Sukses

Udar Pristono Eks Kadishub DKI Dituntut 19 Tahun Penjara

Jaksa juga meminta majelis hakim untuk menyita seluruh aset milik Udar yang dianggap terkait tindak pidana korupsi.

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Udar Pristono dituntut hukuman penjara 19 tahun subsider 6 bulan kurungan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat lantaran dinilai terbukti melakukan korupsi terkait pengadaan Bus Transjakarta 2012-2013.

"Meminta majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Udar Pristono selama 19 tahun penjara," ujar Jaksa Victor Antonius di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (13/7/2015).

Selain terbukti melakukan korupsi dan melakukan perbuatan melanggar hukum dengan memperkaya diri sendiri serta orang lain maupun koorporasi, jaksa juga menilai Udar melakukan tindak pidana pencucian uang dengan cara menyamarkan aset yang didapat dari hasil korupsi. Salah satunya dengan pembelian properti.

"Pembelian 1 unit Kondotel Sahid Degreen tipe A pada Mei 2013, pembelian 1 unit apartemen Tower Montreal lantai 9, serta 1 unit cluster Kebayoran Essence Blok KE/E-06," kata Jaksa.

Selain menuntut hukuman badan, jaksa meminta majelis hakim menyita seluruh aset milik Udar yang dianggap terkait tindak pidana korupsi.

Atas perbuatan Udar, Jaksa menyebut, negara telah dirugikan setidaknya Rp 54,4 miliar sesuai hasil audit BPKP. Dia disebut menerima uang suap dan gratifikasi mencapai Rp 6 miliar karena menyalahgunakan jabatannya.

Mengenai hal-hal yang memberatkan tuntutan ini, Jaksa menyebut tindakan Udar bertentangan dengan upaya pemerintah dalam memberantas korupsi. Serta selama persidangan terdakwa dianggap tidak memiliki bukti untuk menyangkal dakwaan dan tidak kooperatif. "Sedangkan hal-hal yang meringankan (tuntutan) tidak ada," ucap jaksa.

Mendengar tuntutan jaksa itu, Udar maupun tim kuasa hukumnya menyatakan akan menyampaikan nota pembelaan atau pledoi pada sidang berikutnya. Ia menolak disebut proyek bus Transjakarta melanggar hukum.  Harta yang disebutkan Jaksa bukan berasal dari gratifikasi maupun pencucian uang.

(Ali/Rjp)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini