Liputan6.com, Jakarta - Dua hari setelah sederet insiden melibatkan ledakan perangkat pager, Qatar Airways melarang penumpangnya membawa pager dan walkie-talkie dalam penerbangan dari Beirut, Lebanon, per Jumat, 20 September 2024. Pihaknya mengambil langkah ini setelah Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Lebanon mengeluarkan surat edaran pada seluruh maskapai penerbangan.
Melansir CNBC, Sabtu (21/9/2024), surat edaran tersebut berbunyi, "Seluruh maskapai penerbangan yang beroperasi di Bandara Beirut-Rafic Hariri diminta menginformasikan seluruh penumpang yang berangkat melalui bandara tersebut bahwa, hingga pemberitahuan lebih lanjut, (mereka) dilarang membawa pager atau perangkat walkie-talkie apapun ke dalam pesawat, baik di dalam koper maupun tas tangan, serta melalui kargo udara."
Dalam sebuah pernyataan, Qatar Airways berbagi, "Sesuai arahan dari DGCA Republik Lebanon, seluruh penumpang yang terbang dari Bandara Internasional Beirut Rafic Hariri (BEY) dilarang membawa pager dan walkie-talkie ke dalam pesawat."
Advertisement
"Larangan tersebut berlaku untuk bagasi tercatat dan bagasi kabin, serta kargo, dan akan diberlakukan hingga pemberitahuan lebih lanjut," imbuh mereka. Peristiwa janggal yang melibatkan ledakan perangkat pager, walkie-talkie, dan perangkat radio di Lebanon telah mengguncang dunia.
Dalam apa yang tampak seperti "serangan terkoordinasi," perangkat pager meledak untuk pertama kalinya pada Selasa, 17 September 2024. Pada Rabu, 18 September 2024, giliran walkie-talkie dan perangkat radio yang dilaporkan meledak.
Menurut Al Jazeera, 20 orang tewas dan lebih dari 450 orang terluka akibat ledakan pada Rabu, menurut Kementerian Kesehatan Publik Lebanon. Sementara, kejadian serupa menewaskan 12 orang dan melukai hampir tiga ribu orang pada Selasa.
Meningkatnya Ketegangan dan Kekhawatiran
Kedua serangan yang terjadi berdekatan ini membuat banyak orang di Lebanon khawatir tentang penggunaan perangkat elektronik dan situasi keamanan negara. Serangan tersebut diduga menargetkan telepon seluler, laptop, sel tenaga surya, serta radio walkie-talkie yang dibeli pada waktu yang hampir bersamaan, yakni sekitar lima bulan terakhir.
Perangkat meledak di kota-kota termasuk Beirut, serta pinggiran selatannya, Hermel, Baalbek, Saida, Nabatieh, Tyre, Naqoura, dan Marjayoun. Para pejabat masih berupaya mengendalikan ledakan terhadap perangkat mencurigakan yang ditemukan di sejumlah lokasi di seluruh negeri pada Rabu malam.
Ketegangan dan kekhawatiran yang ditimbulkannya meningkat di antara warga Lebanon, karena perangkat yang dikatakan meledak pada Rabu lebih "modern" dan digunakan secara lebih luas. Perencana acara Maria Boustany telah memberi tahu timnya untuk membuang walkie-talkie yang mereka gunakan untuk berkomunikasi di acara pernikahan dan acara lain, karena ada keraguan atas keamanannya.
"Mungkin mereknya tidak sama, tapi kami benar-benar tidak tahu apa yang terjadi," katanya. Sebagai ganti, Boustany mengatakan, timnya akan menggunakan WhatsApp untuk berkomunikasi. "Lebih baik mencegah," katanya. Tim tersebut tidak menggunakan pager.
Advertisement
Korban Ledakan Kehilangan Jari Atau Bola Mata
Di luar Pusat Medis Universitas Amerika Beirut (AUBMC), kerabat maupun teman korban luka pada Selasa berdiri berkelompok pada hari berikutnya. Mereka saling sapa dan bertanya tentang orang-orang terkasih di dalam pintu rumah sakit. Banyak yang mengenakan pakaian hitam.
Di dalam, para perawat menolak orang-orang yang datang untuk mendonorkan darah. Dikatakan bahwa begitu banyak orang yang datang untuk mendonorkan darah pada Selasa, sehingga mereka tidak lagi membutuhkan darah pada hari berikutnya.
Meski memerlukan "upaya yang sangat besar" dari pihak layanan kesehatan Lebanon untuk mengatasi kejadian pada Selasa, mengingat banyaknya jumlah korban luka, Perdana Menteri Lebanon sementara Najib Mikati mengatakan, rumah sakit "berhasil" mengatasi korban luka baru pada Rabu.
"Kami masih memiliki 140 pasien di rumah sakit dan beberapa masih menjalani operasi," Salah Zeineldine, kepala staf medis AUBMC, mengatakan pada Al Jazeera. "Kami telah membekukan semua kasus elektif."
Zeineldine mencatat bhawa dari 140 pasien, beberapa masih kritis, tapi tidak ada yang dalam kondisi mengancam jiwa. "Banyak (dari korban luka) kehilangan jari atau bola mata," katanya.
Banyak orang di depan AUBMC pada Rabu tidak ingin berbicara dengan media. Di trotoar terdekat, Ali yang berusia 40 tahun setuju mengobrol, mengatakan bahwa ia datang ke rumah sakit untuk mengunjungi korban luka, tanpa menyebutkan hubungannya dengan mereka.
Apa yang Akan Terjadi Selanjutnya?
Sehari sebelumnya, kata Ali, ia berada di pinggiran selatan Beirut ketika mendengar serangkaian ledakan. "Setiap lima hingga 10 detik, saya mendengar ledakan lagi," katanya.
Ali menyebut serangan hari Selasa itu "bodoh," seraya menambahkan, "Kami kuat dan ketakutan adalah hal yang paling jauh dari pikiran kami." Di rumah sakit Clemenceau di dekatnya, para pria berbaris di area di luar pintu masuk utama, menunggu mengunjungi orang-orang terkasih.
Para saksi mengatakan, meski rumah sakit di Beirut lebih sibuk dari biasanya, itu jauh lebih tenang daripada hari Selasa ketika semua tenaga medis diminta bertugas membantu merawat pasien yang membludak. Serangan tersebut membuat banyak warga Lebanon bertanya-tanya apa yang akan terjadi selanjutnya.
Media sosial dipenuhi perdebatan mengenai apakah serangan tersebut "sangat tepat sasaran atau tidak pandang bulu," dan merupakan pelanggaran hukum internasional. Hezbollah dan Israel telah saling menyerang hampir setiap hari sejak Oktober 2023.
Hezbollah mengatakan bahwa mereka bertempur untuk mendukung Hamas dan akan melakukan gencatan senjata jika ada kesepakatan di Gaza. Sementara itu, Israel telah mengintensifkan diskusi tentang perluasan perang melawan Hezbollah.
Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence
Advertisement