Sukses

Ahli di Sidang Teddy Minahasa, Eks Petinggi BNN Jelaskan Undercover Buying di Pengungkapan Narkoba

Ahwil menerangkan, teknik undercover buying atau pembelian terselubung diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Dia mengungkap tersebut saat sidang kasus narkoba teddy Minahasa.

Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Negeri Jakbar kembali gelar sidang lanjutan kasus dugaan penjualan barang bukti narkoba jenis sabu yang seret Irjen Teddy Minahasa. Ahli Narkotika sekaligus Koordinator Kelompok Ahli Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen (Purn) Ahwil Loetan dihadirkan sebagai saksi ahli, Kamis (6/3/2023).

Dalam keteranganya, Ahwil menjelaskan, pembelian terselubung atau undercover buying merupakan teknik pengungkapan kasus peredaran narkoba.

"Undercover buying atau pembelian terselubung adalah pembelian narkoba yg berkaitan dengan suatu kejahatan narkoba oleh undercover agent untuk mendapatkan narkoba sebagai barang bukti (bb) dan menangkap tersangkanya," kata Ahwil di PN Jakbar.

Ahwil menerangkan, teknik undercover buying atau pembelian terselubung diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Disebutkan, penyidik, pejabat Polri, berwenang melakukan teknik penyidikan penyerahan yang diawasi dan terkait pembelian terselubung. 

"Adapun penjelasannya sebagai berikut: Ketentuan dalam pasal ini merupakan penambahan kewenangan penyidik pejabat Polri, yang tercantum dalam pasal 7 ayat 1 Undang-Undang No 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana," ujar Ahwil.

Ahwil menerangkan, teknik penyidikan diawasi dan teknik pembelian terselubung hanya dapat dilakukan atas dasar perintah tertulis Kapolri atau pejabat yang ditunjuk.

"Jadi di sini jelas sekali, bahkan pejabatnya tinggi sekali. Dalam tugas kewenangannya sebagaimana dimaksud pasal ini penyidik pejabat Polri dapat melakukan koordinasi dan melibatkan penyidik pejabat negeri sipil tertentu," ujar Ahwil.

Ahwil menerangkan, undercover buying dapat dilakukan berkali-kali dengan narkoba makin besar jumlahnya sampai kepada orang penting dari sindikat tersebut, jika oleh pimpinan operasi dinilai sudah tepat waktunya.

"Jadi maksudnya demikian. Jadi misal awalnya kita bisa membeli 1 gram, kita melihat oh ini orang punya barang, besok kita beli 10 gram, ternyata dia masih punya barang, besok kita coba beli 1 kilo, ternyata dia masih punya barang. Kira-kira kalau waktunya sudah tepat, maka kita bisa lakukan penangkapan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Harus Kantongi Surat Tugas

Lebih lanjut, Ahwil mengatakan, undercover agent ini bisa dari anggota polisi yang tidak dikenal oleh sindikat narkotika, atau boleh informan sudah punya hubungan dengan sindikat narkoba. 

"Karena kalau tidak, mereka tidak akan melakukan jual beli ini dan undercover buy ini akan gagal," ujar dia.

Ketua Majelis Hakim Jon Sarman Saragih lantas bertanya syarat seseorang yang ingin melakukan teknik undercover buying.

"Dalam hal sebelum melakukan, apakah harus ada surat perintah atau tugas," tanya Jon.

"Ijin sudah jelas. Harus ada surat tugas karena kalau tidak bisa terjadi tabrakan waktu dia melakukan undercover buying bisa ditangkap oleh kesatuan yang lain yang juga akan melakukan tindakan yang sama," ujar Ahwil.

"Jadi surat peritnah ini hukumnya wajib. Jadi kalau tanpa surat perintah, ini berarti liar," Ahwil menandaskan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.