Sukses

Saat Sampah Plastik dan Sumpit Diolah Jadi Material Baru untuk Percantik Gerai Restoran Cepat Saji

Hokben diketahui sudah menggunakan material hasil daur ulang sampah plastik dan sumpitnya ke-45 gerai miliknya.

Liputan6.com, Jakarta - Satu lagi bukti bahwa sampah yang terpilah bisa bermanfaat lebih. Hokben, restoran siap saji yang menyajikan menu ala Jepang, kembali membuka gerai baru di kawasan Sedayu City, Jakarta Timur, dengan konsep memanfaatkan material hasil daur ulang.

Bila tak diberitahu, pengunjung yang datang tak akan menyadari sejumlah sudut dipercantik dengan memanfaatkan sumpit bekas dan sampah plastik mika. Roster yang berfungsi menyekat ruang sekaligus untuk mempermanis ruangan itu dibuat dari boks plastik bekas kemasan.

"Sebanyak 10 sampah plastik bekas kemasan makan HokBen bisa dibuat menjadi satu buah roster," papar Sugiri Willim, Direktur Marketing HokBen, dalam jumpa pers di Jakarta, akhir pekan lalu, berdasarkan keterangan tertulis kepada Tim Lifestyle Liputan6.com, Minggu, 7 April 2024.

Kemitraan juga dijalin gerai restoran Jepang lokal itu dengan startup Boolet. Bedanya, mereka fokus mengolah sumpit bekas menjadi meja, merchandise, hingga pajangan dinding. Kolaborasi dengan perusahaan itu kini sudah berjalan enam tahun.

"Sebanyak enam ton sampah sumpit per tahun yang dihasilkan, dikelola mereka (Boolet)," sambung Sugiri. Itu pun dikumpulkan dari seputar Jabodetabek saja.

Sugiri menyatakan gerai terbaru mereka di Sedayu City itu bukan yang pertama mengaplikasikan sejumlah material hasil daur ulang. Total ada 45 gerai Hokben yang menggunakan eco-roster. Sementara, cabang baru itu mengusung konsep berdiri sendiri (stand alone) yang berkapasitas 118 bangku dengan ruangan nyaman, rapi, dan bersih.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Pengelolaan Sampah Organik

Apa yang terjadi dengan sampah organik? Menurut dia, sampah organik yang didominasi oleh sisa makanan pelanggan dikelola oleh petugas kebersihan di kawasan. Pihaknya bertanggung jawab untuk memilah sampah sesuai jenisnya agar bisa diolah lebih lanjut dan tidak terbuang percuma.

"Kalau dilihat, tempat sampah kita dipilah. Ada tiga jenis wadah sampah yang kita harapkan konsumen juga berperan aktif untuk memisahkan sampahnya masing-masing ke dalam situ," sahutnya.

Hingga saat ini, sampah makanan masih jadi penyumbang sampah terbesar di Indonesia.  Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Novrizal Tahar menegaskan dengan komposisi sampah makanan 41,7 persen dari total sampah yang dihasilkan atau sekitar 30 juta ton per tahun, Indonesia termasuk negara penghasil sampah makanan terbesar di dunia.

Jumlahnya bahkan meningkat di saat bulan Ramadan yang semestinya ajang mengendalikan hawa nafsu. "Di bulan puasa, terdapat peningkatan 10--20 persen sisa makanan," ujarnya dalam program Climate Talk secara livestreaming, Jumat, 22 Maret 2024.

3 dari 4 halaman

Kebiasaan Jajan Berlebihan

Menurut Novrizal, hal itu dipicu kebiasaan berbelanja makanan orang Indonesia. Jelang berbuka, orang ada kecenderungan untuk menumpuk makanan lebih banyak. Dari yang biasa hanya makan secukupnya, jadi membeli lebih dari yang dibutuhkan gara-gara lapar mata. Belum lagi banyak penjual makanan dan minuman dadakan yang muncul hanya saat Ramadan.

"Kalau buka puasa, siapkan takjilnya, kolaknya, minumannya, kolang-kalingnya, sampai makanan berat. Yang disiapkan bisa sepuluh menu, misalnya, tapi begitu menu ketiga sudah kenyang... Akhirnya, tujuh menu sisanya yang enggak kemakan, kebuang," tuturnya.

Padahal, langkah pertama untuk mengatasi masalah sampah makanan adalah tidak menyisakan makanan di piring. Karena itu, salah satu gerakan yang dikampanyekan KLHK adalah habiskan makanan atau makan tanpa sisa. "Berikutnya kalau ada sisa makanan di rumah, komposkan," sambung dia.

Ia menjelaskan komposting penting dilakukan oleh setiap rumah tangga agar mayoritas masalah persampahan di berbagai tempat di Indonesia bisa diselesaikan. "Kalau poin kelima ini (komposting) bisa secara konsisten dilakukan, 90--95 persen masalah sampah bisa diselesaikan sendiri. Lima persennya bisa minta sistem persampahan kota untuk selesaikan," kata Novrizal.

4 dari 4 halaman

Daur Ulang Sampah Plastik

Selain sampah organik, sampah plastik juga menjadi permasalahan besar dalam pengelolaan sampah di Tanah Air. Berdasarkan data Sistem Informasi Pengolahan Sampah Nasional (SIPSN) milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, timbulan sampah Indonesia pada 2022 mencapai lebih dari 31 juta ton.

Sampah plastik berkontribusi sekitar 18,5 persen dari total sampah yang ada. Meski angkanya jauh lebih kecil dari sampah organik, sampah plastik menimbulkan masalah besar lantaran tidak bisa terdaur ulang secara alami yang ujung-ujungnya mencemari tanah, sungai, dan laut.

Upaya daur ulang sampah plastik sampai saat ini belum maksimal lantaran banyak sampah plastik tercampur dengan sampah organik. Mengutip laman Japan Today, Kamis, 5 Oktober 2023, PBB bahkan menyerukan pemikiran ulang total mengenai cara orang-orang menggunakan plastik.

"Ada banyak jalan menuju solusi. Tapi saya pikir semua orang menyadari bahwa status quo bukanlah sebuah pilihan," sebut Inger Andersen, direktur Program Lingkungan Hidup PBB, dalam sebuah wawancara dengan AFP.

Menurutnya, jumlah penggunaan plastik meningkat setiap tahunnya dan daur ulang tidak bisa dijadikan pegangan untuk keluar dari masalah tersebut. Produksi plastik tahunan meningkat lebih dari dua kali lipat dalam 20 tahun terakhir, mencapai 460 juta ton. Angka ini bisa meningkat tiga kali lipat pada 2060 jika tidak ada perubahan. Namun, hanya sekitar sembilan persen yang didaur ulang.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini