Sukses

Evakuasi Terhalang Sapi di Lereng Gunung Agung

Sutopo menyebutkan penanganan bencana di Indonesia unik dan khas. Jalur kultural seringkali lebih efektif daripada melalui struktural.

Liputan6.com, Jakarta - Setiap bencana di Indonesia memiliki keunikan tersendiri dalam penanganannya. Seperti bencana meletusnya Gunung Agung di Bali, ada kultur berbeda dengan daerah lainnya.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, evakuasi pengungsi dari ancaman gunung meletus seringkali mengalami kendala.

"Bahkan, saat gunungnya sudah meletus pun, masyarakat tetap bertahan tidak mau dievakuasi dengan berbagai alasan. Salah satunya adalah menjaga sapi," ujar Sutopo dalam keterangan tertulisnya, Kamis (28/9/2017).

Evakuasi masyarakat kaki Gunung Agung hampir serupa dengan korban terdampak Gunung Agung. Sebagian masyarakat yang tidak mau mengungsi karena menjaga sapi.

"Kita masih ingat, saat erupsi Gunung Merapi pada Oktober hingga November 2010, korban meninggal dunia mencapai 277 jiwa. Sapi adalah aset berharga bagi masyarakat. Bahkan, sapi telah menjadi bagian hidup dan kultur bagi masyarakat di sekitar gunung," Sutopo memaparkan.

Saat Gunung Agung naik status Awas pun, sebagian masyarakat tetap bertahan. Mereka tidak bersedia mengungsi dengan alasan menjaga ternak, di antaranya adalah sapi.

"Itulah yang menyebabkan sulitnya masyarakat tidak mau mengungsi," ujar Sutopo.

Ketika masyarakat sudah mengungsi pun, mereka kembali ke rumahnya pada pagi hingga sore hari,untuk menengok dan memenuhi kebutuhan pangan ternaknya.

"Malam harinya mereka tidur di pengungsian," imbuh Sutopo.

Berdasarkan data dari Posko Pendampingan Nasional di Karangasem, Bali, diperkirakan jumlah sapi yang berada di radius berbahaya sekitar 30 ribu ekor.

"Sekitar 10 ribu ekor sapi telah dievakuasi oleh masyarakat secara mandiri, dan ada juga yang dijual. Ditargetkan sebanyak 20 ribu ekor sapi akan dievakuasi dari wilayah terdampak," jelas Sutopo.

Hingga Rabu 27 September, Satgas Peternakan dan Kesehatan Hewan telah mengevakuasi 1.384 ekor sapi di 30 titik, yang tersebar di lima kabupaten.

Satgas ini terdiri dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali, dan Dinas Pertanian Kabupaten Karangasem.

"Sebanyak 18.616 ekor sapi dalam proses evakuasi oleh satgas," ujar Sutopo.

Bantuan untuk penanganan evakuasi sapi ini telah disalurkan berupa 5 ton pakan konsentrat, 10.000 dosis obat-obatan, 1 mobil truk untuk evakuasi ternak, pembangunan kandang, atap dan kelengkapannya, serta kelengkapan untuk identifikasi ternak.

Satgas juga memfasilitasi bantuan dari berbagai pihak, di mana bantuan yang telah diterima terus disalurkan berupa pakan konsentrat 55 ton, dan kendaraan untuk evakuasi ternak yang berjumlah 9 unit truk.

"Kendala dalam evakuasi ternak adalah terbatasnya kendaraan yang ada. Saat ini tersedia 20 truk. Persediaan pakan ternak juga terbatas. Kebutuhan konsentrat sapi untuk satu bulan sebanyak 1.200 ton," kata Sutopo.

Saat ini, kebutuhan konsentrat sapi korban Gunung Agung sudah tersedia 60 ton. Begitu juga kebutuhan pakan selama satu bulan yang diperlukan 15.000 ton. Namun, kebutuhan pakan masih disediakan secara mandiri oleh para peternak.

"Selain itu juga terbatasnya jumlah personel, pengawasan dan perawatan ternak. Satgas terus melakukan evakuasi sapi," kata Sutopo.

Saksikan video pilihan berikut ini:

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Laboratorium Bencana

Sutopo menyebutkan penanganan bencana di Indonesia itu unik dan khas. Teori-teori penanggulangan bencana yang kebanyakan diadopsi dari Barat, seperti yang ada di text book seringkali tidak berlaku di Indonesia.

"Sesungguhnya Indonesia adalah laboratorium bencana dengan segala kekhasannya. Bukan super market bencana. Menangani pengungsi itu tidak mudah. Jalur kultural seringkali justru lebih efektif daripada melalui struktural," kata dia.

Sementara, BNPB mencatat hingga kini jumlah pengungsi terdampak Gunung Agung terus bertambah. Hingga hari ini tercatat 104.673 jiwa pengungsi yang tersebar di 447 titik pengungsian di 9 kabupaten atau kota Provinsi Bali.

Sebaran pengungsi adalah Kabupaten Badung 15 titik (5.879 jiwa), Kabupaten Bangli 30 titik (6.158 jiwa), Kabupaten Buleleng 26 titik (16.901 jiwa), Kota Denpasar 46 titik (10.051 jiwa), Kabupaten Gianyar 13 titik (1.098 jiwa), Kabupaten Jembrana 29 titik (420 jiwa).

Kemudian, Kabupaten Karangasem 100 titik (39.859 jiwa), Kabupaten Klungkung 162 titik (19.456 jiwa), dan Kabupaten Tabanan 26 titik (4.851 jiwa).

"Secara umum penanganan pengungsi (Gunung Agung) berlangsung dengan baik. Stok logistik masih mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pengungsi," Sutopo menandaskan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.