Sukses

Pesan Tak Sampai Teror Sydney

Menko Polhukam meminta masyarakat Indonesia mewaspadai gerakan radikal seperti yang terjadi di Kafe Lindt, Sydney, Australia.

Liputan6.com, Sydney - Halaman Lindt Chocolate Cafe di Martin Place Sydney berubah menjadi lautan bunga. Berbagai macam bunga yang dibungkus dengan plastik dan kertas, terus berdatangan dan diletakkan berjajar di halaman kafe. Tumpukan bunga beraneka warna itu membuat hati siapa pun yang melihatnya tersentuh, turut merasakan kesedihan mendalam yang dialami warga Sydney, Australia.

Kesedihan sekaligus kecemasan dialami warga Sydney setelah terjadinya aksi teror di Kafe Lindt. Pelakunya bernama Man Haron Monis. Dia menyerang Kafe Lindt pada Senin 15 Desember 2014, pukul 09.45 waktu setempat.

Merangsek masuk ke dalam kafe, Monis bersama satu orang lainnya, menyandera sejumlah pengunjung dan memaksa mereka mengibarkan bendera hitam bertuliskan Arab. Aksi penyanderaan itu berlangsung 16 jam dan kontan membuat suasana Kota Sydney, yang biasanya tenang, mencekam.

Beberapa orang dilaporkan terluka. Seorang polisi kena tembakan senapan di wajah dan 3 lainnya juga mengalami luka tembak. Sementara itu, dua sandera yang sedang hamil dibawa ke rumah sakit. Mereka tidak cedera, namun perawatan dilakukan demi menjaga kesehatan ibu dan bayinya. Lebih mengenaskan, serangan ini menewaskan 3 orang termasuk pelaku teror.

Kepolisian Negara Bagian New South Wales (NSW), Australia, mengatakan menggelar penyelidikan untuk megetahui motif penyerangan. Penyelidikan diperkirakan memakan waktu beberapa minggu atau bulan.

Identitas Pelaku

Profil Man Haron Monis Si Penyandera di Teror Sydney

Kendati belum banyak keterangan tentang bagaimana sesungguhnya serangan itu terjadi, identitas pelaku teror setidaknya sudah terungkap.

Man Haron Monis, 49 tahun, yang akhirnya tewas dalam baku tembak dengan polisi, ternyata pernah  terlibat dalam beberapa kasus kriminal. Ia bermasalah dengan hukum.

Dikutip dari BBC, pada 2011 pelaku teror Sydney itu menghadapi lebih dari 40 tuduhan atas kasus penyerangan seksual dan perbuatan tidak senonoh. "Kami percaya orang yang menyandera di dalam sebuah kafe di Sydney, Australia itu adalah Man Haron Monis," ungkap salah satu polisi.

Ditulis Sydney Morning Herald, tindakan tidak senonoh yang melibatkan Monis berhubungan dengan aksi penyembuhan spiritual yang disebut-sebut menggunakan ilmu hitam di bagian barat Sydney.

Pria kelahiran Iran dengan nama Manteghi Bourjerdi yang mencari suaka politik di Australia pada 1996 itu, sebelumnya juga sempat dihukum karena mengirim surat penghinaan terhadap keluarga tentara Australia yang meninggal dalam tugas ke luar negeri.

Monis yang juga populer sebagai Sheikh Haron, pernah diadili atas kasus pidana pembunuhan mantan istrinya. Namun "Sheik" itu membantah terlibat dan menegaskan kasus tersebut sebagai upaya kriminalisasi terhadap aktivis muslim.

Monis yang memiliki nama lain yakni Mohammad Hassan Manteghi, mengaku sebagai seorang pengikut Syiah. Namun kini ia tak lagi mengikutinya. "Dulunya seorang Rafidi, tapi kini tidak lagi," demikian tulisan Monis di situs miliknya yang telah diblokir aparat.

Dari hasil analisa awal, ia diperkirakan bekerja sendirian. "Tentu saja ini tampaknya menjadi tindakan aktor tunggal, mungkin tidak dipersiapkan dengan baik, mungkin tidak direncanakan dengan baik," ujar kepala program riset kontra terorisme di Australia Curtin University, Anne Aly.

Disebutkan, salah satu tuntutan Monis saat penyerangan yakni meminta bendera kelompok militan ISIS dikirim ke Kafe Lindt. Namun, dia diketahui tidak memiliki hubungan dengan kelompok teroris tersebut. Diduga tindakannya di Sydney untuk mendapatkan perhatian pendukung ISIS di dunia maya, namun ternyata gagal.

Perdana Menteri Australia Tony Abbott menyebut Monis memiliki ketidakstabilan mental. "Pelaku itu dikenal baik otoritas negara dan Persemakmuran. Dia memiliki sejarah panjang terhadap kasus kekerasan, kegilaan dengan ekstremisme serta gangguan mental," kata Abbott dalam konferensi pers singkat di Canberra seperti dikutip dari Reuters, Selasa 16 Desember 2014.

Nihil WNI

Meski aksi penyerangan di Kafe Lindt diduga dilakukan perorangan dan pelakunya telah tewas, pemerintah Australia menilainya sebagai peringatan. Dalam keterangannya Tony Abbott mengatakan, "Peristiwa ini menunjukkan bahwa bahkan sebuah negara yang bebas, terbuka, murah hati, dan aman seperti kita ini tetap rentan terhadap tindak kekerasan bermotif politik."

Abbott mengungkapkan bakal menggelar pertemuan dengan Komite Keamanan Nasional Australia membahas teror Monis tersebut. Bersama Komite Keamanan, ia juga akan mengevaluasi dan memberikan dukungan kepada Kepolisian News South Wales terkait penyelesaian kasus tersebut.

“Badan-badan agensi Persemakmuran akan membantu semua upaya penyelesaian kasus yang dibutuhkan aparat berwenang New South Wales," ujar Abbott.

Meski kejadiannya di Australia, tapi teror Monis telah mengkhawatirkan banyak negara. Tak terkecuali Indonesia, yang pernah dihantam aksi terorisme mengerikan selama beberapa tahun.

Menko Politik Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno mengatakan, masyarakat Indonesia harus tetap waspada dengan gerakan radikal serupa. Karena tidak tertutup kemungkinan teror Sydney itu terjadi di Indonesia.

Guna mengantisipasi hal itu, Tedjo meminta masyarakat untuk tetap melihat keadaan sekitar. Masyarakat juga diminta mengetahui perkembangan situasi keamanan di wilayah masing-masing.

"Dengan adanya kejadian di Sydney kami mengingatkan seluruh komponen bangsa untuk hati-hati terhadap situasi yang berkembang," lanjut Tedjo. Kemenko Polhukam sudah mendapat laporan munculnya ISIS di Poso, Sulawesi Tengah. Banyak warga negara Indonesia (WNI) dilaporkan sudah bergabung dengan gerakan yang lahir di Irak itu.

Namun dalam kejadian di Sydney, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi memastikan bahwa tidak ada WNI yang menjadi korban. "Tidak ada WNI yang menjadi korban penyanderaan di kafe tersebut," kata Retno menjawab desas-desus yang menyebutkan ada WNI menjadi korban dalam serangan teror itu.

Retno mengatakan, mendapat laporan dari Konsulat Jenderal RI Sydney. Ia menjelaskan, informasi KJRI diperoleh setelah berkoordinasi dengan Kepolisian Anti-Terorisme Australia. (Sun/Ans)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.