Sukses

ICW Mendorong Revisi UU Tipikor daripada UU KPK

Aradilla menilai, penguatan KPK sangat penting, namun tidak harus merevisi UU KPK.

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) menganggap revisi Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jauh lebih penting dilakukan, daripada merevisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).

"Jelas jauh lebih penting (merevisi) undang-undang Tipikor daripada undang-undang KPK. Undang-undang Tipikor jelas banyak lemahnya," ujar anggota Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Aradilla Caesar di Kantor ICW, Jakarta Selatan, Minggu (21/6/2015).

Aradilla menilai, penguatan KPK sangat penting, namun tidak harus merevisi UU KPK. Karena itu, ICW memandang pentingnya merevisi UU Tipikor untuk menguatkan KPK dalam pemberantasan korupsi.

ICW juga menyampaikan beberapa rekomendasi yang dapat dipakai dalam merevisi UU Tipikor. Seperti memberatkan ancaman pidana kepada pejabat yang menyalahgunakan jabatannya untuk melakukan tindak pidana korupsi.

"Pejabat publik mestinya ancaman pidananya minimal 6 tahun penjara. Kalau pelaku non-pejabat publik dapat dihukum minimal 5 tahun penjara," usul Ardilla.

ICW juga mendorong revisi UU Tipikor ke arah penambahan hukuman pencabutan hak politik bagi terpidana korupsi. Lembaga pemantau korupsi itu merekomendasikan, agar keringanan hukuman tidak dapat diberikan kepada terpidana korupsi.

"Hapus seluruh atau sebagian keuntungan yang diberikan pemerintah kepada terpidana. Juga memperoleh gaji, tunjangan, fasilitas sebagai pegawai negeri sipil (PNS), atau pejabat publik. Hapus semua saja," pungkas Ardilla.

Beberapa pekan terakhir, DPR mendorong usulan merevisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau UU KPK. Namun KPK menilai, usulan tersebut perlu ditinjau ulang. Karena lembaga anti-rasuah itu melihat ada upaya pelemahan.

Presiden Joko Widodo atau Jokowi pun sudah tegas menolak rencana revisi UU KPK. Namun DPR tetap bersikeras akan meninjau ulang undang-undang lembaga anti-korupsi itu. (Rmn/Yus)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.