Sukses

Cerita Wiranto soal Anak dan Cucunya yang Bercadar dan Berserban

Wiranto buka suara menjelaskan soal keluarganya.

Liputan6.com, Jakarta - Wiranto mengenang saat anaknya yang bernama Zainal Nurizky meninggal dunia pada saat belajar Alquran di Afrika Selatan. Saat itu, ada sebagian orang yang mengatakan bahwa sang anak menganut Islam radikal, masuk Islam garis keras, kader terorisme, dan seterusnya.

"Padahal dengan kesadarannya sendiri, dia (Zainal) minta izin untuk keluar dari Universitas Gadjah Mada yang sangat bergengsi itu karena keprihatinan dan kesadarannya melihat perilaku sebagian generasi muda yang tidak lagi memiliki kepribadian yang tepuji," ujar Wiranto melalui keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com di Jakarta, Senin (19/11/2018).

Wiranto menceritakan sang anak mendalami Alquran untuk memantapkan akhlak dan moral sebagai basis pengabdiannya ke depan nanti sebagai generasi penerus.

Lewat internet, kata dia, Zainal memilih tempat belajar Alquran yang bebas politik, yaitu pondok pesantren Internasional di wilayah Land Asia Afrika Selatan.

Ponpes itu, kata Wiranto, khusus untuk memantapkan pemahaman Alquran yang mengedepankan persaudaraan dan kedamaian, bukan sekolah teroris.

"Sayang sekali baru satu tahun belajar dari 7 tahun yang harus dijalaninya, dia (Zainal) meninggal disana karena sakit, di saat membaca ayat-ayat suci. Maka saat ada orang yang mencibir dan memfitnah, saya pun hanya tertawa, karena memang tidak perlu saya layani," ucapnya.

Tak berhenti sampai disitu, lanjut Wiranto, kini saat cucu yang bernama Ahmad Daniyal Al Fatih meninggal dunia, kesabaran kembali diuji.

Karena, kata dia, saat ibu Daniyal, ayah, dan kakak-kakaknya mengenakan busana muslim bercadar juga berserban, banyak masyarakat terkejut.

"Media sosial ramai membincangkan tentang mereka. Ada yang senang dan ada pula yang mencerca dengan prasangka dan cara mereka. Bahkan mencoba menghubung-hubungkan dengan tugas dan jabatan saya sebagai Menko Polhukam," cerita Wiranto.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Penjelasan Wiranto

Wiranto akhirnya buka suara menjelaskan tentang keluarga dan prinsip-prinsip kehidupan yang diberikan kepada mereka. Dia mengatakan, pada 2018 ini, sudah genap setengah abad atau 50 tahun dirinya mengabdikan diri kepada Ibu Pertiwi.

"32 tahun dalam penugasan sebagai militer aktif dan sisanya 18 tahun dalam politik dan pemerintahan. Banyak yang telah saya lakukan untuk menjaga keutuhan, kedaulatan dan kehormatan negeri ini. Prestasi, pujian, juga fitnah dancercaan sudah tak terbilang banyaknya, namun tidak menggoyahkan kecintaan saya kepada negeri ini dan keyakinan saya tentang ideologi negara Pancasila, Saptamarga yang telah merasuk dalam jiwa raga saya," paparnya.

Dengan modal itu, Wiranto mengaku mengajari keluarganya untuk merasa memiliki, mencintai, dan membela negeri ini dimanapun posisi mereka, apapun pekerjaan mereka, karena disinilah kita dilahirkan, dibesarkan, dididik, juga mendapatkan kehidupan bahkan tempat peristirahatan yang terakhir.

"Jangan campur adukkan agama dengan ideologi negara, jangan jual agama untuk kepentingan politik dan jangan jual agama untuk mencari keuntungan finansial. Dalami agama untuk bekal di akherat dan memberikan kebaikan bagi sesama, bangsa dan negara," kata dia.

"Kamu boleh kenakan baju apa saja, selama kamu merasa nyaman tetapi yang penting janganlah penampilanmu hanya untuk pamer tentang ke-Islamanmu, karena kedalaman agamamu bukan diukur dari pakaianmu atau penampilanmu, tetapi akhlak dan perilakumulah yang lebih utama," sambung Wiranto.

 

3 dari 3 halaman

Bebaskan Keluarganya

Wiranto menegaskan memberikan kebebasan kepada keluarganya untuk menjadi apa saja dan melakukan apa saja, sepanjang tidak keluara dari rambu-rambu kehidupan yang telah dipesankannya.

Wiranto selalu menekankan kepada keluarganya untuk berusaha memberikan kebaikan kepada negeri ini dan bukan malah merepotkan negeri ini.

Dirinya merasa beruntung pernah dipercaya menjadi Panglima ABRI/TNI, meski tak seorang pun anak atau menantunya mengikuti jejaknya sebagai militer atau menjadi rekanan untuk pengadaan Alutsista.

"Saya mendirikan Partai Hanura, namun tak seorang pun dari keluarga saya menjadi pengurus partai. Saya memang meminta dengan sungguh-sungguh kepada mereka untuk jangan sekali-kali memanfaat jabatan saya untuk kepentingan pribadi. Saya bersyukur sampai detik ini kami sekeluarga masih dapat mempertahankan komitmen itu," pungkas Wiranto.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.