Sukses

Status Internasional Bandara Supadio Dicabut demi Batasi Perjalanan Luar Negeri Warga Kalimantan Barat

Bandara Supadio disebut sebagai jembatan warga Kalimantan Barat bepergian ke luar negeri, khususnya Kuching-Sarawak, untuk mendapatkan layanan kesehatan.

Liputan6.com, Jakarta - Tidak lagi berstatus bandara internasional, Bandara Supadio di Kalimantan Barat kini hanya melayani penerbangan domestik. Perubahan ini merujuk Keputusan Menteri (KM) Perhubungan Nomor 31 Tahun 2024.

Antara melaporkan, dikutip Jumat (26/4/2024), Pj Gubernur Kalimantan Barat Harisson menjelaskan bahwa salah satu alasan pemerintah pusat mengubah status bandara tersebut adalah demi mengurangi kemudahan akses masyarakat Indonesia ke luar negeri.

"Perlu dipahami bahwa pemerintah pusat mempertimbangkan kunjungan masyarakat Kalbar ke luar negeri lebih banyak daripada wisatawan mancanegara ke Kalbar," kata dia. Menurut Harisson, pemerintah pusat menganggap banyaknya bandara internasional dapat menggerus devisa negara karena memudahkan warga berwisata dan berbelanja di luar negeri.

Harisson juga mengaku prihatin terhadap perilaku warga Kalimantan Barat yang sering bepergian ke luar negeri, khususnya ke Kuching-Sarawak, untuk mendapatkan layanan kesehatan. "Pertimbangan ini penting karena ada indikasi beberapa warga kita telah terlanjur percaya pada pelayanan kesehatan di luar negeri, dan mereka merasa tidak akan sembuh jika tidak mendapat pengobatan di sana," katanya.

Harisson menambahkan, perubahan status Bandara Supadio jadi bandara domestik tentu berdampak signifikan bagi masyarakat Kalimantan Barat, terutama dalam hal akses internasional dan layanan kesehatan. "Pemerintah daerah akan terus memantau dan mengevaluasi dampak keputusan ini untuk memastikan kepentingan masyarakat tetap terpenuhi," ia mengklaim.

Sekitar 600 ribu sampai dua juta Warga Negara Indonesia (WNI) berobat ke luar negeri setiap tahunnya. Saat ini, pemerintah telah memetakan cara agar wellness tourism di Indonesia bisa lebih berkembang sehingga warganya tidak perlu jauh-jauh berobat ke Malaysia maupun Singapura yang merupakan destinasi wisata kesehatan sekitar 80 persen warga Medan saat berobat ke luar negeri.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Destinasi Wellness Tourism

"Salah satu Indonesian health tourism terbesar dari Medan, yang jadi pusat wisata kesehatan, karena Medan dekat dengan Penang dan Kuala Lumpur," ungkap Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno saat weekly press briefing pada 9 Oktober 2023. 

Memaksimalkan itu, Wali Kota Medan Bobby Nasution mengatakan, pihaknya sudah mencanangkan Medan Medical Tourism sejak 2021. Ini berawal dari persoalan Sumatra Utara menempati peringkat kedua di Indonesia, yakni sekitar 200 ribu orang, yang warganya pergi ke Singapura untuk berobat.

Menurut Bobby, jumlahnya memang masih di bawah Kepulauan Riau yang mencapai 700 ribu-an orang. Namun, jika dihitung di wilayah Sumatra Utara, terdapat potensi kehilangan devisa lebih dari Rp6 triliun per tahun.

Rumah Sakit di Medan, kata dia, sudah lebih banyak dibanding tempat lain. Setidaknya terdapat 12 rumah sakit besar dengan keunggulan di bidang khusus, seperti penyakit jantung maupun paru. "Kami ingin mencapati minimal setengahnya dari devisa biaya berobat ke luar negeri bisa masuk ke kas kota Medan," sebut Bobby.

3 dari 4 halaman

Dana WNI untuk Berobat ke Luar Negeri

Sandi menyambung, WNI yang berobat ke luar negeri secara nasional telah membelanjakan sekitar 11 miliar dolar AS (sekitar Rp172,8 miliar) per tahun. Dari angka itu, pemerintah menargetkan agar jumlah WNI berobat ke luar negeri berkurang setengahnya.

Hal ini, menurut Menparekraf, bisa menambah sekitar 5--6 miliar dolar AS dari total devisa pariwisata Indonesia yang saat itu jumlahnya sekitar 20 miliar dolar AS. "Peningkatan yang cukup signifikan sekitar 20--30 persen," ungkap Sandi.

Menurutnya, dari segi promotif dan preventif, wellness tourism Indonesia sebenarnya unggul. "Jadi, saya sangat melihat peluangnya, 600 ribu sampai 2 juta masyarakat kita yang tadinya pergi ke luar negeri menghabiskan devisa ini bisa dilayani di negeri sendiri dan bugar di negeri sendiri," terang Sandi. 

Ketika Sandi bertanya tentang upaya Medan berkembang di sisi wellness tourism, Bobby menjawab bahwa untuk tenaga medis, seperti dokter, di Medan tidak kalah bagus dengan kota lain. "Tapi, yang jadi faktor utama adalah keramahtamahan," ucapnya.

4 dari 4 halaman

Gencarkan Promosi

Masalah kedua, menurut Bobby, wellness tourism di kota Medan masih kalah dalam hal promosi. "Malaysia promonya luar biasa, apalagi setelah COVID-19," tuturnya. Pihaknya mengaku berusaha berkolaborasi dengan kabupaten/kota dan kementerian/lembaga agar bisa mengatasi kendala ini. 

Sandi menyambung, pemerintah sudah melakukan MOU dengan Kementerian Kesehatan. Di sisi lain, Staf Khusus Menteri Kesehatan untuk Ketahanan Industri Obat dan Alat Kesehatan, Prof. dr. Laksono Trisnantoro, PhD mengatakan berbagai faktor penyebab WNI lebih suka berobat ke Malaysia maupun Singapura.

Salah satunya, ia menyebut, itu disebabkan jarak Medan ke Malaysia jauh lebih dekat dibanding ke Jakarta, sehingga harga tiket pesawatnya lebih murah.  Kementerian Kesehatan melihat wellness tourism sudah lebih dulu berkembang di negara, seperti Eropa, dengan mengembangkan resort untuk dijadikan destinasi medical tourism, khusus untuk orang sakit.

Kemudian, ada pula medical wellnes bagi orang sehat agar makin bugar, seperti melalui program pelangsingan. "Tapi kita di Indonesia belum ada satu pun," beber Laksono.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.