Sukses

Sandiaga Uno Sebut Biaya Politik Tinggi, Sebab Kepala Daerah Doyan Korupsi

Calon Wakil Presiden nomor urut 02, Sandiaga Uno mengkritisi soal fenomena kepala daerah yang ditangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Liputan6.com, Jakarta - Calon Wakil Presiden nomor urut 02, Sandiaga Uno mengkritisi soal fenomena kepala daerah yang ditangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dia menilai, fenomena tersebut disebabkan ongkos politik yang dikeluarkan mereka saat kampanye, sehingga memicu perilaku koruptif saat terpilih.

"Kita mesti lihat secara esensi kan saya pernah ikut proses pilkada, ongkos politik kan tinggi. Kita melihat biaya kampanye mahal," kata Sandiaga Uno di Rumah Pemenangan, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis 22 November 2018.

Menurut dia, demi mencegah hal sama terulang, regulasi harus dihadirkan lewat biaya politik terjangkau. Sehingga, calon kepala daerah tidak terbebani ongkos politik yang mahal dengan cara meminjam uang dan berpikir cara mengembalikannya.

"Jadi kalau meminjam, itu menjadi batu sandungan ketika suruh mengembalikan, 'dikejar' dan akhirnya dipaksa harus menghadirkan kebijakan kolutif," ujar Sandiaga Uno.

Meski begitu, dia belum dapat memastikan langkah terbaik untuk memutus rantai korupsi kepala daerah. Dia berharap, pemerintah juga instansi terkait bisa duduk bersama untuk solusi.

"Jadi kita harus duduk bersama dulu, korupsi ini primadona karena selalu kepala daerah, kita harus memutus ini," ucap Sandiaga Uno.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

104 Kepala Daerah Terjerat Korupsi

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar 27 operasi tangkap tangan (OTT) hingga Minggu 18 November 2018. Tak sedikit kepala daerah yang terciduk dalam operasi tersebut.

Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, Bupati Pakpak Bharat Remigo Yolanda Berutu menjadi kepala daerah ke-104 yang menjadi tersangka di lembaga yang dipimpinnya. Dia pun menyampaikan keprihatinannya.

"Sekali lagi kami menyampaikan keprihatinan. Kalau kita lihat tahun 2018 ini, ini adalah OTT yang ke-27. Jadi, kita patut prihatin. Sekali lagi salah satu pimpinan daerah. (Kami) sangat menyesalkan, sangat prihatin, kenapa ini terus berulang?" kata Agus di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Minggu.

Menurut dia, hal ini semestinya mendapat perhatian serius dari pemerintah. Pemerintah diminta untuk mengevaluasi birokrasi hingga tingkat daerah agar kepala daerah tak lagi masuk dalam jajaran pihak yang diamankan dalam OTT.

"Hingga hari ini KPK telah menangani total 104 kepala daerah. Mudah-mudahan ini juga jadi bahan untuk pemerintah segera mengevaluasi apa yang perlu dilakukan," ujar Agus.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.