Sukses

Alasan Hukum KPK Minta PN Jaksel Tolak Praperadilan Budi Gunawan

KPK menilai objek permohonan calon Kapolri Komjen Pol Budi Gunawan bukanlah kewenangan hakim praperadilan.

Liputan6.com, Jakarta - KPK menilai objek permohonan calon Kapolri Komjen Pol Budi Gunawan bukanlah kewenangan hakim praperadilan. Kuasa hukum KPK Rasamala Aritonang menyatakan, kewenangan praperadilan hanyalah menguji dan menilai tentang kebenaran dan ketepatan tindakan upaya paksa yang dilakukan penyidik.

"Kewenangan praperadilan diatur dalam Pasal 1 angka 10 jo Pasal 77 jo Pasal 82 ayat 1 KUHAP, kewenangan lembaga praperadilan itu jelas dan terbatas. Karena itu prematur jika memasukan unsur penetapan tersangka," ujar Rasamala di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (9/2/2015).

Tekait penggunaan Pasal 95 ayat 1 terkait pemahaman 'tindakan lain', Rasamala mengatakan, kerugian yang ditimbulkan hanyalah jika penyidik sudah masuk rumah, melakukan penggeledahan, dan penyitaan yang tidah sah menurut hukum. Termasuk penahanan tanpa alasan.

"Faktanya termohon (KPK) sampai dengan disidangkannya permohonan praperadian a quo, termohon belum melakukan upaya paksa apapun terhadap diri pemohon (Budi Gunawan) baik berupa penangkapan, penahanan, pemasukan rumah, penyitaan, atau penggeledahaan terhadap diri pemohon, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 77 jo Pasal 82 ayat 1 jo pasal 94f ayat 1 dan 2 KUHAP," jelas dia.

Karena prematur, Rasamala meminta agar permohonan Budi Gunawan haruslah ditolak. "Bahwa berdasarkan uraian tersebut, maka permohonan praperadilan yang diajukan oleh pemohon terhadap termohon dalam perkara a quo tidak tepat, karena prematur dan oleh karenanya permohonan tersebut haruslah ditolak," tandas Rasamala.

Kuasa hukum Budi Gunawan, Maqdir Ismail sebelumnya mengatakan permohonan yang dapat diajukan di praperadilan selain persoalan sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyelidikan atau penghentian penuntutan maupun ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang perkara pidananya, dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan sesuai Pasal 77 KUHAP, bisa juga meliputi tindakan lain.

Menurut Maqdir tindakan tersebut secara tegas diatur dalam Pasal 95 KUHAP ayat 1 dan ayat 2. "Dengan kata lain Pasal 95 ayat 1 dan 2 pada pokoknya merupakan tindakan penyidik atau penuntut umum dalam rangka mejalankan wewenangnya yang dilakukan tanpa alasan hukum, sehingga melanggar hak asasi atau harkat martabat kemanusiaan atau merugikan seseorang, in case adalah Pemohon. Oleh karena itu tindakan lain yang dilakukan oleh termohon menjadi objek permohonan praperadilan," ujar Maqdir.

Pasal 95 ayat 1 menyebutkan, tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut, dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum ditetapkan.

Kemudian Pasal 2 menyebutkan, tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahliwarisnya atas penangkapan atau penahanan, serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri, diputus disidang praperadilan sebagaimana dalam Pasal 77.

Karena itu, menurut Maqdir tindakan lain yang dimaksud adalah menyangkut pelaksanaan wewenang penyidik maupun penuntut umum, di antaranya berupa penggeledahan, penyitaan, maupun menetapkan seseorang menjadi tersangka.

Selain itu, Maqdir menilai dengan ditetapkan seseorang menjadi tersangka tanpa melalui prosedur hukum yang benar sesuai KUHAP, maka nama baik dan kekebabsan seseorang telah dirampas. (Rmn/Mut)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.