Sukses

Ketum Golkar Minta Masyarakat yang Demo soal Revisi UU KPK Jaga Ketertiban

Pada Jumat 13 September 2019, sejumlah massa aksi pendukung revisi UU KPK mendatangi depan gedung lembaga antirasuah di Kuningan, Jakarta Selatan.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto mengimbau masyarakat untuk melakukan aksi unjuk rasa dengan menjaga ketertiban. Hal ini terkait unjuk rasa mendukung revisi undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) yang berujung ricuh di Gedung KPK.

"Itu kan akses, kalau demo kita harapkan sesuai dengan ketertiban, asal pesan-pesanya sampai," kata Airlangga di Hotel Ritz Calton, Kawasan SCBD, Jakarta, Sabtu (14/9/2019).

Pada Jumat 13 September 2019, sejumlah massa aksi pendukung revisi UU KPK mendatangi depan gedung lembaga antirasuah di Kuningan, Jakarta Selatan. Saat demonstrasi berlangsung, mereka membakar karangan bunga bernada dukungan dan keprihatinan terhadap KPK.

Pantauan Liputan6.com, massa aksi mendadak mulai mengambil karangan bunga yang diletakkan depan gedung KPK. Mereka kemudian membakar hampir keseluruhannya.

Pihak kepolisian berupaya memadamkan api. Namun, mendapatkan perlawanan.

Massa juga memaksa masuk ke area depan Gedung KPK lantaran protes dengan penutupan logo KPK dengan kain hitam.

"Pimpinan KPK tidak punya hak untuk menutup lambang KPK," teriak orator.

Massa kemudian makin nekat melawan petugas dengan kekerasan. Bahkan mereka juga menyerang awak media yang meliput di lokasi.

"Ini serius untuk menjaga martabat KPK. Tolong pak polisi, copot. Kalau tidak mau terjadi aksi anarkisme demi menjaga marwah KPK," kata si orator.

Selama bentrokan terjadi, salah seorang massa berhasil menyusup dan menarik kain hitam yang menutup logo KPK. Aksi rusuh itu bubar usai petugas menembakkan gas air mata.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Sudah berusia 17 Tahun

Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyetujui revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK). Dia menilai UU tersebut sudah cukup tua, sehingga perlu disempurnakan.

"Kita tahu UU KPK telah berusia 17 tahun, perlu adanya penyempurnaan secara terbatas, sehingga pemberantasan korupsi makin efektif," kata Jokowi di Istana Negara, Jumat (13/9/2019).

Dia mengaku telah mempelajari dan mengikuti secara serius seluruh masukan-masukan yang diberikan para pegiat antikorupsi, dosen, mahasiswa, dan juga masukan dari para tokoh-tokoh bangsa yang menemuinya.

"Oleh karena itu, ketika ada inisiatif DPR untuk mengajukan revisi UU KPK, maka tugas pemerintah adalah meresponsnya. Menyiapkan daftar inventarisasi masalah dan menugaskan menteri untuk mewakili Presiden dalam pembahasan bersama DPR," ujar Jokowi.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menegaskan komitmennya terhadap pemberantasan korupsi melalui KPK. Dia berjanji menjaga KPK agar lebih kuat dibanding lembaga lain dalam pemberantasan korupsi.

"Intinya KPK harus tetap memegang peran sentral dalam pemberantasan korupsi. Karena itu, KPK harus didukung dengan kewenangan dan kekuatan yang memadai dan harus lebih kuat dibandingkan dengan lembaga lain dalam pemberantasan korupsi," kata Jokowi.

Oleh karena itu, dia memberikan arahan ke Menkumham dan Menpan RB agar menyampaikan sikap dan pandangan pemerintah terkait subtansi-substansi di revisi UU KPK.

3 dari 3 halaman

Tak Setuju 4 Poin

Dia mengaku tidak setuju dengan sejumlah substansi di revisi UU KPK yang berpotensi mengurangi tugas lembaga antirasuah.

"Saya tidak setuju terhadap beberapa subtansi revisi UU inisiatif DPR ini yang berpotensi mengurangi tugas KPK. Satu, saya tidak setuju jika KPK harus memperoleh izin dari pihak eksternal untuk melakukan penyadapan. Misalnya harus izin ke pengadilan. KPK cukup memperoleh izin dari dewan pengawasan untuk menjaga kerahasiaan," kata Jokowi.

Kedua, dia tidak setuju penyidik dan penyelidik KPK hanya berasal dari kepolisian dan kejaksaan. Penyelidik dan penyidik KPK bisa berasal dari unsur ASN yang diangkat dari pegawai KPK maupun instansi pemerintah lain. Tentu saja harus melalui prosedur rekrutmen yang benar.

"Tiga, saya juga tidak setuju KPK wajib koordinasi dengan kejagung dalam penuntutan. Karena sistem penuntutan yang berjalan saat ini sudah baik, sehingga tidak perlu diubah lagi. Empat, saya juga tidak setuju perihal pengelolaan LHKPN yang dikeluarkan dari KPK, diberikan kepada kementerian/lembaga lain. Tidak. Saya tidak setuju. Saya minta LHKPN tetap diurus oleh KPK sebagaimana yang telah berjalan selama ini. Terhadap isu lain saya mempunyai catatan dan pandangan yang berbeda terhadap subtansi yang diusulkan oleh DPR," kata Jokowi.

 

Reporter: Sania Mashabi

Sumber: Merdeka

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.