Sukses

Perjalanan Tragedi Kemanusiaan Rohingya

Data Human Right Watch menyebut dari 2012 hingga 2014 sebanyak 300 ribu warga muslim Rohingya terusir dari Myanmar.

Liputan6.com, Rakhine - Seabad dalam derita. Berulang kali berusaha memerdekakan diri sejak ikut berjuang merebut kemerdekaan Myanmar dari jajahan Jepang, berkali-kali pula etnis Rohingya menelan pil pahit karena otonomi tak kunjung diberikan ke Arakan yang kini dikenal sebagai Rakhine.

Seperti ditayangkan Liputan6 Siang SCTV, Kamis (7/9/2017), 70 tahun lebih etnis Rohingya hidup tanpa negara. Terombang-ambing dari Myanmar ke Bangladesh, juga menyebar hingga India, Malaysia, Thailand, dan Pakistan.

Rohingya berasal dari kata 'Rohai' atau 'Roshangee' yang berarti 'penduduk muslim Rohang'. Nenek moyang mereka orang Arab, Moor, Pathan, Moghul, dan Bengali, telah bermukim di Rakhine, Myanmar, sejak abad tujuh masehi. Perebutan kekuasaan membuat etnis Rohingya harus terusir dari tanahnya sendiri.

Data Human Right Watch menyebut dari 2012 hingga 2014 sebanyak 300 ribu warga muslim Rohingya terusir dari Myanmar. Mereka dipaksa tinggal di pengungsian yang tak manusiawi.

Tak hanya diusir, di awal 1991, 250 ribu warga Rohingya telah mengungsi lantaran jadi korban perbudakan, pemerkosaan, dan persekusi. Bagai perang tanpa akhir, kini etnis Rohingya kembali menelan kecewa.

Hal itu lantaran perlawanan mereka setahun terakhir justru berujung pembakaran permukiman dan memaksa mereka kembali berjuang mencari suaka.

Seluruh dunia mengutuk tragedi kemanusiaan di Rakhine, Myanmar, tak terkecuali Indonesia yang berkoordinasi dengan Bangladesh untuk menyiapkan tempat tinggal etnis Rohingya. Sebab, satu harapan mereka, hidup layak sebagai manusia.