Sukses

Talenta Animator Indonesia Mendunia, Ekosistem Animasi Lokal Perlu Dukungan Pendanaan Besar dari Pemerintah

Indonesia memiliki talenta-talenta animator lokal yang kemampuannya sudah tak diragukan lagi, hal itu dapat dilihat dari bagaimana mereka mampu terlibat memproduksi film animasi di luar negeri. Namun ekosistem animasi lokal perlu dibangun agar suatu saat Indonesia bisa bangga dengan karakter animasi buatan sendiri yang mendunia.

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia memiliki talenta-talenta animator lokal yang kemampuannya sudah tak diragukan lagi, hal itu dapat dilihat dari bagaimana mereka mampu terlibat memproduksi film animasi di luar negeri. Namun ekosistem animasi lokal perlu dibangun agar suatu saat Indonesia bisa bangga dengan karakter animasi buatan sendiri yang mendunia.

Saat mengulik kembali dunia animasi lokal, generasi lama akan diingatkan dengan tokoh seperti Si Unyil yang sempat dibuat animasinya dalam serial berjudul "Petualangan Si Unyil". Sementara karakter lP lainnya cenderung berasal dari Jepang atau Amerika seperti Doraemon, Crayon Sinchan, hingga Donal Bebek. 

Belakangan muncul animasi lokal lainnya seperti Si Juki yang juga ditampilkan lewat film. Dalam kartun animasi anak-anak, ada pula karakter Kiko di serial Kiko and Friends yang tayang di televisi untuk mengimbangi karya animasi dari luar negeri.

Sayang gaung belum terasa meledak hingga dikenal sampai dunia internasional. Pendiri Enspire School of Digital Art (ESDA), Andre Surya mengungkapkan, sebenarnya talenta animator lokal tak kalah bersaing dengan animator dari luar negeri.

"Tapi secara produk, (animasi lokal) masih ketinggalan," sebut Andre saat wawancara melalui video daring dengan Liputan6.com, Kamis, 11 Januari 2024.

Meski demikian, ia mengakui perkembangan dunia animasi lokal sudah lebih maju. Banyak talenta animator lokal yang mengerjakan proyek pembuatan animasi di luar negeri seperti Disney Channel, Netflix Animation, bahkan Upin Ipin pun ada keterlibatan dari animator asal Indonesia.

"Yang bener, sehat (ekosistemnya) dan membanggakan itu kayak dulu zaman Si Unyil," kata Andre yang menyebut orang Indonesia lebih menggemari karakter animasi dari luar. Hal itu menurutnya bukan hal sepele, karena lambat laun budaya Indonesia akan tergerus lewat serangan budaya pop luar yang lebih disukai.  

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Ekosistem Animasi Lokal Perlu Pendanaan Besar Pemerintah

Lebih lanjut Andre yang mulanya terjun ke dunia animasi lantaran kegemarannya main gim, mengungkapkan bahwa ekosistem animasi di Indonesia perlu pendanaan besar dari pemerintah. Berkaca dari kesuksesan dunia animasi Jepang, Korea Selatan, maupun Amerika, ia menyebut andil pemerintahnya tak tanggung-tanggung dalam mendukung industri kreatif termasuk untuk pengembangan animasi. 

"Kalo ngomongin IP animasi itu, Frozen saja membutuhkan dana Rp2 Triliun, karena animasi memang pekerjaan yang sangat mahal dan membutuhkan waktu lama," bebernya.

Kalau pun ditopang swasta, dunia animasi menurutnya akan sulit maju lantaran biasanya harus ada aspek bisnis dan keuntungan langsung yang ingin dirasakan investor ketika mendanai sebuah proyek animasi. Namun berbeda halnya ketika pemerintah yang mendanai karena punya misi agar animasi lokal mendunia, maka tentu bukan sekadar profit belaka melainkan tujuan besar dan kebanggaan agar suatu saat karakter IP dari Indonesia terekspos lebih luas.

Andre yang pernah bekerja di Lucasfilm dan terlibat mengerjakan film Iron Man pun punya mimpi agar karakter IP animasi Indonesia bisa dikenal dunia. Setelah lama bekerja di luar, ia pun pulang ke Indonesia dan mendirikan Enspire School of Digital Art (ESDA) dengan harapan bisa menampung calon animator yang ingin belajar membuat animasi.  

3 dari 4 halaman

Kursus Animasi untuk Talenta Animator Indonesia

Kini ESDA yang telah menjadi franchise sudah buka lebih dari 40 cabang, termasuk di Makassar. "ESDA ada karena dari pengalaman. Saya berharap anak-anak yang suka main game, semoga bisa ngikutin jejak saya. Jadi main game bisa positif, bukan membuat orang jadi ansos (anti-sosial)," katanya.

ESDA ditujukan untuk anak-anak mulai dari usia 7 tahun. "Memang kita fokus 17 tahun ke bawah, tapi umur 20-an juga ada. Tapi 60 persennya kebanyakan anak-anak," jelas Andre.

Dunia animasi dan metaverse hingga Artificial Intelegent (AI) yang akan lebih berkembang menurutnya telah diramalkan sepuluh tahun lalu. Di Indonesia sendiri tantangannya, bagi para animator adalah mereka kemungkinan akan bekerja di studio milik asing maupun outsource dengan kelemahan tidak memiliki lisensi, kredit atau pencantuman nama pembuatnya.

"Kalo dibilang orang Indonesia yang bekerja sebagai animator di luar banyak, 100 sampai 1000 orang," ungkapnya. 

Pekerjaan sebagai animator sangat dibutuhkan, bahkan banyak studio milik asing seperti Korea membuka perusahaannya di Indonesia. Tak ingin sukses sendirian, Andre menilai bahwa industri animasi di Indonesia bisa lebih dikembangkan hingga ia mendirikan ESDA yang lulusannya sudah mencapai 10 ribu orang.

Namun kembali lagi untuk tujuan jangka panjang harus kuat andil dari pemerintah. Andre pun mengaku sempat diajak berdiskusi dengan pihak Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif terkait perkembangan ekosistem animasi di Indonesia. 

Andre dari ESDA juga berpartner dengan Anantarupa Studios untuk membuat gim asli Indonesia yaitu Lokapala. Gim ini menurutnya telah diundu oleh 3 juta orang dan dalam prosesnya sedang diupayakan agar lebih bisa bersaing dengan gim seperti Mobile Legend. 

4 dari 4 halaman

Unjuk Kebolehan Karya Animasi Platform YouTube hingga Bstation

Masuknya film animasi luar ke Indonesia sebenarnya pun memberi inspirasi bagi sebagian orang hingga ingin membuat karya animasi serupa. Salah satunya seperti yang dialami oleh Dwi Wisnu yang aktif membuat serial animasi saluran YouTube pribadinya, Wisnutama Animation.

"Awal mula memang suka anime, dan saya sempat kepikiran untuk bisa gambar. Saat itu hanya untuk bisa gambar anime, tapi saya tiba-tiba tertarik ingin bisa bikin anime sendiri itu saat MSV Studio merilis film anime pertama buatan Indonesia yang berjudul Battle of Surabaya," kata Wisnu dalam wawancara tertulis dengan Liputan6.com, Rabu, 10 Januari 2024. 

Belajar otodidak, dari dasar ilmu yang didapat saat sekolah yaitu multimedia, ia akhirnnya memproduksi animasi sendiri. menurutnya serial anime di Indonesia sangat jarang yang membuatnya, ia pun melihat sebagai peluang berkarya dalam dunia animasi. 

"Saya pikir, walau saya tidak secara langsung terjun di industri, setidaknya saya memberikan karya referensi untuk mereka anak muda yang ingin berkarya animasi dengan story yang terdapat unsur Indonesia," katanya lagi.

Untuk karya animasinya, saat ini memang lebih terpengaruh pada anime Jepang. Saat ditanya tentang tantangannya untuk jadi animator ia mengaku masih belajar untuk membuat gerakan animasi yang natural, hal itu sulit jika tidak ada referensinya.

Selain platform media sosial seperti Instagram maupun YouTube, Wisnu juga memakai Bstation untuk mengunggah karyanya. "Bstation mengembangkan animasi ini seperti YouTube, hingga kita bisa unggah karya kita di sana dan audiencenya sangat banyak apalagi khusus untuk anime,"

Bahkan Bstation menurutnya bisa menghasilkan pundi-pundi uang. "Saya sudah hampir 2 tahun partnership dengan Bstation dan sempat memenangkan event di sini untuk mendapatkan pendanaan proyek animasi, karena itulah saya bisa bertahan untuk berkarya sampai sekarang ini," tutupnya. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.