Sukses

Massa Kembali Menduduki KPU Depok

Kantor KPU Depok, Jabar, kembali diduduki ratusan massa dari Masyarakat Peduli Pilkada Depok. Di Gresik, Jatim, meski belum ada hasil resmi, pendukung Robbach Ma`sum dan Sastro Suwito telah merayakan kemenangan.

Liputan6.com, Jakarta: Sekitar 600 orang dari Masyarakat Peduli Pemilihan Langsung Kepala Daerah Depok, Jawa Barat, Selasa (28/6), kembali menduduki Kantor Komisi Pemilihan Umum Depok di Jalan Sawangan. Massa memprotes KPU Depok dan Panitia Pengawas Pilkada sebab tak memberi sanksi terhadap Nurmahmudi Ismail, salah seorang kandidat Wali Kota Depok.

Massa menuduh calon wali kota dari Partai Keadilan Sejahtera itu dan beberapa simpatisan PKS melakukan pelanggaran. Pelanggaran itu berupa pemberian politik uang dan penyebaran video cakram padat kampanye yang dilakukan saat masa tenang sebelum pencoblosan. "Tolong dihentikan penghitungan suaranya," kata salah seorang pemrotes. Zulfadli, Ketua KPU Depok, mengaku belum bisa bersikap atas tuntutan pengunjuk rasa. Namun ia berjanji akan merespons tuntutan itu. Sehari sebelumnya massa dari kelompok yang sama sempat menduduki Kantor KPU sejak pukul 21.00 WIB [baca: Kantor KPUD Depok Diduduki Massa].

Senin kemarin, KPU juga menerima protes dari perwakilan PKS karena mengumumkan hasil perhitungan sementara yang memenangkan Badrul Kamal. Kian meruncingnya pertentangan membuat KPU memutuskan menunda pengumuman pilkada yang digelar Ahad silam. Penundaan itu akan dilakukan hingga seluruh surat suara selesai dihitung di kecamatan masing-masing.

Di Gresik, Jawa Timur, meski belum resmi diumumkan, namun para pendukung pasangan calon Bupati Robbach Ma`sum dan Sastro Suwito dari Partai Kebangkitan Bangsa telah merayakan kemenangan dengan berkonvoi kendaraan di sejumlah jalan di kota itu. Seperti di Jalan Sudirman. Memasuki hari kedua penghitungan suara, Robbach untuk sementara meraup sekitar 223.069 suara. Jauh melewati calon pasangan lain Sambari Halim Radianto dan M. Nasikh dari Partai Golkar, Gunawan-Ahmad Qusyiri dari koalisi Partai Demokrat-Partai Amanat Nasional, dan Mujitabah-Samwil dari koalisi PDIP-PPP [baca: Dua Kubu di Binjai Nyaris Bentrok].

Sedangkan di Surabaya, pasangan Bambang Dwi Hartono dan Arief Afandi unggul dengan 491.276 suara. Pasangan ini meninggalkan pesaingnya Alisjahbana-Wahyudin Husein dari Partai Kebangkitan Bangsa, yang hanya memperoleh 198.409 suara. Disusul pasangan Erlangga Satriagung-A.H. Thony dengan 179.046 suara dan Gatot Sudjito-Benyamin Hilly dengan 88.913 suara. Adapun di Kediri, Jatim, Sutrisno dan Sulaiman Lubis untuk sementara memimpin dengan 573.054 suara.

Sejauh ini, hasil pilkada di beberapa daerah mencuatkan sejumlah nama dari partai gurem. Umpamanya di Provinsi Riau. Di Kabupaten Indragiri Hulu, nama yang melejit adalah calon yang diunggulkan koalisi Partai Persatuan Pembangunan, Partai Persatuan Daerah, dan Partai Bintang Reformasi yang mengungguli calon Partai Golongan Karya. Padahal, dalam Pemilihan Umum 2004, Golkar unggul jauh dibanding partai lain. Bahkan akumulasi perolehan suaranya masih jauh jika dibandingkan jumlah suara kolektif ketiga partai itu.

Kondisi serupa dijumpai di Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan, Sumatra Selatan. Calon Bupati dari Partai Bulan Bintang unggul melampaui calon Golkar. Dalam pemilu tahun lalu, Golkar perolehan suaranya dua kali lipat dari PBB. Golkar pada pilkada ini hanya menang mutlak di Bengkalis, Riau, dan Bangka Selatan, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Sementara yang lainnya, keunggulan partai ini dihasilkan dari koalisi dengan partai lain. Misalnya dengan PAN di Ogan Ilir, Sumsel, atau bersama Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan serta PAN di Bangka Tengah, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Hasil pilkada di Pulau Jawa kondisinya tak jauh berbeda. Kemenangan partai dalam Pemilu 2004 tak menjamin kemenangan calon yang diusung. Di Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta, misalnya. Calon PAN mengalahkan calon Golkar--pemenang Pemilu 2004. Sedangkan di Kota Serang, Banten, koalisi Partai Demokrat dan PKS mengungguli calon Golkar.

Demikian juga dengan pilkada di Sulawesi. Calon dari koalisi partai kecil berhasil melampaui suara dari calon-calon partai besar yang maju sendiri. Pilkada terbukti memberi kesempatan pada partai-partai kecil yang tak bersuara di tingkat nasional untuk berdaya di daerah-daerah. Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia, PPD, Partai Nasional Banteng Kemerdekaan, Partai Nasional Indonesia Marhaenisme mungkin disebut partai gurem untuk tingkat nasional. Namun, di tataran lokal menjadi penentu wajah politik daerah.(MAK/Tim Liputan 6 SCTV)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini