Sukses

Jalan Panjang Latisha Rosabelle, Inisiator Petisi Penghapusan Tes Keperawanan Kowad

Latisha Rosabelle merasa bahagia lantaran tes keperawanan bagi calon prajurit wanita dalam ujian calon Korps Wanita Angkatan Darat (Kowad) sudah dihapus.

Liputan6.com, Jakarta - Latisha Rosabelle merasa bahagia lantaran tes keperawanan bagi calon prajurit wanita dalam ujian calon Korps Wanita Angkatan Darat (Kowad) sudah dihapus.

Bagaimana tidak, Latisha Rosabelle merupakan inisiator petisi penghapusan tes keperawanan bagi calon prajurit wanita yang mendapat respons positif dari Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Andika Perkasa.

Meski belum ada dokumen terbuka secara formal bahwa tes keperawanan itu sudah dihapus, tetapi setidaknya usaha Latisha selama 4 tahun mengalami kemajuan.

Tisha, sapaan akrabnya, bercerita jika dirinya membuat petisi mengenai penghapusan tes keperawan Kowad sejak 2017 silam saat masih berada di Perancis.

Diakui Tisah, niat awal membuat petisi penghapusan tes keperawanan saat masih duduk di kelas 10 atau kira-kira 2016.

"Dan saat itu saya sedang menulis makalah riset pendek tentang konsep keperawanan di Indonesia," cerita Tisha dalam konferensi pers bersama change.org, Rabu (1/9/2021).

Berikut jalan panjang Latisha Rosabelle, inisiator petisi penghapusan tes keperawanan bagi calon prajurit wanita dalam ujian calon Korps Wanita Angkatan Darat (Kowad) dihimpun Liputan6.com:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 7 halaman

Berawal dari Menulis Riset Konsep Keperawanan

Latisha Rosabelle atau Tisha menceritakan perjalanannya membuat petisi ketika sedang menulis riset tenang konsep keperawanan Indonesia. Saat itu dirinya tinggal di Perancis.

Sebelum membuat petisi penghapusan tes keperawanan pada 2017, Tisha sudah berniat sejak 2016 saat dia masih bersekolah kelas 10.

"Dan saat itu saya sedang menulis makalah riset pendek tentang konsep keperawanan di Indonesia," ungkap Tisha dalam konferensi pers bersama change.org, Rabu (01/9/2021).

 

3 dari 7 halaman

Sempat Ingin Jadi TNI

Tisha mengungkapkan sebagai anak Indonesia ingin menjadi pasukan pengamanan negara yang ingin melindungi banyak masyarakat di Indonesia.

Tetapi karena mengetahui tentang tes keperawanan menjadi salah satu tes prajurit wanita, Tisha menunda niatnya.

Lalu setelah menunda niatnya, Tisha bertanya langsung kepada dua prajurit wanita mengenai ada atau tidaknya mengenai tes keperawanan dalam seleksi tes.

"Mereka kaku, saling pandang wajah satu sama lain. Itu menjadi konfirmasi cukup bagi saya," kata Tisha.

Dengan reaksi dari kedua prajurit tersebut, Tisha memutuskan membuat membuat petisi di 2017 dibanding terjun langsung menjadi prajurit dan mengikuti rangkaian tes yang ia saksikan.

 

4 dari 7 halaman

Bermodalkan 46.000 Tanda Tangan Petisi

Petisi yang dibuat Tisha awalnya tidak banyak dukungan masyarakat. Seiring waktu berjalan, masyarakat mulai mendukung petisi tersebut.

Hingga pada 2021, sudah ada 46.000 masyarakat yang menandatangi petisi yang dia buat.

Tisha semakin bersemangat dengan petisi yang dibuatnya untuk menghapus tes keperawanan seleksi tes prajurit wanita.

"Saya semakin yakin untuk maju," tegasnya.

Dengan 46.000 tanda tangan dukungan petisi tersebut, Tisha mengirim surat elektronik ke seluruh media massa dan instansi pemerintah. Tetapi saat itu belum ada yang merespons untuk mempublikasikan perkembangan tersebut.

 

5 dari 7 halaman

Tak Pantang Menyerah, Dipanggil KSP

Tisha pantang menyerah dengan petisi yang dibuatnya belum direspons semua pihak. Dia terus mengirimkan hasil tanda tangan petisi tersebut ke berbagai pihak.

Pada 4 Maret 2021, Tisha dipanggil oleh Pihak Kantor Staf Presiden (KSP) untuk datang dan berdiskusi mengenai concernnya terkait petisi yang dibuat mengenai penghapusan tes keperawanan.

Pada 8 Maret 2021, bertepatan dengan hari perempuan sedunia, Tisha mengirimkan kembali surat ke instansi pemerintah terkait.

Instansi pemerintah tersebut yakni Presiden Joko Widodo, Kepala TNI Angkatan Darat, Kepala TNI Angkatan Laut, Kepala TNI Angkatan Udara, Kapolri, Panglima TNI, Komnas Perempuan, Komnas HAM, dan berbagai instansi lainnya.

Isi surat yang dia kirim memuat tiga hal. Pertama mengenai prosedur tes keperawanan tidak berbasis ilmiah. Kedua, tes keperawanan itu melanggar HAM. Ketiga, tes ini merupakan bentuk diskriminasi berbasis gender.

Pada 30 Juli, Komnas HAM akhirnya merespon surat Tisha. Respon yang tidak sesuai dengan keinginan Tisha. Komnas HAM tidak akan menindak lanjut surat tersebut karena menurut Komnas HAM sudah sesuai dengan undang-undang.

 

6 dari 7 halaman

TNI AD Merespons Surat

Tisha mendapat respon yang lebih efektif karena mengkontak TNI secara langsung. Tetapi, saat itu dia belum mendengar berita mengenai surat yang dikirimkan sudah diresmikan atau belum.

"Tapi pada saat itu saya belum mendengar apa-apa," ungkap Tisha.

Tisha berharap tes keperawan akan segera diresmikan ke dalam dokumen yang terbuka ke publik sehingga dapat diimplementasikan secara efektif.

"Saya harap penghapusan tes keperawanan akan diresmikan dalam dokumen yang terbuka ke publik dan di implementasikan secara efektif. Saya juga harap para pemimpin-pemimpin TNI mengimbau atau setidaknya mengajak pihak TNI AL dan AU untuk menunjukkan komitmen yang sama," jelas Tisha.

 

7 dari 7 halaman

Tes Keperawanan Resmi Dihapuskan

Penghapusan tes keperawaan di TNI AD dituangkan dalam Juknis Nomor B/1372/VI/2021 tertanggal 14 Juni 2021 Tentang Penyempurnaan Juknis Pemeriksaan Uji Badan TNI AD.

Dokumen tersebut ditanda tangani langsung oleh Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Andika Perkasa.

Selain itu, hymen atau kata selaput dara juga ditiadakan dalam berkas formulir dan administrasi apapun.

"Di TNI AD bahkan kata-kata hymen pun dihilangkan dalam formulir tersebut kecuali ada hymen inverporata," kata Budiman dalam diskusi virtual, Rabu (1/9/2021).

Budiman menjelaskan, hymen inverporata merupakan kasus yang langka. Yakni selaput dara yang tidak berlubang sehingga menyebabkan darah menstruasi dapat bertumpuk dan membahayakan si penderita.

"Jarang terjadi, namun jika terjadi harus ditolong karena darah menstruasi akan menumpuk," ungkap Budiman.

 

(Lesty Subamin)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.