Sukses

Pangeran Harry Terancam Dideportasi dari Amerika Gegara Pengakuan di Memoar Bombastisnya Spare

Seorang hakim Amerika Serikat (AS) telah meminta salah satu departemen pemerintah paling senior di negara itu untuk menyerahkan dokumen imigrasi Pangeran Harry.

Liputan6.com, Jakarta - Seorang hakim Amerika Serikat (AS) telah meminta salah satu departemen pemerintah paling senior di negara itu untuk menyerahkan dokumen imigrasi Pangeran Harry. Di sisi lain, Duke of Sussex berupaya menghentikan penerbitan dokumen tersebut setelah muncul kekhawatiran atas permohonan visanya.

Mengutip The Sun, Sabtu (9/3/2024), kasus ini diajukan sebuah lembaga think tank setelah Harry mengklaim dalam memoar bombastisnya, Spare, bahwa ia pernah mengonsumsi narkoba, ganja, dan jamur ajaib di AS. Perbuatan tersebut membuatnya terancam dideportasi dari Negeri Paman Sam                                             .

The Heritage Foundation berpendapat, perilisan dokumen tersebut akan membuktikan apakah Harry berbohong tentang penggunaan narkoba di masa lalu pada permohonan visanya. Mereka mengatakan, jika Duke berbohong, ia diduga melanggar hukum federal AS dan harus kehilangan status imigrasinya.

Pengacara pemerintah AS berargumentasi bahwa pernyataan Harry mengenai obat-obatan terlarang dalam buku itu "bukanlah bukti" bahwa ia benar-benar mengonsumsinya. Departemen Keamanan Dalam Negeri AS (DHS), yang mengawasi imigrasi, mengatakan bahwa mempublikasikan dokumen Harry akan melanggar privasinya.

Dalam pengajuan hukumnya, DHS mengatakan catatan yang dipermasalahkan "sangat sensitif" karena akan "mengungkap status (imigrasi) Harry di Amerika Serikat." Pihaknya juga mengklaim bahwa suami Meghan Markle itu tetap punya hak privasi meski ia seorang selebritas.

Namun, Hakim Carl Nichols telah meminta para pejabat menyerahkan dokumen tersebut dengan mengatakan bahwa argumen privasi mereka "tidak cukup rinci." Ia juga ingin departemen tersebut menjelaskan "kerugian tertentu" yang akan timbul dari pengungkapan formulir tersebut.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Ancaman Donald Trump pada Pangeran Harry

Pengacara The Heritage Foundation, Samuel Dewey, sebelumnya menuduh pemerintah AS "memberi perlakuan khusus pada selebritas" untuk memasuki negara itu. Lembaga pemikir konservatif tersebut mengatakan, pelepasan permohonan visa Harry merupakan kepentingan publik.

Heritage telah mengklaim dalam pengajuan hukum bahwa Harry yang begitu terbuka tentang kehidupan pribadinya berarti ia telah kehilangan hak tersebut. Pengacara pemerintahan Biden menolak tuduhan perlakuan khusus. Hakim Nichols memberi waktu pada DHS hingga 21 Maret 2024 untuk menyerahkan pernyataan mereka.

Hal ini terjadi setelah Donald Trump terlibat dalam kontroversi yang menyatakan bahwa ia mungkin akan mengusir Harry dari AS jika ia memenangkan masa jabatan kedua di Pemilihan Presiden (Pilpres) yang akan datang. Mantan Presiden mengatakan, ia "tidak akan melindungi" Harry karena ia telah "mengkhianati Ratu."

Trump mengatakan, jika ia memenangkan pemilu pada November 2024, Harry ''akan sendirian.'' "Aku tidak akan melindunginya. Ia mengkhianati Ratu. Itu tidak bisa dimaafkan. Dia akan sendiri bila jabatan itu (presiden) diserahkan pada saya," kata Trump pada The Express, dikutip dari NY Post, 26 Februari 2024. 

3 dari 4 halaman

Gugatan Pengadilan di Inggris

Baru-baru ini, Pangeran Harry kalah dalam gugatan pengadilan terkait fasilitas pengawalan yang didanai pemerintah Inggris. Harry diketahui tidak lagi menerima fasilitas untuk keluarga kerajaan sejak berhenti jadi anggota kerajaan yang bekerja pada Februari 2020 dan pindah ke California, Amerika.

Saat itu, ayah dua anak ini mengajukan tuntutan hukum terhadap Kementerian Dalam Negeri Inggris. Melansir CNN, 29 Februari 2024, dalam sidang pada Desember 2023, Harry berpendapat bahwa keputusan tersebut membuatnya merasa dikucilkan dan diperlakukan kurang baik, lapor AP.

Pengacara Harry juga menyebutkan bahwa ada kegagalan dalam mempertimbangkan dampak dari reputasi Inggris, lantaran perlakuan mereka terhadap Harry. Namun, pengadilan memutuskan bahwa keputusan tersebut sah dan tidak menyalahi keadilan.

Duke of Sussex lalu mengajukan banding. "Duke tidak meminta perlakuan istimewa, tapi penerapan aturan RAVEC yang adil dan sah, memastikan bahwa ia menerima perlakuan yang sama seperti keluarga kerajaan lain sesuai kebijakan tertulis dalam RAVEC," kata juru bicaranya pada CNN.

4 dari 4 halaman

Vokal tentang Keamanan

Pangeran Harry dikenal sangat vokal tentang keamanan keluarganya. Ia sering kali membandingkan perlakuan istrinya dengan yang dihadapi ibunya, Diana. Mendiang Putri Wales meninggal pada 1997 akibat kecelakaan tragis di Paris, Prancis.

Kasus hukum ini merupakan salah satu dari beberapa tuntutan hukum yang diajukan Harry di Inggris. Pada Mei 2023, ia kalah dalam gugatan hukum terpisah dalam mencari hak untuk membayar perlindungan polisi selama berada di Inggris. Keputusan tersebut diambil setelah Kementerian Dalam Negeri Inggris berargumentasi bahwa tidak pantas bagi individu kaya untuk membeli alat keamanan negara.

Lalu pada Januari 2024, bangsawan berusia 39 tahun itu membatalkan tuntutan pencemaran nama baik yang ia ajukan terhadap Associated Newspapers Limited (ANL), penerbit Mail on Sunday. Harry menggugat ANL karena pencemaran nama baik atas cerita pada Februari 2022 tentang kasus Pengadilan Tinggi terhadap Kementerian Dalam Negeri Inggris mengenai pengaturan keamanan ketika ia dan keluarganya mengunjungi negara tersebut.

Pada Desember 2023, Pengadilan Tinggi London memutuskan bahwa Harry adalah korban peretasan telepon dan cara "pengumpulan informasi yang melanggar hukum" lainn yang dilakukan penerbit Mirror Group Newspapers (MGN). Hakim memerintahkan MGN membayar ganti rugi pada Harry sebesar 140,6 ribu pound sterling (sekitar Rp2,8 miliar).

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini