Sukses

Saksi Ahli Polri: Pengangkatan Kapolri Hak Presiden, Tapi...

Hak prerogatif diatur dalam UUD 1945. Namun, kekuas‎aan dalam hak prerogatif itu akan hilang jika diatur dalam UU atau UUD 1945.

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana mengajukan uji materi Pasal 11 ayat 1, ayat 2, ayat 3, ayat 4 dan ayat 5 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Polri dan Pasal 13 ayat 2, ayat 3, ayat 4, ayat 5, ayat 6, ayat 7, ayat 8, dan ayat 9 UU Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI.

Denny selaku Pemohon merasa berlakunya UU Polri dan TNI itu telah merugikan hak konstitusionalnya karena pengangkatan dan pemberhentian Kapolri dan Panglima TNI harus melalui persetujuan DPR. Denny ‎menilai, pengangkatan dan pemberhentian Kapolri dan Panglima TNI merupakan hak prerogatif Presiden. Artinya, Presiden punya kekuasaan mutlak soal itu.

Guru Besar Fakultas Hukum Padjajaran I Gde Pantja Astawa menilai, hak prerogatif diatur dalam UUD 1945. Namun, kekuas‎aan dalam hak prerogatif itu akan hilang jika diatur dalam UU atau UUD 1945.

"Pengertian hilang di sini bukan selalu materi kekuasaan prerogatif akan sirna. Akan tetapi kekuasaan prerogatif itu menjadi kekuasaan menurut atau berdasarkan UUD," kata Gde saat menjadi ahli pihak terkait yaitu Polri dalam sidang uji materi di ruang sidang utama Gedung MK, Jakarta, Senin (5/5/2015).

Hak prerogatif itu dituang dalam UU, dalam hal ini UUD 1945, untuk mengurangi sifat yang tidak demokratis dan potensi membahayakan. Sebab, pranata prerogatif bersumber pada hukum tata negara di Kerajaan Inggris.

Di mana kekuasaan prerogatif bersumber pada hukum tidak tertulis yang berasal dari putusan hakim. Oleh sebagian pakar memandang karena kekuasaan prerogatif tidak memerlukan suatu dasar UU, maka bisa bersifat undemocratic and potentially dangerous.

"Untuk mengurangi sifat itu, maka penggunaan kekuasaan prerogatif dibatasi dengan cara dialihkan ke dalam UU, kemungkinan diuji melalui peradilan, dan kalau akan dilaksanakan oleh raja atau ratu harus terlebih dulu mendengar pendapat atau pertimbangan menteri," ujar dia.

Gde menambahkan, kekuasaan prerogatif Presiden itu bukan sekadar, tetapi diciptakan UUD 1945, karena diatur dalam UUD 1945, maka bersifat kekuasaan konstitusional.

"Jadi sistem ketatanegaraan Indonesia menurut UUD 1945 tidak mengenal hak atau kekuasaan prerogatif," ujar Gde.

Atas dasar itu menjadi sumber pemikiran yang melahirkan rumusan ketentuan dalam Pasal 11 ayat 1 sampai 5 UU Polri. Di mana terhadap kekuasaan konstitusional tersebut perlu ada instrumen pengendali agar kekuasaan itu tetap benar secara hukum, wajar, dan pantas.

Karena itu, frasa 'dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat' dalam Pasal 11 UU Polri yang diujimaterikan Pemohon sama sekali tidak ‎mengandung pertentangan dengan semangat UUD 1945, khususnya Pasal 30 ayat 4 dan 5 UUD 1945, serta amanat dalam Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/2000.

"Karena itu tidak sangat tidak benar dan tidak beralasan sama sekali jika ketentuan Pasal 11‎ UU Polri tidak konstitusional," ujar Gde.

Gugatan Denny Indrayana

Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM mengajukan gugatan uji materi ke MK Pasal 11 ayat 1, ayat 2, ayat 3, ayat 4 dan ayat 5 UU Nomor 2 tahun 2002 tentang Polri dan Pasal 13 ayat 2, ayat 3, ayat 4, ayat 5, ayat 6, ayat 7, ayat 8, dan ayat 9 UU Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI.

Kuasa hukum Denny, Heru Widodo mengatakan, s‎esuai UUD 1945, sistem pemerintah yang dianut Indonesia adalah presidensial. Namun, saat ini Presiden belum bisa mendapatkan hak prerogatifnya secara mutlak.

Sebab, lanjut dia, dalam UU Polri dan UU TNI mengatur pengangkatan dan pemberhentian Kapolri dan Panglima TNI harus melalui pertimbangan DPR. Padahal sudah seharusnya‎ Presiden punya hak prerogatif secara penuh untuk mengangkat atau memberhentikan personel pemerintahannya tanpa melibatkan persetujuan seperti DPR.

"Harusnya Presiden punya kuasa penuh dalam memilih atau mencopot Kapolri," ujar Heru pada sidang perdana Kamis 5 Februari 2015.

Karena itu, Heru menilai, UU Polri dan UU TNI bertentangan dengan konstitusi. Sebab hak prerogatif Presiden dalam sistem presidensial diatur secara tegas dalam UUD 1945. (Mvi/Ein)


* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.