tahun," tuturnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.