Sukses

KPK Panggil Politisi Muda Golkar Aliza Gunado Terkait Kasus Azis Syamsuddin

Selain Aliza Gunado, KPK juga akan memeriksa satu saksi lainnya, yakni Edy Sujarwo alias Jarwo. Aliza dan Jarwo disebut dalam persidangan sebagai orang dekatnya Azis Syamsuddin.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan memeriksa politikus muda Partai Golkar Aliza Gunado dalam kasus dugaan suap penanganan perkara korupsi di Lampung Tengah yang menjerat mantan Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin.

Selain Aliza Gunado, tim penyidik juga akan memeriksa satu saksi lainnya, yakni Edy Sujarwo alias Jarwo. Aliza dan Jarwo disebut dalam persidangan sebagai orang dekatnya Azis Syamsuddin.

"Keduanya (Aliza dan Jarwo) diperiksa diperiksa sebagai saksi untuk tersangka AZ," ujar Plt Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding dalam keterangannya, Senin (15/11/2021).

Dalam persidangan dengan terdakwa eks penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju disebutkan jika Edy Sujarwo merupakan pihak yang menerima uang Rp 200 juta. Uang berkaitan dengan proposal pengajuan dana alokasi khusus (DAK) Lampung Tengah (Lamteng). Hal tersebut diungkap mantan Kadis Bina Marga Lamteng Taufik Rahman.

"Kami disuruh menyiapkan uang proposal besarannya Rp 200 juta. Saya minta teman ikut untuk bawa uang itu dan menyerahkannya ke Pak Jarwo (Edy Sujarwo)," ujar Taufik di Pengadilan Tipikor, Senin 1 November 2021.

Sementara Aliza Gunado disebut menerima lebih dari Rp 2 miliar terkait pengurusan dana alokasi khusus (DAK) pada APBN Perubahan Lamteng 2017. Hal tersebut diungkap Mantan Kasi Dinas Bina Marga Lampung Tengah (Lamteng) Aan Riyanto.

Aan menyebut, dirinya yang menyerahkan langsung uang itu kepada Aliza Gunado.

"Jadi di tanggal 21 itu saya dapat perintah Pak Taufik (mantan Kadis Bina Marga Lamteng Taufik Rahman) untuk cari pinjaman uang untuk diberikan ke Saudara Aliza Rp 2,085 miliar totalnya," ujar Aan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin 1 November 2021.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Uang Rp 2 Miliar

Aan menyebut, uang lebih dari Rp 2 miliar diberikan kepada Aliza lantaran anggaran DAK Lampung Tengah sebesar Rp 25 miliar disetujui Badan Anggaran (Banggar) DPR. Aan mengaku menyerahkan uang itu kepada Aliza dalam dua tahap.

"Pertama Rp 1,135 miliar, saya kasih Aliza di mal. Uang diambil kawannya ditukar ke bentuk dolar Singapura. Kedua Rp 950 juta di Hotel Veranda saya serahkan Aliza, dan dibawa kawannya, dan ditukarkan ke dolar. Setelah saya kasih ke Aliza, saya lapor ke Taufik," kata Aan.

Mantan Kadis Bina Marga Lamteng Taufik Rahman mengakui adanya pemberian uang tersebut. Taufik membeberkan uang tersebut ada yang berasal dari rekanan yang mendapatkan proyek di Lampung Tengah.

"Rp 600 jutaan dari rekanan-rekanan proyek. (Sisanya) waktu itu pinjam dari Darius, dia konsultan, swasta. Terus ada lagi tambahan dari teman-teman, ada yang mau kasih pinjaman juga, teman-teman di dinas, ada Rama, Heri, dan Sanca, jumlahnya Rp 990 juta," kata Taufik.

 

3 dari 3 halaman

Dakwaan Robin Pattuju

Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) asal Polri Stepanus Robin Pattuju didakwa menerima uang Rp 11.025.077.000 dan USD 36 ribu atau jika dirupiahkan senilai Rp 513.297.001. Jika ditotal setara dengan Rp 11,5 miliar.

Jaksa menyebut Robin menerima suap sejak Juli 2020 hingga April 2021. Suap berkaitan dengan penanganan kasus di KPK. Robin menerima suap bersama dengan seorang pengacara bernama Maskur Husain.

Berikut rincian uang yang diterima Robin bersama Maskur Husain:

1. Dari Wali Kota Tanjungbalai Muhamad Syahrial sejumlah Rp 1.695.000.000.

2. Dari Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dan politikus Partai Golkar Aliza Gunado sejumlah Rp 3.099.887.000 dan USD 36 ribu.

3. Dari Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priatna sejumlah Rp 507.390.000.

4. Dari Usman Effendi sejumlah Rp 525.000.000.

5. Dari mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari sejumlah Rp 5.197.800.000.

Atas perbuatannya, Robin didakwa melanggar Pasal Pasal 12 huruf a jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 11 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 65 ayat (1) KUHP

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.