Sukses

HEADLINE: PPKM Level 3-4 Kembali Diperpanjang, Apa Evaluasi dan Strategi Terbaru?

Satu-satunya cara agar PPKM tak lagi diperpanjang adalah dengan memenuhi target yang dapat mengendalikan pandemi Covid-19.

Liputan6.com, Jakarta Seperti sudah diduga, pemerintah memutuskan untuk melanjutkan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4, Level 3, dan Level 2 di Jawa dan Bali mulai 10 hingga 16 Agustus 2021.

Tak hanya untuk Jawa-Bali, kebijakan PPKM juga diperpanjang untuk wilayah di luar itu. Bahkan, penerapannya lebih lama daripada di wilayah Jawa-Bali.

"Khusus di luar Jawa dan Bali akan diberlakukan perpanjangan (PPKM) selama dua minggu, yaitu tanggal 10 sampai tanggal 23 Agustus," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Senin (9/8/2021) malam.

Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI), Masdalina Pane melihat langkah ini sebagai hal yang wajar. Alasannya, karena target-target atau indikator dari pengendaliann Covid-19 itu belum tercapai.

"Jadi setidaknya ada empat indikator dalam pengendalian itu, selain dari penurunan jumlah kasus juga positivity rate, kemudian kematian, positivity rate kita itu kan masih di atas 20 persen, artinya penularan itu masih banyak," ujar Masdalina kepada Liputan6.com, Selasa (10/8/2021).

Dia mencontohkan bed occupancy rate (BOR) atau tingkat keterisian tempat tidur di DKI Jakarta yang untuk rawat inap memang turun jauh, tapi yang ICU masih tinggi. Hal itu menandakan kasus kematian masih tinggi sehingga ada alasan kuat PPKM kembali diperpanjang. Artinya belum memenuhi indikator-indikator pengendalian.

"Intinya bukan levelnya, tapi bagaimana target yang ditetapkan pemerintah bisa tercapai. Setidaknya ada tiga target, yang pertama testing, pemerintah menarget testing itu 400 ribu hingga 500 ribu per hari. Tapi sampai hari ini kita belum pernah sampai 300 ribu," jelas Masdalina.

Jadi, lanjut dia, bagaimanapun bentuk PPKM yang dilakukan, selama target itu belum tercapai, tidak akan bisa selesai pandeminya. Dia mencontohkan ketika Presiden Joko Widodo menyatakan pada Juni dan Juli harus dilakukan vaksinasi sebanayak satu juta per hari dan pada Agustus dua juta per hari.

"Dalam 48 hari vaksinasi, yang mencapai satu juta hanya 12 hari, yang dua juta hanya satu hari. Hal ini menandakan kalau pemerintah belum atau tidak konsisten terhadap target," jelas Masdalina.

Demikian pula soal kasus positif yang dinyatakan turun. Menurut dia, penurunan kasus sekarang ini tidak benar-benar menyatakan kasus itu turun, karena testing kita rendah. Kalau testing rendah artinya kasus juga rendah. Tapi, apakah benar di populasi itu kasusnya rendah, belum tentu.

"Alasannya, kematian kita tinggi, artinya banyak kasus di populasi tidak terdeteksi, baru terdeteksi ketika mereka bergejala berat dan kritis, penanganannya telat. Kalau kita cepat penanganannya tentu mereka akan terdeteksi di populasi. Terdeteksi bukan dalam kondiai berat, tapi masih dalam kondisi tanpa gejala atau ringan," jelas Masdalina.

Karena itu, lanjut dia, satu-satunya cara agar PPKM tak lagi diperpanjang adalah dengan memenuhi target yang dapat mengendalikan pandemi Covid-19. Selain itu, pemerintah harus punya strategi untuk mencapai target itu. Misalnya strategi memenuhi target vaksinasi.

"Terkait masalah vaksin, kita tahu ketersediaan vaksin di banyak daerah tidak ada, karena vaksin kita kan memang bertahap dan harus diproses lagi, jadi panjang birokrasinya, distribusi bermasalah juga. Terlalu birokratis karena harus ke gubernur dulu, bupati, yang enggak ada urusan sebenernya dengan vaksin," jelas Masdalina.

Menurut dia, vaksin itu harus dekat dengan rakyat, paling tidak di puskesmas. Jadi kalau mengirim vaksin dari pusat harusnya langsung ke puskesmas, karena puskesmas adalah layanan yang paling dekat dengan masyarakat.

"Kalau dikasih ke kantor gubernur, contoh kantor Gubernur Jawa Barat di Bandung, sementara yang mau divaksinasi di Majalengka, jauh amat," pungkas Masdalina.

 

Infografis PPKM Diperpanjang, Perbedaan Level 3-4 di Jawa-Bali. (Liputan6.com/Abdillah)

Ungkapan senada datang dari ahli epidemiologi dari Griffith University Australia Dicky Budiman. Dia mengatakan langkah memperpanjang PPKM ini adalah keputusan yang tepat. Pasalnya, Indonesia membutuhkan waktu untuk pemulihan di sektor kesehatan.

"Pemulihan ini menyangkut kesiapan di strategi penyangga atau strategi yang harus dilakukan secara konsisten di 3T dan 5M," kata Dicky melalui pesan suara kepada Liputan6.com, Selasa (10/8/2021).

Ia menambahkan, perpanjangan PPKM ini juga tepat mengingat dapat berfungsi untuk menghindari kerumunan dan mobilitas dalam perayaan HUT Kemerdekaan RI atau Agustusan pekan depan.

"Ini mencegah agar usaha PPKM sebulan ke belakang tidak sia-sia akibat orang-orang yang abai," ujar dia.

Dicky berpendapat, setelah perpanjangan PPKM ini, bisa saja terjadi pelonggaran untuk Jawa-Bali. Mengingat, PPKM yang dilakukan sebelumnya menunjukkan pengaruh yang baik.

"Ada keberhasilannya, menekan kasus, skenario terburuk tidak terjadi, itu suatu keberhasilan karena tanpa bantuan PPKM akan sulit menghindari skenario terburuk," jelas Dicky.

Hingga kini, Indonesia belum melewati puncak beban di fasilitas kesehatan dan angka kematian. Maka dari itu, hingga akhir Agustus tampaknya masih rawan.

"Dari data saya akui ada perubahan yang baik, tapi belum signifikan karena kita melihat dari dua data utama di awal dan di akhir," ujar Dicky.

Menurut dia, data yang sangat perlu diperhatikan adalah test positivity rate atau tes angka positif. Sayangnya, selama PPKM angka positif masih jauh sekali dari yang ditargetkan di bawah 10 persen, apalagi 5 persen.

Ini menunjukkan bahwa laju penularan di komunitas sangat tinggi. Artinya, sebagian besar kasus infeksi di masyarakat atau di sebagian besar klaster tidak terdeteksi.

"Itu yang berbahaya karena itulah yang akan menambah percepatan penyebaran dari virus ini, kemudian bertambah kasus infeksi dan akhirnya menambah kasus kematian di masyarakat," terang Dicky.

Angka positif yang tinggi menjadi salah satu hal yang masih belum bisa dikendalikan selama PPKM. Hal ini dikarenakan cakupan tes tidak meningkat secara signifikan dan belum sesuai dengan skala penduduk di masing-masing daerah maupun eskalasi pandeminya.

Yang dimaksud eskalasi pandemi, jika ada 30 ribu kasus baru maka perlu ada minimal 600 ribu tes. Jika kasus ada 50 ribu, maka tesnya satu juta.

"Ini yang belum pernah kita lakukan," dia menandaskan.

Sementara itu, Juru Bicara Pemerintah untuk Program Vaksinasi Covid-19, Siti Nadia Tarmizi memastikan terjadi penurunan kasus serta jumlah pasien Covid-19 yang dirawat meski PPKM diperpanjang pemerintah.

"Kita masih menerapkan PPKM tentunya sebagai antisipasi peningkatan kasus di luar Jawa dan Bali, termasuk penerapan PPKM Level 4 di daerah luar Jawa dan Bali. Selain itu (perpanjangan PPKM) untuk meningkatkan testing dan tracing sesuai Inmendagri yang terus didorong kepada pemda setempat," jelas Nadia kepada Liputan6.com, Selasa (10/8/2021).

 

Sedangkan terkait kelangkaan vaksin di daerah, dia menjelaskan hal tersebut sudah diatasi. Pengiriman vaksin sudah dilakukan ke provinsi untuk kemudian didistribusikan ke wilayah masing-masing.

"Saat ini vaksin sudah diterima di gudang Dinkes Provinsi ya, karena kita sudah mengirimkan dari minggu lalu," kata Nadia.

Pengiriman vaksin Covid-19 setiap minggu, katanya memang tergantung dari vaksin yang diterima dari pasokan produsen luar negeri.

Terkait vaksin bulk (setengah jadi) yang diterima Indonesia, hal itu butuh waktu sekitar 2-3 minggu untuk menjadi vaksin Covid-19 jadi.

Namun begitu, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan ini tak bisa memastikan apakah perpanjangan PPKM ini akan menjadi yang terakhir atau tidak.

"Ditunggu saja ya, ini masih satu hari pelaksanaan perpanjangan PPKM, nanti kita lihat lagi ya," tutup Nadia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Bersiap Hidup Bersama Covid

Ada pandangan bahwa angka jumlah kasus Covid-19 yang dirilis pemerintah jauh lebih kecil dari fakta di lapangan. Dengan kata lain, saat ini sebenarnya masyarakat secara tidak langsung sudah hidup berdampingan dengan Covid-19.

Bahkan, menurut Ketua Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), dr Tri Yunis Miko Wahyono, setidaknya separuh dari masyarakat sudah terpapar virus tersebut.

"Prevalensi (Jumlah keseluruhan kasus atau penyakit yang terjadi pada suatu waktu tertentu di suatu wilayah) orang terkena Covid-19 di Jawa-Bali menurut saya sudah 50% sejak masuknya varian Delta pada Maret 2021 sampai puncaknya Juni kemarin. Itu di luar dari OTG. mereka yang OTG dan bergejala anggaplah fifty-fifty," beber Miko kepada Liputan6.com, Selasa (10/8/2021).

Jadi dengan menurunnya angka kasus ini, lanjut dia, sampai saat ini (Agustus) bisa dikatakan prevalensi sudah 65% yang sudah pernah terinfeksi, artinya tersisa 35% lagi.

"Kemudian dari 35% itu katakanlah sudah divaksin 25%-nya, artinya tinggal sisa 10% dari total populasi Jawa-Bali yang belum terinfeksi dan belum divaksin, jadi pelandaian angka kasus itu bisa terjadi," tegas Miko.

Lantas, bagaimana setelah PPKM berakhir? Apakah akan ada sejumlah pelonggaran karena kita sudah terbiasa hidup dengan Covid-19? Misalnya warga sudah bisa nongkrong lagi dan bersosialisasi?

"Sebenarnya bisa saja (dilonggarkan), kita dine in lagi, tapi dengan sejumlah penyesuaian, seperti penggunaan tabir sebagai sekat antar pengunjung. Hal itu sebenarnya sudah mulai diterapkan di Jawa-Bali, sehingga nantinya setelah 16 Agustus akan terjadi penyesuaian agar kita terbiasa sampai di 2022 sehingga sudah beradaptasi. Soalnya, kapan kita mau lepas masker kalau memang situasi di lapangan tidak ada yang diubah?" Miko memungkasi.

Pemikiran lebih jauh lagi disampaikan epidemiolog dari Centre for Environmental and Population Health Griffith University Australia, Dicky Budiman. Dia mengatakan, pemerintah harus segera menyiapkan roadmap hidup berdampingan dengan Covid-19. Menurutnya, negara-negara maju sudah melakukan itu.

"Bahwa menyiapkan roadmap hidup berdampingan memang harus seperti itu dan semua negara melakukan itu, negara-negara maju seperti Australia dan Singapura sudah melakukan itu," katanya, Selasa (10/8/2021).

"Yang namanya hidup sama Covid ini ya lama, karena ini menjadi endemi, kalau jadi endemi itu bisa 5-10 tahun lebih dengan manusia, itu namanya berdampingan dengan Covid," imbuh Dicky.

Meski begitu, kata dia, saat ini RI belum mempunyai strategi yang jelas dan komprehensif untuk membuat roadmap tersebut. Budi menyebut, wabah yang pernah dihadapi sebelumnya bisa menjadi pelajaran untuk membuat roadmap hidup berdampingan dengan Covid.

"Karena kita negara yang sudah lama berdiri dan bukan hanya bergelut dengan Covid saja. Dulu juga banyak menghadapi wabah, jadi memang ini (roadmap) harus dibuat dengan bahasa yang bisa dipahami oleh semua level pemerintahan dan tentu masyarakat," tuturnya.

Selain itu, Dicky menambahkan, ke depan dunia kemungkinan akan menerapkan paspor vaksin. Sehingga, orang yang berpergian harus sudah divaksin Covid-19. Serta, negara maju cenderung akan menentukan jenis vaksin yang efektif.

"Terutama berkaitan efektivitasnya dengan varian varian baru, jadi paspor vaksin itu akan menjadi tren dan itu sebenarnya bukan hal baru sebelumnya juga seperti itu di wabah wabah sebelumnya," tuturnya.

Menurutnya, vaksinasi yang nantinya akan menjadi syarat untuk penerapan aktivitas masyarakat di Indonesia harus dilaksanakan bertahap. Serta, harus ada indikatornya di suatu wilayah untuk bisa menerapkan vaksinasi menjadi syarat beraktivitas.

"Misalnya dengan tes positivity rate yang sudah 5 persen paling tinggi, angka kematian sudah satu digit, kemudian efikasi vaksin yang sudah jelas bahwa dia setidaknya misalnya ya katakanlah di atas 50 persen mencegah penularan (di wilayah) harus seperti itu, tapi datanya saat ini belum ada untuk itu, artinya indikator itu belum terpenuhi," katanya.

"Inilah sebabnya mengapa (roadmap) ini harus dilaksanakan secara bertahap, selain cakupan vaksinasinya sendiri yang masih belum mencapai target 50 persen di semua wilayah ya itu akan sulit dan jadi tidak fair untuk masyarakat," pungkas Dicky.

 

Infografis PPKM Diperpanjang, Perbedaan Level 3-4 di Luar Jawa-Bali. (Liputan6.com/Abdillah)

Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, virus corona kemungkinan akan hidup cukup lama dengan masyarakat Indonesia. Maka dari itu, pemerintah akan menyusun roadmap untuk mengatur aktivitas masyarakat karena hidup berdampingan dengan Covid-19.

"Presiden berikan arahan ke depannya kemungkinan besar bahwa virus ini akan hidup cukup lama bersama kita. Jadi arahan Presiden kita harus miliki roadmap gimana kalau ke depannya virus ini hilang butuh waktu sampai tahunan," katanya saat jumpa pers virtual, Senin (9/8/2021).

Budi menambahkan, pemerintah ingin aktivitas masyarakat dan ekonomi tetap bisa berjalan dengan kondisi yang lebih aman. Maka, pemerintah akan segera membuat pilot project yang mengatur secara digital penerapan-penerapan protokol kesehatan di 6 aktivitas utama.

"Perdagangan modern seperti mal, departmen store, perdagangan tradisonal seperti pasar basah atau toko kelontong, kantor dan kawasan industri,transportasi baik darat laut udara, pariwisata hotel resto event, keagamaan, pendidikan," terangnya.

Budi melanjutkan, protokol kesehatan yang mendampingi kehidupan masyarakat ke depan bisa benar-benar praktis. Misalnya berbasis digital atau teknologi informasi (IT).

"Dan udah diputuskan Presiden akan gunakan aplikasi peduli lindungi sebagai dasar dan minggu depan mulai di beberapa mal kerja sama dengan asosiasi mal Indonesia," jelas Budi.

Sementara, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan meminta masyarakat tetap waspada dengan penularan Covid-19. Dia menegaskan bahwa pandemi virus corona belum berakhir.

"Saya ingin ingatkan teman-teman semua, kita semua rakyat Indonesia, super hati-hati menghadapi ini. Kita tidak perlu jemawa bahwa ini sudah selesai, masih jauh dari selesai," kata Luhut.

Luhut menambahkan, kemungkinan kedepan nanti hidup bakal akan serba digital. Kemudian, kartu vaksinasi dan protokol kesehatan juga tetap diutamakan.

"Kita ke depan mungkin akan hidup seperti ini di mana semua akan makin banyak digitalize, jadi kita akan banyak mengandalkan kartu vaksinasi atau cue card atau nanti masker, cuci tangan, dan seterusnya," ucapnya.

Kemudian, semua pembayaran akan direkomendasikan tanpa menggunakan uang tunai. Sehingga, pembayaran bisa lewat aplikasi di handphone.

"Jadi semua pembayaran juga orang akan kurangi dengan cash, lanjut juga mungkin handphone. Ini saya kira ini ambil saja hikmahnya," pungkas Luhut.

3 dari 3 halaman

Fokus Luar Jawa-Bali

Pemerintah memutuskan untuk melanjutkan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4, Level 3, dan Level 2 di Jawa dan Bali mulai 10 hingga 16 Agustus 2021. Keputusan ini diambil usai mempertimbangan berbagai aspek dan masukan berbagai ahli.

"Atas arahan Presiden Republik Indonesia maka PPKM Level 4, 3, dan 2 di Jawa Bali akan diperpanjang sampai tanggal 16 Agustus 2021," kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan dalam konferensi pers, Senin (9/8/2021) malam.

Yang khusus pada perpanjangan PPKM ini, pemerintah akan menguji coba pembukaan mal atau pusat perbelanjaan.

"Pemerintah akan melakukan uji coba pembukaan secara gradual (bertahap) untuk mal, pusat perbelanjaan di wilayah dengan level 4 dengan memperhatikan implementasi prokes (protokol kesehatan)," kata Luhut.

Dia merinci uji coba pembukaan mal ini hanya dilakukan di Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Semarang.

"Kita buka dengan kapasitas 25 persen selama seminggu ke depan dan dengan protokol kesehatan yang ketat," jelas Luhut.

Prasyarat untuk bisa masuk ke mal dan pusat perbelanjaan adalah dengan membuktikkan pengunjung membawa kartu vaksin Covid-19. Namun, bagi mereka yang berusia di bawah usia 12 tahun, serta usia di atas 70 tahun dilarang masuk.

"Hanya mereka yang sudah divaksinasi, saya ulangi, hanya mereka yang sudah divaksinasi dapat masuk ke mal dan harus menggunakan aplikasi pedulilindungi. Anak di bawah umur 12 tahun dan di atas 70 akan dilarang untuk masuk ke dalam mal, pusat perbelanjaan sementara ini," kata Luhut.

Tak hanya untuk Jawa-Bali, kebijakan PPKM juga diperpanjang untuk wilayah di luar itu. Bahkan, penerapannya lebih lama daripada di wilayah Jawa-Bali.

"Khusus di luar Jawa dan Bali akan diberlakukan perpanjangan (PPKM) selama dua minggu, yaitu tanggal 10 sampai tanggal 23 Agustus," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Senin malam.

Menurut dia, keputusan ini diambil karena kasus Covid-19 di luar Pulau Jawa-Bali masih belum menurun. Berdasarkan hasil asesmen, ada 45 kabupaten/kota di luar Jawa-Bali yang masih menerapkan PPKM Level 4.

Sedangkan, 302 kabupaten/kota masuk asesmen level 3 yang sebagian level 4. Adapun 39 kabupaten/kota lainnya masuk kategori asesmen level 2.

Adapun kasus Covid-19 di daerah Jawa-Bali telah turun 59,6 persen per 9 Agustus 2021. Sementara itu, kasus Covid-19 di luar Jawa dan Bali berkontribusi 46,5 persen dari total kasus nasional.

"Karena (luar Jawa-Bali) memang berbeda dengan Pulau Jawa yang sudah menurun. Maka, yang di luar Jawa ini karena kepulauan dan wilayahnya luas maka akan diperpanjang selama 2 minggu," kata Airlangga.

Dia menyampaikan ada 45 kabupaten/kota di 18 provinsi luar Jawa-Bali yang masuk kategori risiko tinggi dan menerapkan PPKM level 4. Sedangkan, 302 kabupaten/kota masuk asesmen level 3 dan 39 kabupaten/kota di level 2.

Berikut daftar daerah yang masuk kategori risiko tinggi dan menerapkan PPKM Level 4 hingga 23 Agustus 2021:

1. Provinsi Aceh: Kota Banda Aceh;

2. Provinso Sumatera Utara: Kota Medan dan Kota Pematangsiantar;

3. Provinsi Sumatera Barat: Kota Padang;

4. Provinsi Riau: Kota Pekanbaru, Kabupaten Siak, Kabupaten Rokan Hulu, dan Kota Dumai;

5. Provinsi Jambi: Kabupaten Batanghari,Kabupaten Merangin, dan Kota Jambi;

6. Gubernur Sumatera Selatan: Kota Palembang;

7. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung:Kabupaten Bangka;

8. Provinsi Bengkulu: Kabupaten BengkuluUtara;

9. Provinsi Lampung yaitu Kabupaten Pringsewu, Kabupaten Tulang Bawang Barat, Kabupaten Lampung Timur, Kota Bandar Lampung, Kabupaten Lampung Selatan, dan Kabupaten Lampung Barat;

10. Provinsi Kalimantan Utara: Kota Tarakan;

11. Provinsi Kalimantan Tengah: KotaPalangkaraya;

12. Provinsi Kalimantan Timur: Kota Balikpapan, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Paser, dan Kota Samarinda;

13. Provinsi Kalimantan Selatan: KotaBanjarbaru, Kabupaten Tanah Laut, KotaBanjarmasin, Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Barito Kuala, dan Kabupaten Kotabaru;

14. Provinsi Nusa Tenggara Timur: Kota Kupang, Kabupaten Ende, Kabupaten Sumba Timur, dan Kabupaten Sikka;

15. Provinsi Sulawesi Utara: KabupatenMinahasa dan Kota Manado;

16. Provinsi Sulawesi Tengah: Kota Palu,Kabupaten Banggai, dan Kabupaten Poso;

17. Provinsi Sulawesi Selatan: Kota Makassar dan Kabupaten Luwu Timur;

18. Provinsi Papua: Kota Jayapura

Untuk wilayah luar Jawa-Bali, pemerintah juga mengizinkan sekolah tatap muka digelar di wilayah PPKM level 3.

"Perubahan pengaturan PPKM Level 3 luar Jawa-Bali, kegiatan belajar mengajar dapat dilakukan tatap muka maksimal 50 persen," ujar Airlangga Hartarto.

Selain itu, industri orientasi ekspor dan penunjangnya juga dapat beroperasi 100 persen dengan protokol kesehatan yang ketat. Namun, harus ditutup selama lima hari apabila ditemukan klaster penyebaran Covid-19.

Airlangga mengatakan, restoran diperbolehkan makan di tempat dengan maksimum 50 persen dari total kapasitas dan protokol kesehatan ketat. Sementara itu, mal dan pusat perbelanjaan di wilayah PPKM level 3 luar Jawa-Bali diperbolehkan buka hingga pukul 20.00 waktu setempat dengan maksimal 50 persen kapasitas dan wajib memakai masker.

Selain itu, pemerintah juga mengizinkan tempat ibadah di wilayah PPKM level 3 buka dengan kapasitas maksimal 50 persen.

"Tempat ibadah 50 persen kapastias 50 orang dengan prokes ketat. Ini yang khusus level 3. Jadi saya ulangai, ini level 3," jelas Airlangga.

Sementara itu, tempat ibadah luar Jawa-Bali yang berada di level 4 dibatasi maksimal 25 persen dari total kapasitas. Masyarakat yang menjalani ibadah di tempat ibadah diminta menerapkan protokol kesehatan yang ketat.

"Sedangkan tempat ibadah (di PPKM level 4) maksimal 25 persen atau 30 orang dengan prorokol kesehatan ketat," ucapnya.

Seperti diketahui, Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 berakhir pada, Senin (9/8/2021). Pemerintah sendiri telah memperpanjang kebijakan PPKM ini sebanyak tiga kali.

Awalnya, pemerintah menerapkan kebijakan PPKM darurat pada 3-20 Juli 2021 karena lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia. PPKM darurat kemudian kembali diperpanjang sampai 25 Juli 2021 dan pemerintah berjanji akan melakukan pelonggaran apabila kasus virus corona menurun.

Selanjutnya, pemerintah melanjutkan dengan kebijakan PPKM Level 4 dan 3 yang berlaku sejak 26 Juli sampai 9 Agustus 2021.

Presiden Jokowi mengatakan bahwa membawa kebijakan PPKM yang diterapkan 26 Juli sampai 2 Agustus 2021 telah membawa perbaikan terhadap kasus Covid-19 di skala nasional. Salah satunya, menurunkan kasus harian dan kasus aktif Covid-19.

"PPKM level 4 yang diberlakukan 26 Juli sampai dengan 2 Agustus kemarin telah membawa perbaikan di skala nasional dibandingkan sebelumnya. Baik konfirmasi kasus harian, tingkat kasus aktif, tingkat kesembuhan dan presentase BOR (tingkat keterisian tempat tidur)," kata Jokowi dalam konferensi pers, Senin 2 Agustus 2021.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.