Sukses

Derita Terpendam di Balik 'Diam' Angeline

Angeline memiliki kepribadian tertutup dan terkadang tidak mengikuti pelajaran tepat waktu karena sering terlambat datang ke kelas.

Liputan6.com, Denpasar - Isak tangis dan emosi pecah dari para guru SDN 12 Kesiman, Sanur, Denpasar, Bali, ketika kantong berwarna oranye dikeluarkan oleh polisi dari sebuah rumah di Jalan Sedap Malam Nomor 26 Denpasar, Rabu 10 Juni 2015.

"Angeline...Angeline," panggil seorang guru wanita dan anak-anak dari sekolah itu sembari menangis sesenggukan menatap kantong jenazah yang membelah kerumunan warga.

Di dalam kantong itulah tubuh mungil Angeline, bocah berusia delapan tahun yang sebelumnya dikabarkan hilang sejak Sabtu 16 Mei 2015, terbujur kaku.

Tubuhnya kemudian diangkut ke dalam mobil ambulans untuk dibawa ke Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah, Denpasar, guna keperluan otopsi.

"Kami menemukan ada kekerasan pada tubuh korban yang utamanya di daerah wajah dan leher berupa kekerasan tumpul," kata dr Ida Bagus Putu Alit, tim dokter forensik RSUP Sanglah.

Indikasi bocah itu tewas karena mengalami kekerasan pun mencuat di balik misteri kematian Angeline.

Mengapa Angeline yang dilaporkan hilang oleh ibu angkatnya, Margriet Megawe, ternyata ditemukan dikubur di halaman belakang rumahnya? Dan siapa pula yang tega melakukan hal itu?

Tim Inafis Polda Bali menggelar olah TKP lanjutan kasus Angeline di rumah Margriet Megawe. (Liputan6.com/ Dewi Divianta)

 

Tanya demi tanya seakan tidak berhenti muncul dari masyarakat Indonesia dan menjadi tugas pihak kepolisian menjawab sebab musabab kematian murid SD kelas 2-B itu.

Namun penasihat hukum pada Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Denpasar, Siti Sapurah, menilai banyak kejanggalan yang meliputi sejak Angeline dilaporkan hilang hingga ditemukan tewas.

Sejak awal, aktivis anak itu bahkan menyatakan keyakinannya jika bocah tersebut hilang karena dibunuh bukan karena diculik atau menghilang karena melarikan diri.

Indikasi itu, lanjut dia, berangkat dari minimnya petunjuk dan saksi dari warga sekitar yang menandakan atau melihat bocah cantik itu diculik orang lain.

Pun jika ia melarikan diri dari rumah, ia yakin Angeline akan ditemukan oleh orang lain dan dilaporkan kepada pihak berwajib.

"Kemungkinan apakah anak ini dihilangkan, atau dikubur atau dibunuh itu ada sebenarnya, dugaan ke arah sana itu ada," ucapnya ketika menemui Kepala Polsek Denpasar Timur Komisaris Polisi I Gede Redastra, sebelum Angeline ditemukan.

Kabar hilangnya bocah bertubuh kurus itu pun terus menyebar melalui media sosial. Bahkan sejumlah lembaga swadaya masyarakat lokal dan asing yakni Yayasan Sahabat Bali dan "Savechildhoods" yang berkedudukan di Inggris juga turut mencari bocah itu.

Beberapa komunitas masyarakat mulai dari ibu-ibu warga negara asing, turis mancanegara, pecinta motor gede, hingga teman-teman sekolah Angeline ikut bergabung menjadi sukarelawan menyebarkan brosur berisi foto dan identitas bocah berambut panjang itu.

Brosur itu disebarkan di sepanjang jalan raya yang kerap kali dilalui Angeline saat berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki sejauh dua kilometer.

Bahkan pada saat itu, M dan kedua kakak Angeline juga turut menyebarkan brosur berhadiah hingga Rp 40 juta bagi siapapun yang menemukan Angeline.

Sosok pendiam

Semasa hidupnya, di kalangan guru-guru di SDN 12 Kesiman Sanur, Angeline dikenal sebagai sosok yang pendiam dan jarang bergaul dengan teman-temannya.

Putu Sri Wijayanti, Wali Kelas 2-B menjelaskan bahwa Angeline memiliki kepribadian tertutup dan terkadang tidak mengikuti pelajaran tepat waktu karena sering terlambat datang ke kelas.

Angeline (Liputan6.com/Sangaji)


Menurut dia, Angeline kerap terlambat karena harus memberi makan ayam peliharaan Margriet sebelum ke sekolah dan harus berjalan kaki 2 km ke sekolah.

Bahkan, ia bersama guru lainnya sempat memandikan bocah malang itu karena penampilannya yang kotor dan bau kotoran ayam. "Saya pernah memandikan dia di sekolah. Kasihan, badannya kotor," ucapnya.

Melihat kondisi itu, pihak sekolah sebelumnya berencana mendatangi kediaman Angeline untuk menemui orangtua angkatnya setelah pelaksanaan Ujian Nasional.

Meluasnya pemberitaan hilangnya Angeline oleh awak media, juga sampai ke telinga Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi, Yuddy Chrisnandi dan Menteri Perempuan dan Anak, Yohana Yembise yang secara terpisah mengunjungi kediaman Angeline.

Namun pejabat pembantu Presiden Joko Widodo itu gagal menemui keluarga terutama M. Padahal Yohana mengaku telah memberi tahu pihak keluarga terkait kunjungannya itu sebagai bentuk kepedulian negara atas kabar hilangnya Angeline.

Menteri Yohana pun mengaku kecewa dan meminta polisi untuk menahan sang ibu angkat.

"Saya kecewa dan saya menaruh curiga kepada ibu itu. Seharusnya anak hilang, ibu itu ada di rumah. Saya minta kepada pihak kepolisian agar mereka ditahan," ucap Yohana saat mengunjungi kediaman Angeline pada Sabtu 6 Juni 2015.

Hingga kini polisi masih mengungkap kematian Angeline, walaupun dari hasil otopsi menyebutkan bahwa bocah itu mengalami kekerasan akibat terkena benda tumpul hingga menyebabkan ia tewas.

Masyarakat Indonesia pun kini menunggu "jawaban" polisi atas pertanyaan-pertanyaan itu, mengungkap siapa pelaku dan motif pembunuhan yang melatarbelakangi akhir hidup Angeline yang tragis.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Luka di Kepala Penyebab Fatal Kematian Angeline

Luka di Kepala Penyebab Fatal Kematian Angeline

Tim Kedokteran Forensik Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah, Denpasar, menemukan adanya luka akibat kekerasan benda tumpul di bagian kepala jenazah Angeline (8).

"Dari hasil autopsi, kami menemukan luka benturan pada kepala kanan yang menyebabkan korban meninggal," kata Kepala Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Sanglah, dr Dudut Rustyadi, di Denpasar, Rabu (10/6/2015).

Selain itu, pihaknya menemukan luka memar pada wajah, leher, tangan, lengan, paha, pantat, dan punggung kaki akibat kekerasan benda tumpul.

Dudut menegaskan luka pada bagian kepala kanan jenazah akibat benda tumpul tersebut menjadi penyebab fatal kematian korban.

"Saat kami melakukan autopsi, kondisi jenazah saat kami terima sudah dalam keadaan membusuk," ujarnya.

Pihaknya memperkirakan kematian bocah dikabarkan hilang sejak 16 Mei 2015 itu sudah sejak tiga minggu sebelum dilakukan pemeriksaan. "Posisi jenazah saat dikubur terlihat telungkup ke kiri dan kaki menekuk," kata Dudut.

Kepala Bagian SMF Kedokteran Forensik RSUP Sanglah, dr Ida Bagus Putu Alit, menambahkan, pada punggung bagian kanan terdapat luka bekas sulutan api rokok.

"Leher jenazah terdapat bekas jeratan tali plastik sebanyak empat lilitan," ujar Alit. Dari bentuk simpul lilitan, jelas dia, korban diduga dibunuh oleh pelaku berusia dewasa.

Jenazah Angeline sore tadi dibawa ke desa asal orangtua kandungnya di desa Tulung Rejo, Banyuwangi.


Selain penuh luka, jasad Angeline ditemukan terbungkus kain dalam keadaan tertelungkup sedang memeluk boneka. Demikian keterangan dari Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Bali, Irjen Pol Ronny F. Sompie.

Kondisi Angeline itu memiliki makna dari sisi psikologis. Benda kesayangan menjadi tempat untuk meluapkan ketakutan, kegelisahan, serta rasa tidak nyaman saat seorang anak terancam atau mendapat perlakuan tidak menyenangkan.

"Ketika dia trauma, tertekan, dan sering diperlakukan kasar, benda-benda kesayangan membuat dia lebih nyaman dan lebih berani," kata Psikolog Anak dari Klinik Kancil, Alzena Masykouri, Mpsi saat dihubungi Health Liputan6.com pada Kamis (11/6/2015).

Khusus untuk anak yang masih memiliki keterbatasan dalam mengekspresikan perasaannya dan tak tahu harus mengadu pada siapa ketika berhadapan dengan situasi tidak mengenakkan, benda-benda kesayangan dapat meredakan kecemasan itu.

"Anak menjadi lebih nyaman dan lebih tenang saat barang-barang tertentu selalu di dekatnya. Misalnya saja selimut, boneka, atau apa pun bentuk benda tersebut," kata Alzena.

Kasus yang menimpa Angeline mengingatkan kita pada sebuah film tahun 1985 berjudul Arie Hanggara yang diadaptasi dari kisah nyata.

Film yang dibintangi Yan Cherry Budiono, Deddy Mizwar, Joice Erna, Anissa Sitawati, dan Cok Simbara itu bercerita tentang seorang bocah laki-laki berusia 8 tahun bernama Arie Hanggara yang selalu dianiaya ayah kandungnya hingga tewas. Kejadian ini menggemparkan masyarakat Indonesia pada 1984.

Arie Hanggara dan Angeline


Arie Hanggara dianiaya ayah kandungnya, Machtino yang dikompori ibu tirinya, Santi.

Menurut pengakuan para tetangga, mudah bagi Tino melayangkan telapak tangan ke pipi kecil Arie Hanggara dengan kekuatan kuli. Andai gagang sapu di rumah mereka bisa berbicara, dipastikan gagang sapu tersebut tidak hapal sudah berapa kali digunakan untuk memukuli tubuh Arie.

Alih-alih ingin mendisplinkan anak-anaknya, Tino tak sadar kalau telah membuat Arie Hanggara tak berdaya. Maklum, Tino adalah seorang pengangguran dan pemalas, yang mudah sekali emosi saat frustrasi menghampirinya.

Sebelum tubuh Arie Hanggara ditemukan kaku tak berdaya, para tetangga sempat mendengar bentakan Tino yang memerintahkan Arie Hanggara menghadap tembok. Mungkin, setelah itu, Tino kembali menghajar buah hati yang seharusnya dia lindungi.

Sama seperti kasus Angeline, masyarakat terlebih warga sekitar kediaman Tino merasa gemas terhadap perilaku orangtua yang tidak bertanggungjawab itu. Rekonstruksi pembunuhan harus diulang bekali-kali, karena TKP penuh orang-orang yang siap melayangkan telapak tangannya ke muka Tino dan Santi.

Meski sama-sama meninggal dengan cara tak wajar di usia 8 tahun, 'pencabut nyawa' Angeline dan Arie Hanggara berbeda, tapi serupa: orang-orang yang seharusnya melindungi jiwa mereka.

3 dari 4 halaman

Macam-macam Bentuk Kekerasan pada Anak

Macam-macam Bentuk Kekerasan pada Anak

"Dulu orang mengira bahwa yang disebut kekerasan terhadap anak hanya seperti kasus Arie Hanggara, tapi masih ada kekerasan fisik terhadap anak lainnya," kicau Psikolog Anak dan Keluarga, Anna Surti Ariani melalui akun @AnnaSurtiNina, sehari sebelum jasad Angeline ditemukan.

Lebih lanjut, apabila definisi kekerasan di dalam Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, kekerasan sama dengan perbuatan terhadap anak yang berdampak munculnya kesengsaraan dan penderitaan. Baik secara fisik, psikis, seksual, dan pelantaran. Termasuk ancaman melakukan perbuatan, pemaksaan, perampasan kemerdekaan. Sebab, tindakan ini melawan hukum.

Banyak orang, lanjut Nina dalam kicauannya, mengira kekerasan terhadap anak hanya dilakukan oleh mereka yang tidak sayang pada anak. Sesungguhnya, yang sayang juga bisa saja melakukan tindakan keji itu.

"#Sekolahortu. Kalau sampai orangtua yang sayang anak melakukan kekerasan, biasanya karena ketidaktahuan, atau adanya masalah berat," lanjut Nina.

Namun, apa pun alasan yang kerap dilontarkan orangtua usai menindas buah hatinya, sejatinya seorang anak harus tetap dicintai. "Anak tak boleh sampai mengalami kekerasan dalam berbagai bentuk," terang Nina.

Nina menjelaskan, kekerasan terhadap anak terbagi 4;

1. Fisik

Mencakar, mencubit, memukul, menyiram air panas, menyetrika, dan membanting adalah tindak kekerasan secara fisik. Tolong diingat, kekerasan fisik tak sama dengan disiplin.

Kekerasan tak bisa diprediksi, tanpa tahu apa yang membuat orangtua marah. Aturan yang ditekankan kurang jelas, ada standar ganda, yang membuat anak seperti terus menebak-nebak apa yang harus mereka lakukan.

"Beda lainnya, kekerasan cenderung mengandalkan kemarahan untuk mengontrol anak, bukan motivasi orangtua mendidik anak penuh cinta," tulis Nina.

Pembeda lainnya adalah orangtua yang kerap melakukan kekerasan fisik seringkali percaya bahwa cara mengatur anak adalah dengan menakutinya. "Jadi, orangtua melakukan kekerasan agar anak tetap `di dalam pagar`, sehingga yang dipelajari anak adalah cara menghindari kemarahan orangtua, bukan mengatur diri sendiri," kata Nina.

2. Seksual

"Kekerasan seksual mencakup menstimulasi anak secara seksual, meminta anak berfoto seksi pun termasuk pornografi. Selain itu, menyentuh kemaluan anak secara paksa dan mendorong anak melakukan kegiatan seksual atau pornografi," kata Nina.

3. Emosional

Menurut Nina, kekerasan emosional tanpa disadari sering kita lakukan. Misalnya, mengkritik anak secara berlebihan, memarahi, bahkan mencelakai binatang kesayangan anak. Kekerasan emosi mencakup mengancam, misalnya,"Awas, lho, kalau makannya nggak habis, nanti disuntik dokter," kata Nina.

4. Penelantaran atau pengabaian

Sama seperti kekerasan emosional, kekerasan yang satu ini juga sering dilakukan orangtua. Misalnya, tak memberikan fasilitas yang dibutuhkan anak. Contohnya, anak tak diberi makan bahkan ketika mereka lapar.

"Mencakup juga orangtua yang menyerahkan pengasuhan kepada orang lain, tanpa betul-betul mengetahui apa yang terjadi pada anak," kata dia.

Menyangkut mendiang Angeline, Nina menyebut kekerasan yang diterima bocah malang itu adalah fisik dan emosional.

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Arist Merdeka Sirait, menilai ibu angkat Angeline (8), M terlalu tempramental dan tertutup saat dimintai informasi terkait hilangnya bocah cantik itu.

"Saat saya mendatangi kediaman Angeline, ibu angkat korban sangat temperamental dan tertutup," ujar Arist, saat memberikan keterangan kepada media, di Instalasi Kamar Jenazah RSUP Sanglah Denpasar, Jumat (12/6/2015).

Ia menuturkan saat melakukan kunjungan ke rumah ibu angkat korban, di Jalan Sedap Malam, Minggu (24/5) lalu, pihaknya sempat tidak diizinkan untuk melihat lokasi halaman belakang rumahnya (tempat penemuan jenazah), dan diarahkan ke kamar Angeline.

Saat KPAI bertanya pada ibu angkat korban, M, terkait keberadaan Angeline saat itu, M secara spontan mengatakan anaknya masih berada di Denpasar. "Secara spontan M mengakui sangat sulit menemukan Angeline," ujarnya.

Dengan kejanggalan itu pihaknya langsung menyampaikan kepada Kepala Polda Bali, Inspektur Jenderal Polisi Ronny Sompie.

Kemudian, informasi KPAI itu langsung dikembangkan dan penyelidikan dilakukan sesuai dengan keterangan warga maupun investigasi kepolisian yang mendatangi ibu kandung korban di Banyuwangi.

Selain itu, saat ibu angkat korban dimintai informasi, M mengatakan akan memberi hukuman setimpal pada orang yang terlibat dalam pembunuhan Angeline. Namun, "Saya merasa ada upaya menghalang-halangi dari ibu angkat korban saat kami mendatangi kediaman korban," ujar Arist.

Pihaknya menduga ada upaya persekongkolan jahat yang dilakukan lebih dari satu orang "Namun, saya tidak dapat menuduh seseorang dan hanya menilai dari praduga tidak bersalah," ujarnya

Selain itu, pihaknya hanya mendatangi sekolah korban dan bertemu dengan kepala sekolah Angeline yang memberikan tambahan informasi terkait upaya persekongkolan jahat itu.

4 dari 4 halaman

Mensos: Adopsi Angeline Tak Sesuai Prosedur

Mensos: Adopsi Angeline Tak Sesuai Prosedur

Meski siapa dalang pembunuhan terhadap Angeline masih dicari, satu hal yang pasti, proses adopsi gadis cilik itu menyalahi aturan yang berlaku. Demikian diungkapkan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa.

Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan, adopsi atau pengangkatan anak yang dilakukan terhadap Angeline tidak sesuai prosedur dalam undang-undang yang berlaku.

"Yang terjadi pada kasus Angeline ini ternyata (adopsinya) tidak melalui prosedur seperti dalam Undang-Undang," kata Menteri Khofifah Indar Parawansa di sela Pembukaan Diklat Pekerja Sosial Rehabilitasi Sosial Napza di Yogyakarta, Jumat.

Menurut Menteri, sesuai dengan perangkat UU yang ada, adopsi anak yang dilakukan warga negara Indonesia (WNI) dengan WNI atau WNI dengan warga negara asing (WNA) harus melalui prosedur yang rumit dan dilaporkan ke Kementerian Sosial.

Namun demikian, kata Menteri, orang tua angkat Angeline tidak mengajukan permohonan pengangkatan anak ke kementeriannya. Demikian juga ketika dicek ke Dinas Sosial, Bali tidak ada proses permohonan tersebut.

"Kalau memang bapak angkatnya WNA, permohonannya harus diajukan ke Kemsos. Ternyata tidak. Ketika kami koordinasikan ke Dinas Sosial di Bali permohonan juga tidak dilakukan, sehingga ini tidak sah sesuai regulasi," kata Menteri.

Khofifah mengatakan, prosedur dalam adopsi anak memang sangat detil dan terlihat rumit, karena prosedur tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) dan peraturan menteri, sebab adopsi harus dilihat sebagai proses perlindungan anak.

(Facebook)

Menurut dia, rumitnya proses adopsi anak memang diakui menyebabkan masyarakat maupun pihak yang ingin mengangkat anak tidak mau mematuhi prosedur yang ada.

"Padahal ini (prosedur) penting untuk perlindungan, ini harus menjadi menjadi perhatian kita semua termasuk masyarakat, agar yang terjadi tidak pada penelantaran anak, seperti dalam kasus yang pernah terjadi," katanya.

Khofifah mengatakan, untuk memperbaiki kondisi yang ada, diperlukan pengawasan yang tidak hanya dilakukan oleh pemerintah tetapi juga masyarakat.

"Kemudian juga adanya perubahan sudut pandang terkait adopsi anak, yang tidak lagi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan orangtua yang belum memiliki anak, akan tetapi kebutuhan anak untuk mendapat perlindungan," katanya.

Diduga Psikopat

Ibu angkat Angeline, M dan dua kakak angkat Angeline ikut diperiksa polisi terkait ditemukannya jasad gadis cilik itu di halaman belakang rumah mereka.

Selain menjalani pemeriksaan oleh pihak kepolisian, M juga menjalani tes kejiwaan. Psikiater bernama Lely Setyawaty yang ditunjuk langsung Polresta Denpasar menyebut hasil tes M menunjukkan perempuan separuh baya itu adalah seorang psikopat.

Meski hasil tes kejiwaan menyebut M adalah seorang psikopat, namun pihak kepolisian masih menjadikan M sebagai saksi untuk dimintai keterangan lebih lanjut saat hasil tes yang menyimpulkan bahwa M psikopat ini muncul. Pemeriksaan terakhir, M dinyatakan sebagai tersangka kasus penelantaran anak oleh polisi.

Lantas, apa saja gejala-gejala penting dari seorang psikopat? Berikut penjelasan yang disampaikan Robert D Hare, PhD lewat bukunya Tanpa Nurani: Dunia Psikopat yang Mengganggu di Antara Kita dikutip Health Liputan6.com.

Emosional/hubungan antar pribadi

- Fasih dan dangkal
- Egonsentris dan menganggap diri hebat
- Kurangnya rasa penyesalan atau bersalah
- Kurangnya rasa empati
- Penuh tipu muslihat dan manipulatif
- Emosi yang sangkal

Penyimpangan sosial

- Impulsif
- Tidak dapat mengendalikan tingkah laku
- Adanya kebutuhan untuk merasakan kesenangan
- Kurangnya rasa tanggung jawab
- Masalah perilaku pada masa kanak-kanak
- Perilaku antisosial pada masa dewasa

Gejala-gejala ini menunjukkan satu kondisi yang disebut Psychopathy Checklist.  Meski begitu, Robert mengingatkan, agar tidak terlalu gampang menggunakan gejala-gejala ini untuk mendiagnosa diri sendiri atau orang lain.

Robert menjelaskan, suatu diagnosa membutuhkan pelatihan ketat, dan hak menggunakan pedoman penilaian formal. "Jika Anda menduga seseorang yang dikenal memenuhi gambaran ini, penting untuk membawanya ke yang lebih ahli. Carilah pertimbangan psikolog atau psikiater forensik yang terdaftar," kata Robert.

Menurutnya, berhati-hatilah dengan orang yang bukan psikopat tapi kemungkinan memiliki gejala yang sama. Banyak orang yang impulsif atau dingin, atau tidak berperasaan dan antisosial tapi bukan berarti mereka psikopat.

"Karena psikopati adalah sindrom atau sekumpulan gejala-gejala yang berkaitan," kata Robert menekankan.

Agar Anak Adopsi Tak Bernasib Seperti Angeline

Si cantik Angeline diadopsi oleh M dan suaminya saat usianya baru menginjak 3 hari. Ada sebuah perjanjian antara M dan ibu kandung Angeline sebelum gadis cilik itu diserahkan, yakni orangtua kandung Angeline tak diizinkan menemuinya di mana pun dia berada.

Kini, ketika tahu Angeline meninggal dunia dengan cara tak wajar, sang ibu kandung hanya bisa menangis histeris di depan ruang autopsi RSUP Sanglah, Denpasar, Bali. Sesal, mungkin itu yang kini dia rasakan.

"Bercermin dari kasus ini, walau pun orangtua angkat tidak mengizinkan orangtua kandung bertemu dengan si buah hati, bukan berarti tidak bisa memantau kehidupan anaknya. Banyak kok cara yang bisa ditempuh atau dilakukan," kata Psikolog Anak dan Keluarga, Anna Surti Ariani.

Demi memastikan si buah hati diasuh dengan baik, orangtua kandung dapat menggunakan `jasa` tetangga sekitar kediaman orangtua angkat si anak. "Minta tolong pada tetangga di kiri-kanan untuk melihat anak tersebut. Apakah si anak baik-baik saja atau ada sesuatu yang terjadi pada dia," kata Nina menambahkan.

Selama masih satu kota atau orangtua kandung tahu keberadaan buah hati, ortu dapat memantaunya dari jauh. Dengan begitu, orangtua juga dapat memantau kehidupan anaknya yang kini tinggal bersama keluarga barunya.

Menurut Nina, beragam alasan membuat para orangtua rela si buah hati diadopsi orang lain. Terlebih, mereka yang hidupnya di bawah garis kemiskinan. Dengan menyerahkan ke orang yang tepat dan mampu secara ekonomi, diharapkan kehidupan anak jauh lebih baik.

Sebelum serah-terima dilakukan, perjanjian di antara kedua belah pihak boleh dilakukan. Apakah orangtua masih boleh bertemu dengan si anak, atau benar-benar melepaskannya dengan tidak ikut campur dan percaya sepenuhnya.

Tetangga harus lebih sensitif

Bercermin dari kasus yang menimpa bocah cantik, Angeline (8) pengawasan dari tetangga sangat dibutuhkan. Maka, ketika menyerahkan anak ke orangtua angkat, ibu dan ayah kandung harus tahu siapa saja tetangga sekitar kediaman baru sang buah hati.

Mencermati kasus Angeline, sebelum ditemukan tak lagi bernyawa dekat kandang ayam di halaman belakang kediaman M pada Rabu (10/6/2015), para tetangga melaporkan kalau bocah cantik itu susah ke luar rumah.

"Calon orangtua angkat tidak semuanya oke. Mungkin, butuh pengawasan juga dari tetangga. Bila sering mendengar si anak dimarahi orangtuanya atau diomeli berlebihan, dan tubuh kerap lemas, ajak si anak ngobrol. Bila ada apa-apa segera lapor," kata PAnna Surti Ariani.

Tetangga, lanjut Nina, harus memiliki rasa sensitif yang tinggi. Sehingga, saat terjadi sesuatu yang tidak diinginkan dengan anak yang berada di kanan atau kiri kediamannya dapat segera bertindak. Jangan sampai terlambat, dan terlanjur si anak babak belur atau bahkan kehilangan nyawa. (Ein)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.