Sukses

Brimob Bersenjata ke Gedung DPR, Kapolri Diprotes Komisi III

Bagi Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti, cara penggeledahan tersebut sudah kewenangan KPK, dan dinilai sah-sah saja.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah ruangan Wakil Ketua Komisi V DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Yudi Widiana Adia beberapa hari lalu. Penggeledahan tersebut menyertakan 2 anggota Brimob bersenjata laras panjang, dan sempat diprotes Wakil Ketua DPR dari Fraksi PKS Fahri Hamzah.

Bagi Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti, cara penggeledahan tersebut sudah kewenangan KPK, dan dinilai sah-sah saja dengan meminta pengamanan anggota kepolisian membawa senjata laras panjang. 

"Ya boleh-boleh saja. Beberapa di daerah itu waktu penggeledahan dan penangkapan juga mendapatkan perlawanan, siapa yang melindungi KPK?" tanya Badrodin di sela-sela rapat kerja dengan Komisi III Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (25/1/2016).

"Karena itu minta bantuan pengamanan dari Polri. Pengamanan Polri ya namanya unsur pengamanan, ya pasti bersenjata," sambung dia.

Badrodin menjelaskan, pihaknya memang bekerja sama dengan KPK, membantu pengamanan setiap kegiatan. Namun, pengamanan tersebut tergantung ‎permintaan dari lembaga antirasuah tersebut.

‎"Nah, tindakan KPK itu bisa penggeledahan, bisa penangkapan, bisa penyitaan. Itu yang dilakukan sepenuhnya, apakah itu harus bersenjata atau tidak, kalau KPK memang minta Polri tidak bersenjata maka kita tidak persenjatai," tandas Badrodin.

Protes

Namun, pernyataan Badrodin mendapat keberatan dari anggota Komisi III Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo. Dia membandingkan, saat polisi menggeledah rumah terduga bandar narkoba di kompleks Berlan, Jakarta Timur beberapa hari lalu, hanya membawa pistol kecil.

"Waktu penggeledahan narkoba di Berlan itu hanya membawa senjata pendek, polisi sampai ada korban. Tapi kenapa saat ke DPR membawa senjata laras panjang?" tanya Bambang.

Untuk itu, pria yang akrab disapa Bamsoet tersebut meminta Badrodin berdiskusi dengan KPK, terkait bantuan pengamanan saat menggeledah‎ ruang anggota DPR itu.

"Ya bisa saling menghormati, kita tidak salahkan Kapolri. Kan bisa didiskusikan dengan KPK‎. Ke depan, Kapolri mempertimbangkan kembali ada pihak yang meminta bantuan, lihat-lihat dulu, mana yang mau digeledah," imbau dia.

Sementara, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad dengan tegas meminta KPK maupun kepolisian, menjaga kehormatan dewan. Karena sesuai Undang-Undang MPR, DPR, DPD, DPRD (UU MD3) menyebut, DPR adalah objek vital.

"Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) meminta bantuan karena ini objek vital, di mana ada ruangan tidak boleh digeledah karena statusnya belum jelas. Tidak boleh dilakukan penggeledahan seperti itu," tegas Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) ini.

Sufmi juga mengkritisi adanya pimpinan Polri di daerah, baik Kapolsek, Kapolres, maupun Kapolda yang masih terbawa politisasi dalam menangani kasus sengketa Pilkada.

‎"Pimpinan Polri di daerah yang kemudian arus politisasi. Ada kasus Pilkada yang tidak memenuhi aspek (hukum), tapi diterima oleh Bareskrim Mabes Polri, lalu kasusnya ditunda. Tolong ini dicek Pak Kapolri," tandas Wakil Ketua Fraksi Gerindra di DPR ini.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah sempat bersitegang dengan penyidik KPK. Kejadian tersebut terjadi di Fraksi PKS, ketika penyidik ingin menggeledah ruangan. Fahri mempersoalkan rombongan penyidik KPK yang membawa anggota Brimob bersenjata laras panjang‎.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini