Sukses

Prabowo, Dulu Pesaing Kini Jadi Anak Buah Jokowi

Pada Senin 21 Oktober 2019 di Istana Kepresidenan, Prabowo mengatakan siap membantu Jokowi di bidang pertahanan.

Liputan6.com, Jakarta - We have no eternal allies, and we have no perpetual enemies. Demikian kata Henry John Temple Palmerston, mantan menteri luar negeri Inggris di depan parlemen. 

Sudah 171 tahun Palmerston mengucapkan kalimat tersebut yang artinya, tidak ada teman atau musuh yang abadi. Kalimat tersebut pun sekarang menjadi pepatah di dunia politik hingga sekarang, termasuk di Tanah Air.

Hal inilah yang terjadi dengan sosok Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.

Dikenal sebagai pesaing Joko Widodo atau Jokowi dari Pemilu 2014, kini Prabowo membawa partainya untuk merapat ke koalisi. Bukan hanya sekedar masuk, Senin 21 Oktober 2019 di Istana Kepresidenan, Prabowo mengatakan siap membantu Jokowi di bidang pertahanan.

Kepastian itu akan disampaikan Prresiden Joko Widodo Rabu 23 Oktober 2019. Jika nama Prabowo diumumkan sebagai menteri di kabinet pemerintahannnya, maka mantan Danjen Kopassus itu resmi menjadi anak buah Jokowi.

Peneliti Pusat Penelitian Politik LIPI Aisah Putri Budiatri merasa heran, Prabowo yang pernah menjadi rival, kini mau menerima menjadi salah satu pembantu Jokowi. Namun dia menduga, salah satu bergabungnya Prabowo karena Pemilu 2019, tidak berbasis ideologi dan program.

"Karena itu, ketika selesai berkompetisi, para calon bisa saling merangkul dan bahkan kandidat presiden yang kalah membantu yang menang seperti ini," kata Putri kepada Liputan6.com, Selasa (22/10/2019).

Putri meminta Presiden Jokowi memperhatikan betul soal penempatan Prabowo sebagai menteri di bidang pertahanan. Pasalnya, latar belakang Prabowo menjadi kontroversi sekaligus catatan dari banyak pihak. 

"Misalnya, penempatan posisinya yang dugaannya adalah sebagai Menhan, tetapi dahulu Prabowo pernah diberhentikan dari ketentaraan aktif, atau yang menjadi catatan lain yakni terkait dengan isu pelanggaran HAM masa lalu," tutur Putri.

Dia menduga, motif bergabungnya Prabowo ke koalisi pemerintahan adalah untuk kembali maju di 2024. Dia perlu menjaga panggung politik selama 5 tahun ke depan.

"Hal ini menjadi kesempatan bagi Prabowo memperlihatkan kepada publik tentang kontribusinya secara nyata melalui kebijakan-kebijakannya saat di kabinet. Dan ini menjadi peluangnya, karena selama ini Gerindra dan tentunya termasuk Prabowo di dalamnya berada di luar pemerintahan," jelas Putri.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Gerindra Tak Mempermasalahkan

Sementara itu, Gerindra tak mempermasalahkan posisi ketua umumnya yang menjadi anak buah Jokowi.

"Enggak ada masalah dong. Hillary Clinton yang pernah jadi lawan Obama saja, begitu kalah di kontes partai Demokrat, mau jadi menteri," kata Wakil Ketua Umum Gerindra Arief Poyuono, kepada Liputan6.com, Senin (21/10/2019) malam.

Waketum Gerindra Sufmi Dasco Ahmad pun menyebut hal itu sesuai dengan konsep partai Gerindra.

"Kami memang berikan konsep ke Pak Jokowi itu tentang ketahanan pangan dan energi, ekonomi, dan kemandirian pangan, nah ini ada beberapa konsep kita yang diterima termasuk kemandirian pertahanan," kata Dasco.

"Nah sehingga sesuai dengan konsep yang kita berikan itu yang diberi tanggung jawab oleh Jokowi sehingga kami ya menyatakan dapat menerima karena konsep kami diterima," sambungnya.

Salah satu partai pendukung Jokowi yang utama, PDIP menyambut Gerindra berada di dalam koalisi. Menurutnya, dari gotong royong nasional, yang akan dibangun bersama-sama.

"Dengan demikian kekuatan gotong royong nasional, memang diperlukan untuk mempercepat dan satu padukan komponen bangsa dalam satu irama," ungkap Hasto.

Dia memastikan, PDIP sebagai pengusung utama Jokowi, tetap memberikan ruang bagi yang ingin berjuang demi persatuan bangsa. Dan ini salah satu bentuk dari tanggungjawab yang ada.

"Kalau kita lihat dari pernyataan para ketua umum partai Koalisi Indonesia Kerja, mereka menghormati terhadap hak prerogatif dari Presiden. Dan juga memahami pertimbangan-pertimbangan yang diambil oleh Presiden ketika memutuskan untuk memperluas (Kabinet) Indonesia Kerja," jelas Hasto.

Namun, bukan berarti pihaknya memberi ruang bagi Gerindra bisa melakukan political betrayal. Dia menyebut, rakyat akan menilai semua perbuatan Gerindra dan Prabowo ke depan, jika berada di koalisi dan kabinet.

"Kan rakyat bisa melihat. Orang Jawa itu ada perumpamaan, dikei hati, ojo ngrogoh rempela (dikasih hati, jangan minta ampela)," kata Hasto.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.