Sukses

Ini 5 Tradisi Unik Umat Islam Menyambut Ramadhan

Umat Islam menyambut bulan suci Ramadhan. Saat Ramadhan, ada sejumlah tradisi unik di sejumlah negara di dunia. Berikut lima tradisi unik saat Ramadhan.

Liputan6.com, Jakarta - Umat Muslim menyambut bulan suci Ramadhan. Diamati di seluruh dunia sebagai bulan puasa dan doa, Ramadhan juga telah ditandai selama berabad-abad oleh serangkaian tradisi unik yang mencerminkan semangat solidaritas di antara masyarakat.

Dikutip dari National Geographic, Rabu (22/3/2023), dari dentuman meriam yang menyambut berbuka puasa hingga malam yang diterangi lentera, berikut beberapa tradisi Ramadhan:

1.Bunyi meriam Iftar

Pada akhir puasa sekaligus awal Ramadhan disambut dengan dentuman meriam. Meriam antik yang ditembakkan polisi menandai buka puasa saat matahari terbenam.

Meski rincian asal usul tradisi Ramadhan ini masih belum diketahui dengan tepat, tetapi semua mengarah ke Kairo, Mesir. Salah satunya saat sultan dinasti Mamluk abad ke-15 menguji sebuah meriam yang diberikan kepadanya, menembakkannya saat matahari terbenam selama Ramadhan. Penduduk Kairo, konon mengira itu adalah bunyi yang disengaja saat buka puasa.

Melihat respons masyarakat atas aksi kebetulan itu, sultan memerintahkan peluru ditembakkan setiap hari saat matahari terbenam untuk menandai buka puasa. Amunisi digunakan hingga 1859. Tradisi ini pertama kali menyebar ke Levant, kemudian ke Bagdad pada akhir abad ke-19 ahirnya mencapai negara teluk dan Afrika Utara.

2.Panggilan Bangun Pagi

Sebelum ada jam weker, ada seorang masaharati yang membunyikan panggilan bangun. Tradisi itu masih bertahan. Selama Ramadhan, seorang masaharati ditugaskan berjalan-jalan untuk membangunkan umat Islam untuk sahur, makan sahur sebelum puasa dimulai dengan memainkan seruling atau menabuh gendang.

Masaharati pertama adalah Utbah bin Ishaq, seorang gubernur Mesir abad ke-7. Saat dia berjalan melalui jalan di Kairo pada malam hari, ia berseru “Hamba-hamba Allah, sahurlah, karena ada berkah dalam sahur,”

Seiring waktu, profesi itu menyebar ke negara lain dengan nama dan melodi yang berbeda. Di Maroko, naffar meniup terompet untuk membangunkan warga. Di Yaman, masaharati mengetuk pintu ke pintu di lingkungan. Di Levant, peran itu begitu populer sehingga setiap lingkungan memiliki masaharati sendiri yang mengelilingi jalanan, menabuh genderang dan berseru kepada masyarakat. “Bangun, tidak ada Tuhan selain Allah yang kekal,”

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Banyak Perjamuan

3.Menerangi jalan

Lentera telah identik dengan Ramadhan selama berabad-abad, mengantarkan bulan suci dan secara kiasan menerangi jalan. Bulan sabit dan bintang, simbol yang juga menonjol dalam dekorasi.

Dengan kehidupan sehari-hari yang berubah karena umat Islam tidak makan dan minum dari fajar hingga matahari terbenam, malam Ramadhan menampilkan kehidupan sosial dan hiburan yang penuh saat masyarakat bertemu di pasar, kafe dan jalan, dekorasi dan lampu menciptakan suasana meriah selama bulan itu.

Setiap negara memiliki gaya dekorasi untuk Ramadhan. Jalan di Kairo dihiasi dengan kain warna-warni, lampu dan lentera. Di Afrika Utara, desain Arab mendominasi. Di negara-negara teluk dan bulan sabit digantung di langit-langit pusat perbelanjaan.

4.Banyak perjamuan

Perjamuan komunal yang diadakan di sebagian besar negara Arab mungkin paling mewakili persaudaraan Islam selama Ramadhan. Welas asih dan empati bagi mereka yang memiliki sedikit atau sedikit sumber daya adalah prinsip utama yang dipelajari dari puasa.

Di Mesir, jamuan amal diadakan di lingkungan perumahan, dengan setiap orang bergandengan tangan untuk sumbangkan makanan dan membantu mengatur acara malam hari.

Di Arab Saudi, jamuah mewah diadakan di halaman Masjidil Haram Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah. Di Uni Emirat Arab, meja darurat dengan banyak makanan disiapkan di halaman masjid dan tenda. Kegiatan itu diselenggarakan oleh badan amal dan didanai oleh dermawan.

3 dari 3 halaman

5. Diisi dengan Makanan Tradisional

Meja penuh dengan hidangan yang terkait dengan bulan suci. Beberapa nama hidangan mungkin serupa di berbagai negara, meski resep dan bahannya mungkin berbeda.

Kurma menjadi makanan pokok di setiap meja, karena Nabi Muhammad berbuka puasa dengan kurma dan air. Praktik ini telah diikuti oleh umat Islam selama berabad-abad. Kurma kaya akan gula, potasium magnesium dan serta sehingga menjadi penambah ideal setelah seharian berpuasa.

Sebagian besar hidangan Ramadhan seperti rebusan, lebih tinggi kalori, dan lainnya untuk menjaga tubuh tetap terhidrasi dan kenyang sepanjang puasa. Pilihan hidangan buka puasa termasuk thareed, hidangan roti Emirati yang dimasak dengan kaldu dengan daging domba dan sayuran, molokhia, sup Mesir yang terbuat dari molokhia, sejenis bayam hijau disajikan dengan nasi dan ayam panggang, harira, sup Maroko kaya bahan yang meliputi daging, tomat, bihun, buncis dan lainnya.

Lauk pauk gaya Levantine banyak dikonsumsi termasuk sayurang terong dan ful, terbuat dari kacang fava dan minyak lemon. Mengakhiri makan, manisan Ramadhan termasuk chebakia, kue Maroko yang dibuat dengan madu dan wijen, luqaimat, bola donat goreng yang dimaniskan dengan madu dan sirup kurma, dengan taburan wijen, pudding beras, qatayef, panekuk yang diisi dengan krim dan kacang lalu digoreng dan dimaniskan dengan madu dan sirup, dan masoub putting roti pisang Yaman.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.