Sukses

Surat Permohonan Salah, Hakim MK Minta Diperbaiki

Kekurangan permohonan uji materi atas tafsir masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di antaranya menyangkut soal petitum, provisi, dan alasan substansial permohonan.

Liputan6.com, Jakarta: Hakim Mahkamah Konstitusi menggelar sidang uji materi atas tafsir masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Judicial review ini diajukan Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) pada 20 Desember silam [baca: ICW Ajukan Uji Materi Masa Jabatan Busyro].

Namun dalam sidang perdana itu, hakim MK menyatakan surat permohonan uji materi yang dibacakan melalui Roni Saputra, kuasa hukum pemohon, belum memenuhi syarat pengujian materi secara konstitusional. Kekurangan permohonan uji materi tersebut di antaranya menyangkut soal petitum, provisi, dan alasan substansial permohonan.

"Secara prosedural sudah salah, Anda perbaiki dulu. Perbaiki tanggal dan segala macam, Anda cermati. Jangan serampangan saja, kalau serampangan kan Anda dinilai tidak serius kan," ujar hakim konstitusi M. Akil Muhtar saat persidangan uji materi di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (19/1).

Selanjutnya, menurut Akil, masalah kedua terkait legal standing yang menjadi inti permasalahan dari pengajuan uji materi itu sendiri. "Itu entri point untuk masuk ke MK, sehingga masuk dalam perkara yang Anda maksudkan," tegasnya.

Ahmad Fadlil, selaku ketua majelis persidangan mengaku berhak dan wajib memberikan masukan kepada pemohon agar sidang ujian materi dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan si pemohon. "Dalam rangka perbaikan permohonan, maka hakim MK wajib memberi nasihat permohonan. Mau diterima atau tidak itu terserah, tapi kami wajib menyampaikan," ujar Fadlil.

Fadlil menambahkan, dalam uji materi tersebut juga terdapat kekurangan dalam hal legal standing, di mana yang dimaksud dengan pemohon dan kerugian dari pihak pemohon. "Anda meminta pasal 33 dan 34 Undang-undang No. 30 Tahun 2002 tentang KPK itu MK tidak berwenang. Selain itu, apa kerugian bagi si pemohon jika masa jabatan empat tahun menjadi satu tahun? Di situ tidak disebutkan, dan itu harus dikonstruksionalkan," ujar Fadlil.

Untuk itu, Fadlil menyarankan perbaikan permohonan ini sebaiknya dilakukan oleh si pemohon karena permohonan itu akan berpengaruh pada hasil putusan yang dikeluarkan oleh MK nanti.

Sebelumnya dikabarkan, ICW menyatakan bahwa DPR tidak punya kewenangan untuk menentukan masa jabatan pimpinan KPK. Menurut Ketua Koordinator ICW Febri Fediansyah, DPR hanya berhak mengusulkan calon bersama Panitia Seleksi (Pansel) KPK.

Selanjutnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diminta mengeluarkan keputusan empat tahun untuk masa jabatan pimpinan KPK, atau presiden mengeluarkan klausul yang isinya masa jabatan pimpinan KPK sesuai keputusan MK.

Sebelumnya, Pansel KPK juga telah mengajukan masa jabatan empat tahun bagi pimpinan KPK. Sedangkan tim penyusun UU KPK menyatakan bahwa masa jabatan pimpinan KPK yang dipilih untuk mengisi kekosongan kursi Antasari Azhar, hanya setahun [baca: Jabatan Singkat, Rintangan Panjang].(ANS)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini