Sukses

Kasus Suap Politikus Golkar, KPK Periksa 3 Pejabat KemenPUPR

Ketiganya diperiksa untuk tersangka Anggota Komisi V DPR dari Fraksi Partai Golkar Budi Supriyanto.

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa sejumlah saksi untuk mengusut dugaan suap dalam proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR) 2016. Baru-baru ini, KPK menetapkan anggota Komisi V DPR dari Fraksi Partai Golkar Budi Supriyanto sebagai tersangka pada kasus itu.
‎
Pelaksana Harian Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK Yuyuk Andriati mengatakan ada 3 saksi yang akan diperiksa KPK hari ini dalam kasus itu. Ketiganya diperiksa untuk tersangka Budi.

"Mereka diperiksa sebagai saksi untuk tersangka BSU (Budi Supriyanto)," ujar Yuyuk di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (8/3/2016).

Mereka yang diperiksa hari ini sebagai saksi adalah Soebagiono selaku Direktur Pengembangan Jaringan Jalan Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR. Kemudian Hediyanto W Husaini selaku Dirjen Bina Marga. Lalu A Hasanudin selaku Kepala Biro (Kabiro) Perencanaan dan Anggaran PU. Selanjutnya ada pula seorang PNS bernama IGN Wing Kusbimanto yang juga turut diperiksa KPK.

KPK menetapkan Budi sebagai tersangka belum lama ini. Meski dia berupaya 'membebaskan diri' dengan melaporkan uang suap dari ijon proyek Kementerian PUPR ke KPK.

Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha mengatakan Budi bersama penasihat hukumnya sempat melaporkan telah menerima gratifikasi atau suap sejumlah 305.000 dolar Singapura ke KPK pada Senin 1 Februari 2016.

Pada laporan tersebut, uang suap itu diterima dari Julia Prasetyarini, anak buah Damayanti Wisnu Putranti, anggota Komisi V DPR dari Fraksi PDIP.
 
KPK pun menganalisa dan melakukan koordinasi untuk membahas laporan gratifikasi Budi itu. Belakangan, KPK memutuskan menolak laporan tersebut karena terkait dengan suap ijon proyek di Kementerian PUPR tahun 2016 yang sedang diusut.

"Sehingga laporan tersebut tidak memenuhi Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001," kata Priharsa.

Buah Simalakama

KPK langsung menyita uang 305.000 dolar Singapura yang dilaporkan Budi sebagai bukti suap. Surat penolakan sudah disampaikan dan dibuat pada 10 Februari 2016. Pada hari itu juga penyidik melakukan penyitaan terhadap uang tersebut dengan disaksikan oleh penasihat hukum.

KPK kemudian menetapkan Budi sebagai tersangka dianggap melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
 
Budi menjadi tersangka setelah KPK mengembangkan kasus dugaan suap dengan yang menjerat Damayanti. Kasus dugaan suap ijon proyek jalan di Kemen PUPR tahun anggaran 2016 ini terungkap setelah KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan pada Rabu 12 Januari 2016.

Sehari kemudian KPK menetapkan 4 tersangka pascaoperasi tersebut, yakni Damayanti bersama 2 stafnya, Dessy A Edwin dan Julia Prasetyarini, serta Direktur PT WTU Abdul Khoir‎.

Damayanti, Dessy, dan Julia disangka sebagai penerima suap. Mereka dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b, atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara Abdul Khoir ditengarai menjadi pemberi suap. Dia disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 33 UU Tipikor.

Selain menangkap para pelaku, KPK menyita uang sebanyak 99.000 dolar Singapura dari 404.000 dolar Singapura yang dijanjikan. Uang sebesar itu diduga sebagai uang pelicin yang dijanjikan Abdul Khoir kepada Damayanti‎ untuk mengamankan ijon proyek pembangunan jalan di Ambon, Maluku.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini