Sukses

Polemik Rekor MURI Desa Wisata, Antropolog Mentawai Minta Penerbitan Piagam Desa Muntei sebagai Pemilik Tato Tertua Dibatalkan

Rekor Museum Rekor Indonesia atau MURI diberikan kepada Desa Muntei, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Provinsi Sumatera Barat sebagai pemilik seni rajah (tato) tertua. Rekor itu diserahkan pendiri MURI Jaya Suprana di sela acara Anugerah Desa Wisata Indonesia atau ADWI 2023 pada Minggu, 27 Agustus 2023.

Liputan6.com, Jakarta - Rekor Museum Rekor Indonesia atau MURI diberikan kepada Desa Muntei, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Provinsi Sumatera Barat sebagai pemilik seni rajah (tato) tertua. Rekor itu diserahkan pendiri MURI Jaya Suprana di sela acara Anugerah Desa Wisata Indonesia atau ADWI 2023 pada Minggu, 27 Agustus 2023.

Penghargaan tersebut dikritisi oleh antropolog Mentawai Juniator Tulius. Lewat surat terbuka kepada Jaya Suprana, ia mempertanyakan dasar pengambilan keputusan tersebut.

"Mentawai itu memiliki 43 desa dan Desa Muntei bukanlah desa tertua di Mentawai. Desa ini dibentuk sebagai "pemukiman masyarakat terasing" dalam Program PKMT oleh Dinas Sosial pada tahun 1980-an," jelas Juniator dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Selasa, 29 Agustus 2023.

Antropolog tersebut menambahkan bahwa masyarakat yang hidup di desa ini adalah pindahan dari beberapa kampung tradisional di pedalaman Pulau Siberut, khususnya dari aliran sungai Rereiket. Juniator juga mempertanyakan mengenai landasan dan dasar yang diambil sehingga tato Mentawai disebut tato tertua.

"Sebagaimana diketahui bahwa tato merupakan salah satu aspek tradisi dari masyarakat tradisional yang dibentuk pada masa pra-sejarah. Artinya, tidak ada penetapan hitungan waktu yang jelas kapan sebuah tradisi tato sebuah masyarakat itu dimulai," ungkapnya.

Dikatakan Juniator bahwa tato bukan saja dipraktikkan di Mentawai, tetapi juga dapat ditemukan di masyarakat-masyarakat tradisional lain di Indonesia seperti di Kalimantan, di antara masyarakat Dayak. "Ada juga masyarakat di Nusa Tenggara dan bahkan beberapa masyarakat tradisional di Asia Tenggara seperti masyarakat Ifugoa, Ilogot di Philippines," lanjutnya.

Antropolog tersebut melanjutkan, "Atau masyarakat di perbatasan Myanmar dan India yang disebut Nagaland. Tato juga manjadi tradisi di Afrika seperti di Mesir yang mana ditemukan beberapa mummy yang kulit mereka bertato."

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Minta Penerbitan Piagam Rekor MURI Dibatalkan

Menurut kajian yang ia dalami, penobatan tato di Desa Muntei sebagai yang tertua, tidak berdasar dan sangat diragukan landasan akademiknya. "Bila landasan yang diambil untuk menerbitkan Piagam Penghargaan itu adalah hasil penelitian magister dari Ady Rosa, seorang dosen di IKIP Padang, saya telah menelaah kajiannya dan sangat tidak relevan menyimpulkan bahwa tato Mentawai sebagai tertua di dunia karena tidak ada fakta dan bukti-bukti lain yang menyentuh tato Mentawai sebagai yang tertua di dunia," tegasnya.

"Ady Rosa mencocok-cocokkan migrasi manusia ke Mentawai, tetapi gagal menghadirkan bukti eksistensi tato Mentawai di masyarakat Mentawai," ungkap Juniator.

Maka, menurutnya, penerbitan piagam penghargaan untuk Desa Muntei karena memiliki tato tertua, sangat tidak tepat dan tidak berdasar. "Orang Mentawai pertama bukan mendiami desa Muntei dan orang Mentawai yang bertato pun tidak saja tinggal di Desa Muntei saja," terangnya.

"Berdasarkan alasan itu, saya, Dr. Juniator Tulius, S.Sos., M.A. seorang Antropolog Mentawai, kiranya piagam itu dibatalkan," jelas Juniator.

Di akhir surat tersebut, Juniator membuka diskusi untuk membicarakan hal tersebut lebih lanjut. "Demikian surat ini dan bila membutuhkan komunikasi lebih lanjut, saya dapat hadir di kantor Bapak dan hadir di Jakarta untuk membahas tentang hal ini," tutupnya.

Terkait hal ini, Liputan6.com telah menghubungi pihak MURI dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), namun hingga berita ini naik belum ada tanggapan.

3 dari 4 halaman

14 Desa Wisata Peserta ADWI 2023 Raih Penghargaan MURI

Berdasarkan siaran pers Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif atau Kemenparekraf yang dikutip pada Selasa, 29 Agustus 2023, sebanyak 14 desa wisata peserta ADWI 2023 meraih penghargaan MURI. Penganugerahan gelar tersebut berkat daya tarik juga keunikan dan potensi yang dimiliki ke-14 desa tersebut yang diharapkan kian meningkatkan daya tarik dan minat kunjungan wisatawan.

"Semakin banyak masyarakat juga wisatawan yang penasaran dan ingin tahu daya tarik di desa wisata sehingga diharapkan dapat mendorong penciptaan 4,4 juta lapangan kerja di tahun 2024," kata Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif atau Menparekraf Sandiaga Uno di ajang ADWI 2023 di Sasono Utomo Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Minggu, 27 Agustus 2023.

Sandi, begitu ia akrab disapa, mengatakan program ADWI yang telah memasuki tahun ketiga. Penyelenggaraan ajang tersebut diharapkan dapat menjadi daya ungkit bagi ekonomi desa.

"Tahun lalu ada tiga desa wisata yang meraih rekor MURI, tapi tahun ini ada 14 desa wisata. Penghargaan ini menunjukkan betapa menariknya ragam potensi pariwisata yang ada di desa wisata," lanjutnya.

Melalui ADWI, dikatakan Sandi, desa wisata memiliki wahana promosi untuk menunjukkan potensi desa-desa wisata di Indonesia kepada wisatawan nusantara maupun mancanegara. Selain itu, ajang ini diharapkan dapat mendorong daerah untuk menciptakan desa wisata baru selanjutnya di wilayahnya yang dapat membangkitkan ekonomi desa.

4 dari 4 halaman

Daftar 14 Desa Wisata Peserta ADWI 2023 Peraih Rekor MURI:

  1. Desa Wisata Pulau Penyengat - Desa Wisata yang Memiliki Manuskrip Terbanyak;
  2. Desa Wisata Perkampungan Adat Nagari Sijunjung - Desa Wisata yang Memiliki Rumah Adat Minangkabau Berjajar Terpanjang;
  3. Desa Wisata Botubarani - Desa Wisata yang Memiliki Habitat Hiu Paus Terbanyak dan Dekat dari Daratan;
  4. Desa Wisata Muntei - Desa Wisata yang Memiliki Seni Rajah Tubuh (Tato) Tertua;
  5. Desa Wisata Tari Rebo - Desa Wisata yang Memiliki Pusat Pengolahan Tepung Pati Sagu dengan Varian Terbanyak;
  6. Desa Wisata Kwau - Desa Wisata Pertama yang Memiliki Habitat Burung Penari;
  7. Desa Wisata Soinrat - Desa Wisata yang Memiliki Fenomena Alam Meti (Surut Air Laut) Terpanjang;
  8. Desa Wisata Iboih - Desa Wisata dengan Populasi Lumba-Lumba Terbanyak;
  9. Desa Wisata Bukit Batu - Desa Wisata yang Memiliki Sejarah Kejayaan Laut Terluas;
  10. Desa Wisata Kelawi - Kabupaten Lampung Selatan;
  11. Desa Wisata Duren Sari Sawahan - Desa Wisata yang Memiliki Kawasan Hutan Durian Terluas;
  12. Desa Wisata Towale - Desa Wisata yang Memiliki Perajin Tenun Terbanyak;
  13. Desa Wisata Besani - Pemrakarsa Pembuatan Opak Terpanjang; dan
  14. Desa Wisata Wukirsari - Desa Wisata yang Memiliki Pengrajin Batik Terbanyak.

Sementara, Juniator turut mengkritisi adanya penulisan yang salah di piagam MURI terkait nama desa dan kabupaten. "Desa Muntei itulah namanya, bukan Desa Wisata Muntei," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com.

"Kabupaten Kepulauan Mentawai adalah yang benar, tapi di piagam ditulis Kabupaten Mentawai saja. Karena ini salah satu faktor yang saya lihat keliru di piagam itu," lanjutnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini