Sukses

Special Content: Vaksin Covid-19 Gratis, Pasokannya Jadi Tantangan Pemerintah

Pemerintah menargetkan 67 persen rakyat Indonesia dapat disuntikan vaksin Covid-19 tahun depan. Hal itu dilakukan agar tercipta herd immunity atau kekebalan masyarakat di suatu negara terhadap Covid-19.

Jakarta - Indonesia terus berjuang lepas dari pandemi. Pemerintah RI menargetkan 67 persen rakyat Indonesia dapat disuntikkan vaksin Covid-19 tahun depan. Hal itu dilakukan agar tercipta herd immunity atau kekebalan masyarakat di suatu negara terhadap Covid-19.

Vaksinasi Covid-19 pada tahap awal akan diprioritaskan untuk para petugas di garda terdepan dalam penanganan pandemi. Sebut saja tenaga kesehatan, TNI, Polri, pekerja di pelayanan publik, termasuk pegawai pemerintah.

Indonesia telah kedatangan 1,2 juta dosis vaksin virus corona Sinovac yang siap digunakan pada 6 Desember 2020. Vaksin ini merupakan buatan perusahaan farmasi Tiongkok. Lalu, pada Januari 2021, akan ada penambahan sebanyak 1,8 juta dosis vaksin siap pakai.

Selain itu, masih ada lagi tambahan 15 juta dosis bahan baku vaksin Covid-19 buatan Sinovac yang diproduksi Biofarma. Tapi, pemerintah masih menanti izin penggunaan darurat dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) untuk vaksin Covid-19.

Pemerintah memilih memakai vaksin Covid-19 dari Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok. Kementerian Kesehatan juga telah memutuskan jenis-jenis vaksin yang dapat diadakan untuk tahap awal dengan pertimbangan telah terdaftar resmi di Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan sudah melewati uji klinis.

Enam jenis vaksin yang ditetapkan Kemenkes untuk pelaksanaan vaksinasi di Indonesia adalah yang diproduksi oleh PT Bio Farma, Moderna, Sinovac, Sinopharm, Astra Zeneca, dan Pfizer/BioNTech. Keenam jenis vaksin COVID-19 itu disebutkan dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor H.K.01/07/Menkes/9860/2020 tentang Penetapan Jenis Vaksin untuk Pelaksanaan Vaksinasi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Juru Bicara Pemerintah untuk Program Vaksinasi Covid-19, Siti Nadia Tarmizi, menyebut pemerintah menargetkan 107 juta penduduk menerima vaksin Covid-19 pada 2021. Angka 107 juta orang tersebut berdasarkan penghitungan 60 persen dari 160 juta penduduk Indonesia yang berada di rentang usia 18-59 tahun.

Seperti diketahui, warga di bawah usia 17 tahun tidak akan mendapat vaksinasi, karena belum terdapat penelitian dan tes lanjutan yang membuktikan vaksin efektif ke kelompok usia tersebut.

Skema Awal

Awalnya, skema pemerintah adalah 32 juta orang menerima vaksin Covid-19 secara gratis, sedangkan 75 juta orang lainnya mesti membayar sendiri (mandiri). Tapi, setelah muncul berbagai masukan agar vaksin diberikan gratis kepada rakyat, pemerintah akhirnya berubah pikiran.

Presiden Joko Widodo atau Jokowi secara langsung mengumumkan bahwa vaksin Covid-19 akan diberikan kepada masyarakat secara gratis. Hal ini diputuskan setelah menerima masukan dari masyarakat dan mengkalkulasi ulang keuangan negara.

"Saya sampaikan bahwa vaksin Covid-19 untuk masyarakat adalah gratis. Sekali lagi, gratis tidak dikenakan biaya sama sekali," jelas Jokowi di Youtube Sekretariat Presiden, Rabu (16/12/2020).

Dia memerintahkan seluruh jajaran kabinet, pimpinan lembaga negara, dan kepala darerah untuk memprioritaskan program vaksinasi di anggaran 2021. Jokowi juga meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani merealokasi anggaran negara untuk ketersediaan dan vaksinasi gratis.

"Sehingga tidak ada alasan bagi masyarakat untuk tidak mendapatkan vaksin," kata dia.

Tidak hanya itu, Presiden Jokowi juga menyatakan, bakal menjadi orang yang pertama kali divaksin, sehingga masyarakat Indonesia ikut percaya dan yakin akan keamanan vaksin tersebut.

Untuk memenuhi vaksinasi Covid-19 kepada 107 juta penduduk Indonesia di rentang usia 18-59 tahun, setidaknya pemerintah membutuhkan minimal sekitar 214 juta dosis vaksin. Setiap satu orang akan disuntikkan dua kali dosis vaksin.

Tapi, menurut Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy, yang melakukan rapat kabinet dengan Presiden Joko Widodo pada Senin (14/12/2020), ada wacana pemberian vaksin kepada 182 juta orang dari jumlah semula 107 juta orang untuk penanggulangan COVID-19.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Tantangan Pemerintah Setelah Umumkan Vaksin Gratis

Berbagai kritik sempat dilontarkan sebagian masyarakat, yang mempertanyakan mengapa pemerintah tidak memberikan vaksin Covid-19 gratis untuk seluruh warga, walaupun akhirnya Presiden Jokowi pun mengumumkan vaksin gratis untuk seluruh masyarakat. Kini muncul pertanyaan kapan tepatnya vaksinasi dimulai?

Di sejumlah negara di dunia, vaksin Covid-19 diberikan secara gratis kepada seluruh rakyatnya. Amerika Serikat, India, Hong Kong, Jepang, Arab Saudi, Perancis, Belgia, Selandia Baru, dan Singapura merupakan sederet negara yang menanggung biaya vaksin rakyatnya.

India yang malah memiliki jumlah populasi jauh lebih besar dari Indonesia yakni sebanyak 1,3 miliar, turut menggratiskan vaksin COVID-19. Jepang bahkan siap menanggung biaya apabila terdapat efek samping yang diderita penduduk yang disuntik vaksin.

Pemberian vaksin COVID-19 gratis bagi seluruh rakyat dianggap sebagai langkah optimal untuk meredam penyebaran pandemi virus corona di Indonesia. Apalagi penularan Covid-19 di Indonesia terus meningkat dengam tambahan 7.354 kasus positif pada Kamis (17/12/2020).

Dengan demikian, total konfirmasi positif Covid-19 di Indonesia sejak pasien pertama diungkap pada awal Maret lalu adalah 643.508. Sebanyak 526.979 telah dinyatakan sembuh dan jumlah meninggal dunia bertambah 142 orang pada Kamis (17/12/2020) sehingga menjadi 19.390.

Setelah vaksin gratis, sekarang pemerintah juga diminta memastikan keamanan vaksin Covid-19 yang akan diberikan kepada masyarakat. Di Indonesia, uji klinis fase ketiga vaksin COVID-19 buatan Sinovac masih dilakukan.

Vaksin tersebut juga diteliti dan diuji dulu oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk mendapatkan izin penggunaan darurat Emergency Use Authorization (EUA). Majelis Ulama Indonesia (MUI) turut menerbitkan fatwa halal atas vaksin ini.

Juru Bicara Pemerintah untuk Program Vaksinasi COVID-19, Siti Nadia Tarmizi, menerangkan, saat ini pemerintah masih dalam tahap persiapan program vaksinasi. Menurut dia, pemerintah terus mematangkan bagaimana strategi pemberian vaksin sambil menunggu kapan BPOM mengeluarkan izin edar penggunaan darurat atau Emergency Use Authorization (EUA).

"Tentunya pasti ada strategi-strategi komunikasi untuk kita mendapatkan sejumlah orang yang menjadi target untuk vaksinasi," terang Siti Nadia saat dihubungi Liputan6.com.

Ketersediaan Vaksin

Lalu, bagaimana ketersediaan vaksin untuk 107 juta orang yang menjadi target pemerintah sebagai penerima vaksin Covid-19? Berapa pula waktu yang dibutuhkan untuk memvaksinasi 107 juta penduduk?

Wanita yang juga menjabat sebagai Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan ini menyebut bahwa pihaknya sudah menyusun buku petunjuk teknis vaksinasi Covid-19 di Indonesia. Berdasarkan road map WHO Strategic Advisory Group of Experts on Immunization (SAGE), vaksin yang tersedia tidak akan cukup untuk diberikan kepada seluruh orang.

Oleh karena itu, ada skala prioritas, khususnya pada tahap awal vaksinasi. Petugas kesehatan, pekerja yang tidak dapat melakukan jaga jarak secara efektif seperti petugas layanan publik, serta orang dengan komorbid (penyakit penyerta) jadi prioritas di tahap awal.

Petunjuk teknis dan aturan lengkap mekanisme vaksinasi Covid-19 dalam tahap upaya pematangan. Adapun mengenai cara pendaftaran penerima vaksinasi Covid-19, sebagaimana tertulis dalam Petunjuk Teknis Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan.

Bahwa data sasaran vaksinasi program diperoleh secara top-down melalui Sistem Informasi Satu Data Vaksinasi Covid-19, yang bersumber dari kementerian/lembaga terkait atau sumber lainnya meliputi nama, NIK, dan alamat tempat tinggal sasaran. Siti Nadia menegaskan, hal itu belum tahap finalisasi. "Buku petunjuk teknis tersebut belum final," ujarnya.

Tantangan Pemerintah

Sementara itu, Tim Asistensi Menteri Koordinator Perekonomian, Raden Pardede, dalam diskusi Menjaga Momentum Pemulihan Ekonomi Nasional secara virtual pada Kamis (17/12), mengakui tidak mudah memperoleh vaksin dalam jumlah banyak. Itu menjadi tantangan pemerintah setelah mengumumkan vaksin gratis kepada seluruh masyarakat.

Saat ini, negara yang memproduksi vaksin COVID-19 jumlahnya masih sangat terbatas. Di sisi lain, permintaan vaksin begitu tinggi dari negara-negara di seluruh dunia. Indonesia juga mesti bersaing dengan negara-negara maju dalam mendapatkan vaksin.

Pemerintah sekarang masih mencari produsen-produsen vaksin baru lainnya dari berbagai negara di dunia. Apalagi jika target vaksinasi benar-benar bertambah menjadi 180 juta orang, tentu dosis vaksin yang dibutuhkan minimal mencapai 360 juta.

3 dari 5 halaman

Setelah Vaksinasi, Lalu Apa?

Tujuan mencapai herd immunity di masyarakat setelah vaksinasi masih butuh perjalanan panjang. Untuk Indonesia yang memiliki jumlah penduduk sangat besar, pelaksanaan vaksinasi kepada warganya tentu butuh waktu tidak sebentar.

Juru Bicara Pemerintah untuk Program Vaksinasi COVID-19, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan, untuk sekarang, target pemerintah adalah menimbulkan kekebalan individu dan kelompok terlebih dahulu setelah vaksinasi. Untuk menjadi kemudian kekebalan massal, masih membutuhkan proses, belum lagi adanya potensi bahwa tidak semua orang mau memvaksinasikan dirinya.

"Vaksinasi ini diikuti banyak orang yang tentunya sesuai dengan target sehingga kita betul-betul bisa mencapai herd immunity. Karena herd immunity itu proses alami di mana yang paling penting dari langkah herd immunity adalah mencapai cakupan jumlah vaksin yang sudah tentukan. Itu juga tergantung ketersediaan vaksin. Karena kalau nanti vaksin sudah resmi di pasaran global, pasti akan ada kekurangan antara supply dan demand," ucap Siti Nadia.

"Jadi, prinsipnya vaksinasi ini kan sebenarnya adalah memberikan tambahan imunitas supaya kalau nanti kita terinfeksi virus corona, kita tuh tidak jadi sakit yang berat. Artinya, dia (vaksin) menambah kekebalan tubuh kita, fungsi vaksin ini. Jadi, vaksin bukan melindungi kita untuk kita tidak tertular Covid-19 ya. Tapi, dia melindungi kita bila kita terpapar COVID-19, itu bisa enggak jadi sakit. Atau kalau kita sakit, sakitnya ringan atau malah tidak bergejala."

Bersifat Sekunder

Siti Nadia menekankan, vaksin adalah upaya pencegahan yang sifatnya sekunder. Sebab, menurut dia, upaya pencegahan primer tetap 3M (mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak) dan vaksin sebenarnya menambah benteng pertahanan manusia dari terpapar virus corona.

"Makanya saya sampaikan bahwa di tahap awal yang kita ketahui bahwa vaksin ini adalah mencegah kita jadi tidak sakit berat. Itu mengapa orang yang punya risiko terpapar COVID-19 lebih besar diprioritaskan vaksin, misalnya dokter, tenaga medis, karena kan mereka bertemu penderita COVID-19 kan, pasti banyak virus yang dia temui setiap harinya dibandingkan kita yang keluar dari rumah hanya beraktivitas. Itulah kenapa garda terdepan menjadi penting untuk dilakukan vaksinasi terlebih dahulu," papar wanita berhijab ini.

"Vaksin bukan untuk membuat kita kebal, berbeda dengan jenis vaksin lain yang misalnya pada anak, vaksin cacar yang tidak membuat kita terkena sakit cacar. Ini agak berbeda. Ini masih memungkinkan kita untuk menderita penyakit Covid-19, tapi sakitnya jadi tidak berat.

Siti Nadia mengakui, vaksinasi memang harus dilakukan dalam jangka waktu sesegera mungkin dan dengan cakupan tertentu. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memvaksinasi 107 juta orang, apalagi pasokan vaksin yang sekarang ini masih terbatas. 

"Nanti kita melihat bagaimana ketersediaan vaksin juga. Ini bagian yang sedang kita kaji, strategi pemberian vaksinasinya. Apakah nanti kita cuma punya vaksin sekian, maka ini harus dilakukan per provinsi dulu, seperti itu. Ataukah kita lakukan secara langsung, secara regional. Itu yang masih dalam kajian."

Sejauh ini, pemerintah menetapkan Pulau Jawa dan Bali sebagai prioritas penerima vaksin Covid-19, karena wilayah tersebut memiliki kasus virus corona paling banyak. Berdasarkan peta sebaran kasus per provinsi dari Satgas Covid-19 menunjukkan DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Riau, Kalimantan Timur, dan Bali mencatat kasus tinggi.

4 dari 5 halaman

Pemerintah Tergesa-gesa?

Inisiator Pandemictalks, Mutiara Anissa, menilai langkah pemerintah memesan vaksin Sinovac seperti tergesa-gesa. Sebab, data efikasi vaksin dari perusahaan Tiongkok tersebut belum dibuka ke publik.

Di kala perusahaan seperti AstraZeneca (62-90%), Moderna (95%), Pfizer (95%) dan Sputnik (92%) sudah mengeluarkan angka efikasi dari hasil uji klinis 3, Sinovac hingga kini memang belum juga melakukan hal yang sama.

"Jadi, beberapa perusahan vaksin di dunia itu sudah mengeluarkan data preliminary, atau data interim, meski laporan lengkapnya belum ada. Tapi, data-data awal perusahaan vaksin itu lumayan menarik, jadi mereka mengeluarkan angka efikasi awalnya," ujar Mutiara kepada Liputan6.com.

"Kalau Sinovac sendiri belum mengeluarkan data interim atau data lengkapnya. Kalau Sinovac sudah mengeluarkan data interim, baru BPOM bisa memakainya dan mengeluarkan izin."

"Kalau saya sebagai scientiest melihatnya memang pemesanannya untuk sampai ke Indonesia tergesa-gesa. Cuma memang pasti ada alasan kenapa suatu negara itu preorder atau booking vaksin tersebut. Apalagi kalau sudah sampai di sini, tak mungkin dibalikin. Menurut saya, pemesanannya terkesan tergesa-gesa karena hasil dari fase 3, efikasi, dan keamanannya kita belum tahu," ujar dosen di Indonesia International Institute for Life Sciences tersebut.

Pentingnya Sosialisasi

Wanita lulusan University of Bradford itu juga menekankan pentingnya sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat soal program vaksinasi.

"Ini seperti dulu Covid-19 pertama kali muncul, orang tak bisa mengerti semua detailnya hanya sekali saja. Jadi, edukasi harus berulang-ulang dan mendalam."

"Kalau ada penolakan vaksin, memang alasan penolakan bermacam-macam seperti religius, haram atau tidak, ada juga alasannya yang tidak mau divaksin, karena takut nanti bisa jadi antek WHO. Jadi, edukasinya kepada masyarakat harus dari berbagai elemen dari sisi science, religius, mitos dan faktanya juga," ucap Mutiara.

Juru Bicara Pemerintah untuk Program Vaksinasi Covid-19, Siti Nadia Tarmizi, mengungkapkan, langkah pemerintah membeli vaksin dari Sinovac tidak lain karena ingin mengamankan pasokan vaksin terlebih dahulu, kendati vaksin itu masih dalam proses uji klinis fase ketiga.

Pasokan vaksin Covid-19 di dunia masih sangat terbatas, sedangkan kebutuhan global begitu tinggi. Pemerintah tidak mau terjadi, saat Indonesia butuh vaksin, pasokannya malah tidak ada karena sudah lebih dulu diamankan negara lain.

Pemerintah sendiri sesungguhnya memesan 3 juta dosis vaksin dari Sinovac, tapi baru datang 1,2 juta dosis vaksin. Sisanya yang 1,8 juta dosis vaksin masih belum bisa dipastikan kapan tiba di tanah air.

Sementara itu, menurut Ketua Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) Budi Gunadi Sadikin, yang berbicara dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX di Gedung DPR RI, Kamis (10/12/2020), mengutarakan bahwa pemerintah sudah mengamankan 125 juta dosis vaksin dari Sinovac dengan status firm order, dengan rincian 3 juta dalam bentuk jadi dan 122.504.000 dalam bentuk bulk.

5 dari 5 halaman

INFOGRAFIS

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.