Sukses

Dosen ATVI Frisca Artinus: Tak Perlu Jadi Ahli untuk Membuat Konten

Dosen ATVI ini mengatakan semua orang bisa menjadi pembuat konten, karena semua memiliki minat, kesukaan masing-masing, keahlian dan ketertarikan pada satu bidang tertentu.

Liputan6.com, Jakarta - Proses kreatif adalah roh dari karya media. Dalam proses tersebut, harus diawali dengan banyak bekal "belanja" ide, karena dengan begitu akan semakin mudah untuk menjalani proses penciptaan.

"Dalam urutan tahapan kreativitas (ada beberapa versi, ada yang enam ada yang empat) selalu ada yang namanya persiapan, imersi atau membuka banyak masukan, inkubasi atau mengendapkan berbagai ide tadi, illuminasi atau tahap pencerahan, evaluasi atau verifikasi dan akhirnya tahap aplikasi atau eksekusi," ungkap akademisi dan praktisi, Frisca Artinus dalam webinar dua mingguan ‘Teras LPPM ATVI’ bertajuk “Menebar ‘Virus Kreatif’ Lewat Produksi Media” yang ditayangkan lewat Channel Youtube LPPM ATVI (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat–Akademi Televisi Indonesia) , Kamis malam, 24 Februari 2022. 

Dalam acara yang dipandu oleh dosen ATVI, Ida Ayu Prasasti ini, Friska juga mengatakan, sesungguhnya tidak ada ide yang muncul tiba-tiba. Semua adalah perasan atau hasil dari endapan pemikiran kita yang berjalan setiap hari.

"Kadang muncul secara tidak beraturan waktunya, nah inilah yang disebut sebagai ide muncul begitu saja. Padahal itu karena banyaknya ide yang diendapkan tadi," jelasnya. 

Lebih lanjut Frisca mengatakan bahwa semua orang bisa menjadi pembuat konten, karena semua memiliki minat dan kesukaan masing-masing serta keahlian dan ketertarikan pada satu bidang tertentu.

"Tidak perlu menjadi ahli bersertifikat dulu, baru membuat konten. Karena justru dengan memulai membuat konten, keahlian akan terasah," kata Frisca.

Dijelaskan Frisca, konten di sini bukan hanya video di YouTube, tapi semua bidang yang telah dibahas di atas tadi. Berbagi tulisan disediakan aplikasi blog yang beragam, berbagi foto dan momen, Instagram dan snapchat, berbagi ide tulisan atau kutipan bisa memanfaatkan Twitter, sehingga bisa disebut sebagai miniblog.

"Yang teranyar adalah kombinasi dari elemen-elemen tadi, ada video, tulisan dan gambar sekaligus di platform tiktok dan sejenisnya," tambah dosen ATVI ini.

Bagaimana memulainya? Menurutnya perlu dilakukan dengan prinsip-prinsip produksi yang baik, sehingga hasilnya dapat bermanfaat bagi banyak orang.

"Bila hanya mengutamakan sensasi tanpa esensi (yang baik), maka konten akan menjadi konten sampah dan berbahaya bagi masyarakat," jelas Frisca. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kreatif Adalah Penciptaan

Kreatif, lanjut Frisca adalah penciptaan. Dari yang sebelumnya tidak ada, menjadi ada. Penemuan, dalam berbagai bidang yang membantu umat manusia hidup lebih baik selalu diawali dengan kreasi atau penciptaan sesuatu. Tahapan berikutnya adalah inovasi, atau pembaruan dari penemuan sebelumnya. 

Disebutkan, kreatif dimulai dengan adanya ide. Ide muncul dari beragam sumber, dari pengalaman, bacaan, tontonan, dan contoh-contoh. Kemudian ada perumusan ATM, amati, tiru dan modifikasi. Dengan konsep tersebut, proses penciptaan terus berjalan seiring perkembangan zaman. Imajinasi dan teknologi bahu membahu proses penciptaan tadi.

Dalam dunia produksi video, film, musik dan karya seni lainnya, proses kreatif manusia menemui jalannya masing-masing. Remake, copycat atau adaptasi banyak terjadi di dunia produksi media tadi. Dengan tidak melanggar hak cipta, semua memang dihalalkan dan diperbolehkan.

Pembuat konten, seperti namanya, adalah pencipta isi video yang ditayangkan (kebanyakan di platform media baru yang berbasis internet). Tema dan genre sangat beragam. Bisa dikatakan, seluruh aspek kehidupan manusia, dan pengetahuan diumbar di kanal-kanal video sharing. Masyakarat umum sebagai komunikan bebas memilih video kesukaannya. Satu keuntungan tersendiri bagi, apa yang kita sebut- penonton.

Lantas, bagaimana sebenarnya mengawali semua karya video tersebut, baik di kanal YouTube yang berdurasi lebih panjang, dan platform lain yang semakin lama semaking singkat durasinya?

Semua itu selalu diawali dengan konsep yang muncul di benak, yang berasal dari berbagai sumber, dan akhirnya ditulis menjadi synopsis.

"Tanpa disadari, semua pembuat konten, pastinya punya synopsis atas video atau karyanya. Tantangan yang kini banyak dihadapi dihadapi bagi pembuat konten adalah, bagaimana men-deliver pesan dalam tempo yang singkat namun efektif. Mengapa? Karena persaingan antar platform dan para penontonnya yang mulai enggan berlama-lama dengan satu konten," jelas dosen ATVI sekaligus praktisi ini.

3 dari 3 halaman

Konsep yang Baik

Lalu bagaimana penulisan konsep yang baik agar sesuai dengan kaidah keilmuan praktis? Apa yang akan ditayangkan harus tergambar dari apa yang sudah ditulis. Perkara banyak perubahan, itu adalah dinamika dari proses produksi.

Karya video adalah jejak digital yang bisa dilacak dan dilihat dikemudian hari. Catatan perjalanan kreatif seseorang bisa dilihat dari timeline postingan-nya. Tetapi yang juga perlu diingat adalah, catatan dalam bentuk konsep tertulis juga tak kalah penting, yaitu sebagai jejak kreativitas bagi seorang kreator konten.

"Apa saja ide dan imajinasi yang pernah kita pikirkan dan kita angankan. Mungkin tidak semua bisa terlaksana, tapi sebagai sebuah konsep, layak untuk disimpan. Kelak saat trend berubah atau mengarah pada suatu hal yang berkaitan dengan konsep kita tadi, justru bisa menjadi karya masterpiece," ungkap Frisca. 

Lebih lanjut Frisca Artinus mengatakan, sesungguhnya tidak ada ide yang muncul tiba-tiba. Semua adalah perasan atau hasil dari endapan pemikiran yang berjalan setiap hari. Kadang muncul secara tidak beraturan waktunya. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.