Sukses

Kejagung Tahan Eks Direktur PT Antam dan 3 Tersangka lainnya Dalam kasus PR IUP Batubara

Leonard menyebut, empat dari enam orang tersebut statusnya telah naik menjadi tersangka.

Liputan6.com, Jakarta Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus menjadwalkan pemeriksaan terhadap delapan orang atas kasus dugaan korupsi dalam poses pengalihan izin usaha pertambangan (IUP) batubara di Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi. 

Namun, hanya enam orang yang penuhi panggilan. Sementara dua orang yakni AT dan MT berhalangan hadir 

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak menerangkan, keenam orang dimintai keterangan perihal mekanisme akuisisi PT. Citra Tobindo Sukses Perkasa (CTSP) oleh PT. Indonesia Coal Resources (ICR).

Adapun identitasnya yang diperiksa yaitu AL selaku Direktur Utama PT. Antam, Tbk periode 2008-2013, HW selaku Direktur Operasional PT. Antam, Tbk, BM selaku Mantan Direktur Utama PT. ICR tahun 2008-2014, MH selaku Komisaris PT. Tamarona Mas Internasional periode 2009-sekarang, BT selaku Karyawan PT. Antam, Tbk, dan DM selaku SM Legal PT. Antam, Tbk tahun 2007-2019. 

Leonard menyebut, empat dari enam orang tersebut statusnya telah naik menjadi tersangka. Mereka adalah AL, HW, BM dan MH. Keempat orang itu pun ditahan selama 20 hari ke depan terhitung 2 Juni 2021 sampai 21 Juni 2021.

"Tersangka BM dilakukan penahanan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, sedangkan 3 orang lainnya yaitu Tersangka AL, Tersangka HW, Tersangka MH dilakukan penahanan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung," kata dia dalam kererangan tertulis, Kamis (3/6/2021).

Kasus ini bermula ketika BM selaku Direktur Utama PT. ICR periode melakukan akuisisi PT. TMI yang memiliki Ijin Usaha Pertambangan Batubara di Kecamatan Mandiangin Kabupaten Sarolangun dalam rangka mengejar ekspansi akhir tahun PT. ICR. 

BM bertemu dengan MT selaku kontraktor batubara pada tanggal 10 November 2010 dan telah ditentukan harga pembelian yaitu Rp. 92.500.000.000 padahal belum dilakukan due dilligence.

Kemudian pada 19 November 2010 dilaksanakan MOU antara PT. ICR-PT. CTSP-PT.TMI-PT. RGSR dalam rangka akuisisi saham PT. CTSP yang memiliki IUP dengan luas lahan 400 hektare. 

Leonard Eben Ezer menerangkan, saat itu PT. ICR tidak memiliki dana untuk akuisisi PT. CTSP,  sehingga AA yang menjabat selaku Komisaris Utama PT. ICR meminta penambahan modal kepada PT. Antam, Tbk sebesar Rp. 150.000.000.000. Setelah dilakukan Kajian Internal oleh PT. Antam, Tbk yang dikoordinir oleh HW. 

AL melalui Keputusan Direksi PT. Antam Tbk Tentang Persetujuan Atas Permohonan Penambahan Modal kepada PT. ICR 4 Januari 2011 dengan dasar Nota Dinas SM Corporate Strategic Development Nomor 515.a/CS/831/2010.

Leonard Eben Ezer menerangkan 31 Desember 2010, Direksi PT. Antam (Persero), Tbk menyetujui untuk dilakukannya penambahan modal disetor kepada PT. ICR sebesar Rp. 121.975.600.00 untuk mengakuisisi 100% saham PT. CTSP yang mempunyai aset batubara di Sarolangun Provinsi Jambi.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kerugian yang Dialami Negara

Dengan tidak dilakukannya kajian internal oleh PT Antam, Tbk secara komprehensif, ditemukan bahwa SK Bupati Sarolangun No.32 Tahun 2010 tentang Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT. TMI (KW.97 KP.211210)  22 Desember 2010 diduga fiktif, karena pada kenyataannya pada lahan 201 Ha ijin usaha pertambangan masih eksplorasi.  

Due dilligence pada lahan 199 hektare yang memiliki IUP OP hanya dilakukan terhadap lahan 30 hektare.

BM dan ATY tidak pernah menunjukkan IUP asli atas lahan tambang batubara yang menjadi objek akuisisi. Setelah dilakukan perjanjian jual beli saham pada 12 Januari 2011,  MH mendapat pembayaran sebesar Rp. 35.000.000.000 dan MT mendapatkan pembayaran Rp. 56.500.000.000.

Perbuatan BM bersama-sama dengan ATY, AA, HW, MH, dan  MT diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp. 92.500.000.000. Akibat perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. 

Kemudian Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP;  Subsidair: Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.