Sukses

2 WNA Bawa Sabu Batal Dihukum Mati, Ini Respons Sahabat Polisi Indonesia

Setelah mengajukan banding, PT Banten menganulir hukuman mati tersebut menjadi 20 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun penjara.

Liputan6.com, Jakarta Dianulirnya vonis mati dua warga negara asing yang membawa narkotika jenis sabu membuat organisasi kemasyarakatan Sahabat Polisi Indonesia (SPI) berang. SPI pun meminta ketegasan hukum yang ada di Indonesia.

Sebelumnya, dua warga negara asing, Bashir Ahmed bin Muhammad Umear dari Pakistan dan Adel bin Saeed Yaslam Awadh asal Yaman divonis hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Serang karena membawa 821 kg sabu.

Namun, setelah mengajukan banding, Pengadilan Tinggi Banten malah menganulir hukuman mati tersebut menjadi 20 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun penjara.

"Sikap kita sudah jelas, sangat kecewa dan kita meminta ketegasan dari aparat hukum untuk mengawal kasus ini. Kami meminta jaksa penuntut umum untuk mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung," ujar Ketua DPW Sahabat Polisi Indonesia DKI Jakarta, Fauzi Mahendra di Jakarta, Selasa (29/6/2021).

Dia menambahkan, masuknya narkoba yang begitu banyak akan menjadikan generasi yang datang terancam. Apalagi, Sahabat Polisi Indonesia saat ini banyak memiliki anggota milenial.

"Coba bayangkan berapa generasi yang akan rusak mentalnya karena narkoba. Pokoknya kita mau semua bandar narkoba yang ditangkap supaya dihukum mati," ujar Fauzi.

Tak hanya memberikan komentarnya, bersama segenap elemen anggota SPI, pihaknya akan melakukan kampanye di media sosial untuk mencegah generasi muda mengonsumsi narkoba.

"Kita bisa kampanye di media sosial. Selain itu, kita juga mengapresiasi Polri yang telah susah payah menangkap bandar narkoba. Makanya, sebagai bentuk dukungan, kita akan minta audensi kepada Kapolri," ujar Fauzi.

Sementara itu, Djoddy Prasetio Widyawan selaku Ketua Umum DPP GANI (Generasi Anti Narkoba Indonesia) juga sangat menyesalkan pengajuan banding yang dikabulkan oleh Pengadilan Tinggi Banten.

"Kami menyesalkan keputusan tersebut, dan kami berharap bisa direvisi. Apalagi dengan narkoba yang sebanyaka itu harus dihukum mati. Saya berharap pemerintah, kejaksaan serta pengadilan membuka hati bahwa barang bukti tersebut bisa membunuh generasi muda," ujar Djoddy Prasetio Widyawan dalam keterangan tertulisnya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Latar Belakang Kasus

Terungkapnya kasus ini berawal pada akhir Februari 2020. Diketahui, Bashir dan Adel tiba di Indonesia dan menginap di apartemen milik Adel di Pejaten Timur, Jakarta Selatan.

Mereka tinggal selama 10 hari, hingga Bashir ditelepon Satar yang masih buron dalam kasus ini. Satar meminta Bashir bersiap akan kedatangan sabu yang dikirimnya ke Indonesia.

Bashir pun meminta Adel membantunya. Bantuan dilakukan, sebab Bashir yakin Adel tahu seluk beluk Indonesia karena sudah tinggal lebih lama di Indonesia.

Mereka pun menjalin kontak via WhatsApp. Usai tahu keberadaan Satar, Bashir meminta Adel mencari tempat menyimpan sabu tersebut sesuai dengan lokasi yang dikirimkan Satar.

Mengetahui lokasi ada di Tanjung Lesung, Adel menyanggupin dan menuruti perkataan Bashir untuk mengambil barang tersebut. Mereka pun menyewa ruko seharga Rp 15 juta per tahun untuk menyimpan narkoba tersebut.

Menggunakan mobil sewaan, mereka pun memjemput Satar yang berada di kapal di pinggir pantai. Sabu itu pun dijemput Bashir dan Adel dengan total sebanyak 390 bungkus dengan berat per bungkusnya adalah 1 kilogram.

Penjemputan sabu serupa dilakukan berulang. Kali kedua, mereka lakukan pada Mei 2020, Bashir kembali dihubungi Satar kemudian dijemput di pinggir pantai. Jumlahnya bertambah. Kali ini, sebanyak ada 430 bungkus dengan berat per bungkusnya 1 kilogram.

Sayangnya, aksi kedua mereka terendus polisi. Polisi menggerebek ruko tersebut dan menangkap keduanya. Keduanya pun divonis pidana hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Serang. Namun, dianulir di tingkat banding Pengadilan Tinggi Banten menjadi bui 20 tahun.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.