Sukses

Hepatitis Akut Kecil Kemungkinan Menjadi Pandemi

Direktur Utama RSPI Sulianti Saroso, Mohammad Syahril menyampaikan hingga hari ini, Jumat (13/5/2022) ada 18 kasus yang bergejala hepatitis akut misterius.

Liputan6.com, Jakarta - Pandemi Covid-19 belum selesai, namun kasus virus hepatitis akut misterius yang belum diketahui penyebabnya mulai menyerang anak-anak. Beberapa di antaranya bahkan hingga meninggal dunia. Kini, jumlah penderita hepatitis akut misterius itu terus bertambah.

Virus baru tersebut merebak di sejumlah negara di dunia, salah satunya di Indonesia. Beberapa gejala dikeluhkan para pasien. Mulai dari urine berwarna gelap, feses berwarna pucat, kulit menguning, dan gatal.

Selain itu beberapa gejala juga dikeluhkan. Seperti pegal disertai demam tinggi, mual, diare, hingga kehilangan nafsu makan.

Kendati begitu, Epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman memperkirakan virus hepatitis akut misterius tidak menjadi pandemi seperti Covid-19 yang berlangsung hampir tiga tahun. Kata dia, pihaknya memiliki sejumlah alasan tersendiri.

Dicky menjelaskan, pandemi umumnya terjadi karena adanya patogen baru. Kemudian mayoritas manusia belum memiliki imunitas terhadap patogen tersebut. Atau istilah lainnya semua golongan usia rentan dengan adanya hal tersebut. Sedangkan dalam temuan hepatitis akut misterius menunjukkan 90 persen menyerang anak-anak di bawah lima tahun.

"Sangat kecil kemungkinan jadi pandemi, karena selain tadi ya ada data-data yang ditunjukkan seperti di Israel bahwa 90 persen anak yang terinfeksi hepatitis ini dalam kurun waktu satu tahun terakhir terinfeksi atau terpapar Covid-19," kata Dicky kepada Liputan6.com.

 

Efek Long Covid-19?

Sebelum ada Covid-19 di Wuhan, China , Dicky menyebut, virus hepatitis sudah ada dan bukanlah hal baru. Karena hal itu, Dicky memprediksi virus hepatitis akut misterius merupakan efek dari long Covid-19. Atau dampak menengah akut atau jangka panjang pada beberapa organ dalam manusia.

Lanjut dia, virus hepatitis seringkali terdeteksi pada anak-anak maupun dewasa. Namun, setelah adanya respons Covid-19, Dicky menyebut terdapat sejumlah dampak yang bermunculan secara langsung ataupun tidak langsung.

"Dampaknya dalam bentuk seperti long covid ini akan menyasar kelompok paling rawan yang selama ini terlindungi atau belum terjamah atau masih sedikit terjamah, baik itu lansia, kelompok komorbid termasuk anak-anak. Karena selama ini mereka ada di balik orang orang yang selama ini terpapar duluan, seperti orang dewasa muda yang mobile dan lain sebagainya," papar dia.

Saat ini hal terpenting dilakukan yaitu mitigasi primer dan sekunder atau upaya yang dapat mengurangi risiko. Langkah mitigasi primer yaitu peningkatan kebiasaan protokol kesehatan hingga konsumsi makanan yang sehat dan bersih.

Lalu untuk mitigasi sekunder yaitu melakukan konsultasi kepada dokter ketika usai terpapar Covid-19. Hal tersebut untuk mengantisipasi adanya dampak dari long Covid-19.

"Pastikan kalau ada komorbid tertangani. Konsultasi dengan dokter, pola makan, hidup sehat dan kontrol memantau kesehatan sehingga bisa terdeteksi. Pola hidup bersih sehat, sanitasi lingkungan yang baik, makanan minuman yang sehat bersih. Itukan mau ada hepatitis atau ada pandemi sekalipun harus kita lakukan, kita tingkatkan," jelas dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

18 Kasus Dugaan Hepatitis Akut

Sebelumnya, Kementerian Kesehatan (Kemkes) melaporkan jumlah kasus dugaan Hepatitis akut yang belum diketahui penyebabnya bertambah jadi 18. Data Senin (9/5/2023) kasus diduga terpapar Hepatitis akut baru 15.

"Dugaan 18 ya," kata Sekretaris Direktorat Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmidzi kepada merdeka.com, Kamis (12/5/2022).

Nadia merinci kategori 18 kasus dengan dugaan Hepatitis akut itu. Tercatat 9 di antaranya pending classification, 2 masih dalam pemeriksaan laboratorium, dan 7 tidak memenuhi kriteria Hepatitis akut.

"Tidak masuk kriteria Hepatitis akut karena (ada) Hepatitis A, Hepatitis B. Terus ada tifoid .dan Demam Berdarah Dengue (DBD)," dia menjelaskan. Juru Bicara Kementerian Kesehatan ini menyebut, dari total kasus dugaan Hepatitis akut, sebanyak tujuh meninggal dunia.

 

3 dari 3 halaman

Sikap Kementrian Kesehatan

Menyikapi dugaan hepatitis akut yang telah masuk ke Indonesia, Kemkes sendiri bergerak cepat dengan mengambil langkah-langkah strategis mencegah penyebaran kasus. Salah satunya dengan memperkuat fasilitas kesehatan (faskes).

"Penguatan faskes dengan adanya rumah sakit rujukan untuk penanganan kasus hepatitis akut yang berat seperti Rumah Sakit Sulianti Saroso. Termasuk pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis pasti terkait penyebab hepatitis akut berat ini," kata Nadia Tarmizi seperti dikutip dari YouTube Kementerian Kesehatan.

Kemkes juga telah menunjuk Laboratorium Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia sebagai laboratorium rujukan untuk pemeriksaan spesimen hepatitis akut.

"Karena ada banyak hal yang perlu diinvestigasi, baik itu penyebab dari virusnya sendiri, juga mengapa mendadak banyak anak-anak yang terkena. Bukan hanya di satu negara, tapi di banyak negara sekaligus," katanya.

"Saya kira informasi-informasi ini juga diantisipasi oleh pemerintah untuk kita bisa tahu lebih banyak mengenai keadaan ini dan penyebabnya," kata Hanifah.

Selain itu, Kementerian juga telah mengirimkan surat kewaspadaan kepada Dinas Kesehatan provinsi dan kabupaten/kota yakni Surat Edaran Nomor HK.02.02/C/2515/2022 tentang Kewaspadaan terhadap Penemuan Kasus Hepatitis Akut yang Tidak Diketahui Etiologinya.

Hal ini sebagai upaya peningkatan kewaspadaan, pencegahan, dan pengendalian infeksi hepatitis akut pada anak. Harapannya setiap kasus yang memiliki gejala serupa dengan hepatitis akut misterius segera dilaporkan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.