Sukses

KontraS: Tidak Ada yang Salah Gafatar Transmigrasi ke Kalbar

Massa yang tergabung dalam Gafatar rela meninggalkan kampung halamannya dan melakukan transmigrasi secara mandiri.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) menyebut, Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) yang tengah menjadi sorotan melakukan gerakan yang sejalan dengan pemikiran pemerintah Joko Widodo, yaitu revolusi mental.

Wakil Koordinator KontraS Puri Kencana memiliki alasan terkait hal tersebut. Menurutnya, Massa yang tergabung dalam Gafatar rela meninggalkan kampung halamannya dan melakukan transmigrasi secara mandiri dari Pulau Jawa ke Kalimantan Barat (Kalbar).

"Pemerintah sampai saat ini jauh sekali sediakan akses kemandirian pangan. Mereka memutuskan pindah ke Kalbar. Ini bentuk transmigrasi mandiri. Tidak ada yang salah orang pindah tempat atau pindah domisili," kata Puri, dalam diskusi 'Astaga Gafatar', di Jakarta, Sabtu (23/1/2016).


"Bisa jadi mereka lakukan revolusi mental," tambah dia.

Massa Gafatar, ucap Puri, menetap di wilayah dan lahan yang mereka beli sendiri. Bila tidak membeli, mereka menyewa dan menandatangani nota kesepahaman dengan pemerintah setempat.

Namun, di tengah Gafatar yang menjadi buah bibir di tengah masyarakat, Puri menilai pemerintah malah bersifat defensif.

KontraS menuding, langkah yang dilakukan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawangsa dengan mendatangi 'kampung' Gafatar justru terkesan mengusir para anggota Gafatar itu sendiri.

"Gimana bisa pengusiran dilakukan resmi oleh pemerintah dengan Kementerian Sosial? Mereka kan punya hak di sana, karena itu aset yang mereka beli," tutur Puri.

Pemulangan Bukan Solusi

Di tempat sama, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Nur Kholis menilai, langkah pemulangan anggota Gafatar ke daerah asal bukan sebuah solusi.

Alasannya, tidak sedikit dari mereka yang pindah ke Kalbar rela menjual seluruh asetnya untuk dapat membeli dan menetap di Kalbar.

"‎Apakah negara akan menjamin kalau dipulangkan? Biasa kalau kasus sudah tertutup sebulan, mereka akan terlunta-lunta. Kalau begini solusi bukan pengembalian," ujar Nur Kholis.

Menurut dia, yang diperlukan saat ini adalah penjagaan dari aparat setempat agar dapat menjamin keberlangsungan hidup mereka yang aman. Informasi yang diterima Direktur LBH Palembang ini, anggota Gafatar memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka dengan bercocok tanam.

"Harusnya penjagaan. Ketika mereka tinggal di sana, bercocok tanam, ya negara hadir ciptakan rasa aman," ujar dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini