Sukses

Peringatan Hardiknas Diwarnai Unjuk Rasa

Peringatan Hardiknas diwarnai unjuk rasa ibu-ibu rumah tangga dan siswa SMA. Masih banyak masalah yang harus dihadapi dunia pendidikan di Indonesia mulai dari kecurangan UN hingga belum meratanya kesempatan pendidikan.

Liputan6.com, Jakarta: Hari Pendidikan Nasional secara khusus diperingati dalam sebuah acara di Kantor Departemen Pendidikan Nasional,  Jakarta, Rabu (2/5). Acara dipimpin langsung Menteri Pendidikan Nasional, Bambang Sudibyo.

Dalam kesempatan ini, Mendiknas menyoroti soal peningkatan mutu pendidikan di Tanah Air dan pencapaian anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional. Menyoal kasus kecurangan dalam pelaksanaan ujian nasional yang melibatkan guru, Bambang berjanji akan mencopot guru tersebut dari jabatan dan membawanya ke meja hijau.

Peringatan Hardiknas kali ini juga diwarnai unjuk rasa. Beberapa kelompok pengunjuk rasa memusatkan aksinya di bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat. Sekelompok ibu rumah tangga beserta anak-anaknya berdemonstrasi menuntut agar pemerintah lebih memfokuskan pendidikan bagi kaum perempuan dan anak-anak. Apalagi, dalam kampanye pemilihan presiden 2004, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah menjanjikan pemerataan pendidikan. Tapi, kenyataannya masih jauh dari harapan.

Sementara, ratusan siswa sekolah menengah atas menyampaikan beberapa tuntutan, di antaranya soal penghapusan ujian nasional. Mereka menilai ujian nasional telah merugikan siswa dan kurang terbuka dalam sistem penilaiannya [baca: Siswa SMK Memprotes Kecurangan Guru].

Melalui peringatan Hardiknas hari ini, Depdiknas mengajak semua pihak untuk berperan serta mewujudkan pendidikan yang bermutu. Selama ini, persoalan pendidikan justru terletak pada pemerintah. Mulai dari kurikulum yang sering berganti hingga anggaran yang tidak pernah memadai.

Unjuk rasa para pelajar SMA karena tidak lulus ujian nasional seakan mengisyaratkan pertanyaan tentang kurikulum yang dibuat Depdiknas. Selama ini, kurikulum yang dibuat Departemen ini memang sering kali berganti tergantung menteri yang memimpin. Ini tentu saja akan menyulitkan murid yang tengah menuntut ilmu.

Selain masalah kurikulum, persoalan yang dihadapi dunia pendidikan Indonesia adalah soal anggaran yang tidak pernah memadai [baca: Peningkatan Anggaran Pendidikan Menjadi Prioritas]. Sekolah rusak menjadi lagu lama yang terus bergaung. Bahkan, ada sebuah sekolah di kawasan elit di Sunter, Jakarta Utara, yang rusak hingga kini juga belum diperbaiki.

Tidak seperti sekolah lainnya, Sekolah Dasar Negeri Sunter Agung 03 sepi dari kegiatan siswa. Ini karena sejak Januari silam, 270 siswa sekolah itu telah diungsikan ke gedung sekolah lain. Pasalnya, sekolah sudah tak layak pakai karena rusak parah. Pondasi kayu sebagian besar sudah keropos, cat tembok mulai mengelupas, dan atapnya sudah tidak utuh lagi.

Berdasarkan data Dinas Pendidikan DKI Jakarta, saat ini lebih dari 220 SD dan SMP dalam kondisi rusak. Sementara renovasi baru dianggarkan untuk sembilan sekolah yang rusak berat. Kenyataan ini tentu sangat ironis mengingat Ibu Kota adalah daerah yang tergolong kaya. Meski begitu Dinas ini tetap berkilah. Menurut Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Sylviana Murni, gedung bagus tidak identik dengan prestasi.(IAN/Tim Liputan 6 SCTV)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini