Sukses

Perpecahan di Kelompok Santoso: Soal Uang Rampokan dan Istri

Perpecahan mulai terjadi sejak pengumpulan dana untuk jihad dari cyber fa'i.

Liputan6.com, Jakarta - Aparat TNI-Polri yang tergabung dalam Satuan Tugas Tinombala menembak dua teroris di pegunungan Tambarana, Poso Pesisir, Sulawesi Tengah Senin sore kemarin. Diduga kuat, salah satunya adalah Santoso. Kesimpulan sementara tersebut berdasarkan ciri fisik dan dua perempuan diduga istri Santoso yang kabur dalam penyergapan.

Mei 2011, Santoso mulai menjadi buron kepolisian. Dia dan kelompoknya merampok Bank BCA Palu. Dua personel Brimob Polda Palu tewas diberondong kelompok ini. Pengejaran pun dimulai. Sementara Santoso memanfaatkan hutan lebat sebagai tempat persembunyian dan menyusun rencana menebar teror dan kebencian.

Dari tengah hutan mereka membangun jaringan dengan antek-anteknya di Poso, Bima, Makassar, bahkan di Pulau Jawa. Berbagai sel mereka bangun untuk menebar ancaman atau teror. Sel-sel kecil dianggap menguntungkan bagi pergerakan Santoso Cs.

Sementara Santoso berkonsentrasi bersama Daeng Koro, -- pecatan Kopassus yang tewas dalam baku tembak April 2015 -- merekrut dan merancang taktik 'perang' bersama anggota-anggota baru mereka, termasuk warga asing asal Turkmenistan atau Xinjiang, di China Selatan.

Namun, gerakan yang dibentuk Santoso tidak berjalan mulus. Benih perpecahan mulai menyembul ke permukaan. Seperti saat pengungkapan patgulipat uang hasil kejahatan siber yang digunakan anak buah Santoso untuk bermewah-mewah.

"Di tengah proses perekrutan itu timbul masalah. Uang jihad hasil meretas (hacking) itu ternyata sulit dikeluarkan oleh Rizki alias Udin. Alih-alih untuk membiayai dana jihad, uang itu dipakai Rizki untuk memperkaya diri sendiri dengan membeli mobil, motor, rumah, ruko, dan lain-lain," kata Irjen (Purn) Ansyaad Mbai dalam 'Dinamika Baru Jejaring Teror di Indonesia', dikutip Liputan6.com, Selasa (19/7/2016).

Rizki merupakan satu sel gerakan bersama Naim, Gede alias Ayas, Khairi alias Zipo. Mereka adalah pelarian tadrib (pelatihan militer) Poso, mereka juga tersangkut kasus-kasus terorisme beberapa rekan dekat mereka.

Dalam gerakannya, Rizki berhasil meretas situs invenstasi online Speedline dan meraup Rp 7 miliar. Mereka menamakan gerakan tersebut sebagai cyber fa'i.

"Uang itu rencananya akan digunakan untuk membiayai operasi jihad di Poso seperti pembelian senjata, pelatihan militer, dan lain-lain," ulas mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) ini.

Sementara itu, dari dana Rp 7 miliar yang diraup, hanya Rp 250 juta yang dikirim ke Poso untuk menyokong pelatihan militer pimpinan Santoso. Dampak dari penilapan Rizki membuat marah teman-temannya. Mereka menyita harta yang dimiliki Rizki dan berniat menjualnya untuk kemudian dikirimkan ke Poso.

"Namun belum sempat menjualnya, polisi mengendus aksi mereka," terang Ansyaad.

Perpecahan selanjutnya terungkap dari salah seorang anggota Santoso yang membelot, MAQ alias Brother. Dia ditangkap Senin 22 Maret 2016 sekira pukul 08.30 Wita di Desa Wuasa, Lore Utara, Poso, Sulawesi Tengah.

Dari pengakuan dia terkuak kondisi di dalam kelompok Santoso. "Karena ada kebijakan perintah Santoso yang tidak disepakati, tidak sepaham dengan perintah itu. Sehingga itu ada dua kelompok," ucap Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, Senin 28 Maret 2016.

Pengungkapan lain muncul dari dua remaja yang ditangkap Sabtu 15 April 2016, Ibadu Rohman (19) alias Ibad alias Amru dan Muchamad Sonhaji alias Fakih (21). Mereka memilih memisahkan diri dan tertangkap di perkampungan di Pegunungan Napu.

"Jihad itu meninggalkan anak-istri, tapi Santoso sendiri malah bawa istri baru," kata Kabid Humas Polda Sulteng AKBP Hari Suprapto, Selasa 19 Juli 2016.

Perpecahan juga terjadi karena keterbatasan logistik, Santoso membagi dua kelompoknya, yaitu Bima dan Jawa. Tidak hanya logistik, pembagian tugas pun diberikan berdasarkan pembagian kelompok tersebut.

"Ada kelompok Bima dan Jawa, sehingga pembagian kerja dan makan pun dikelompokkan," ujar Hari.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.