Sukses

Ancaman Krisis Minyak Zaitun Gara-Gara Cuaca Panas Ekstrem, Siap-Siap Harganya Melonjak

Suhu terik yang melanda Eropa selatan musim panas tahun ini tidak hanya merenggut nyawa dan menyebabkan kebakaran hutan, namun juga berdampak sangat buruk bagi pohon zaitun, dan akhirnya produksi minyak zaitun.

Liputan6.com, Jakarta - Industri minyak zaitun tidak terkecuali dalam sederet dampak krisis iklim. Suhu terik yang melanda Eropa selatan musim panas tahun ini tidak hanya merenggut nyawa dan menyebabkan kebakaran hutan, namun juga berdampak sangat buruk bagi pohon zaitun.

Atas kondisi itu, melansir CNN, Senin (21/8/2023), pakar industri minyak zaitun memperingatkan potensi harga meroket dan kekurangan stok. Ketika terlalu panas, pohon zaitun menjatuhkan buahnya untuk menghemat kelembapan atau menghasilkan buah dengan mengorbankan kesehatan pohon, kata Kyle Holland, yang meneiti minyak dan biji minyak zaitun di kelompok riset pasar Mintec.

Suhu yang sangat tinggi sangat berbahaya di musim semi, saat pohon zaitun berbunga.  Situasinya semakin memprihatinkan karena terjadi setelah panen zaitun yang buruk tahun lalu, menyusul rekor musim panas terpanas di Eropa.

Di Spanyol, produsen minyak zaitun terbesar di dunia, produksi anjlok hingga sekitar 620 ribu metrik ton dibandingkan dengan rata-rata lima tahun terakhir, yakni sekitar 1,3 juta metrik ton, kata Holland. "Setelah kekurangan dari panen sebelumnya, hal terakhir yang dibutuhkan industri adalah panen yang buruk," kata Walter Zanre, kepala eksekutif Filippo Berio UK, anak perusahaan salah satu merek minyak zaitun terbesar di dunia.

Namun sayangnya, tanda-tandanya mengarah ke sana. Musim panas ini, cuaca panas ekstrem mencengkeram sebagian besar wilayah Mediterania, membawa "panas neraka" yang menurut para ilmuwan hampir tidak mungkin terjadi tanpa perubahan iklim.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Terdampak Berturut-turut

Kondisi ini telah memengaruhi Spanyol, yang telah mengalami gelombang panas bergulir sejak April 2023, ketika suhu mencapai 40 derajat celcius, serta negara penghasil minyak zaitun lain, seperti Italia dan Yunani. Tingkat kerusakan sepenuhnya tidak akan diketahui sampai setelah waktu panen pada Oktober dan November 2023.

Tapi, produksi minyak zaitun Eropa diperkirakan dapat turun hingga 700 ribu metrik ton, penurunan lebih dari 30 persen, dibandingkan dengan rata-rata lima tahun, kata Holland. Harga minyak zaitun telah naik berlipat ganda dibanding waktu yang sama tahun lalu, dan semua indikasi menunjukkan kekurangan pada panen berikutnya, kata Zanre.

"Tampaknya tidak ada jeda di cakrawala," katanya, menambahkan "industri (minyak zaitun) sedang dalam krisis."

Dewan Zaitun Internasional berhenti menyebut situasi ini sebagai krisis, tapi seorang juru bicara mengatakan, "Kita menghadapi situasi yang kompleks sebagai konsekuensi dari perubahan iklim." Secara global, produksi minyak zaitun diperkirakan turun 20 persen antara Oktober 2022 dan September 2023, kata juru bicara itu kepada CNN.

3 dari 4 halaman

Tidak Hanya pada Minyak Zaitun

Seberapa besar penurunan produksi minyak zaitun akan memengaruhi konsumen belum diungkap secara jelas. Saat harga naik, pertanyaan besarnya adalah "apakah konsumen terus membeli minyak zaitun dengan harga ini atau apakah kita melihat peralihan (ke minyak lain)," kata Holland.

Dampak panas ekstrem nyatanya tidak hanya jadi ancaman bagi industri minyak zaitun. "Ini sudah sampai pada tahap di mana kekhawatiran jadi signifikan tidak hanya untuk minyak zaitun, tapi juga banyak tanaman lain," kata Holland.

Tanaman jadi yang paling rentan terhadap dampak panas ekstrem, terutama karena menyebabkan tekanan air, kata Corey Lesk, peneliti iklim di Dartmouth College. "Tanaman terjebak di antara atmosfer yang haus dan tanah kering, yang dapat menyebabkan kerusakan permanen," katanya pada CNN.

Di Italia, yang dilanda panas, kekeringan, dan banjir musim panas ini, tanaman buah sangat terpukul, kata Lorenzo Bazzana, manajer ekonomi asosiasi petani Italia, Coldiretti. Panen ceri turun sekitar 60 persen, buah persik dan nektarin diperkirakan turun sekitar 30 persen, serta aprikot turun 20 persen, kata Bazzana.

Tomat juga bermasalah, rusak oleh hujan es dan hangus oleh matahari. Perubahan iklim mengganggu pertanian di Italia, seperti di seluruh dunia, kata Bazzana.

4 dari 4 halaman

Produksi Pangan Lebih Buruk

Di India, harga tomat melonjak lebih dari 400 persen bulan lalu setelah gelombang panas dan hujan lebat melanda. Beberapa restoran McDonald's di seluruh negeri untuk sementara menghapus tomat dari menu pada bulan lalu, diikuti Burger King pada Agustus 2023, dengan alasan masalah kualitas dan pasokan.

Di AS, tanaman di selatan dan barat wilayahnya terlihat sangat terpengaruh, kata Nicholas Paulson, seorang profesor di sekolah pertanian Universitas Illinois Urbana-Champaign. "Panas yang dikombinasikan dengan kondisi yang sangat kering akan berdampak pada tanaman utama di wilayah tersebut yang meliputi gandum, kapas, jagung, dan kedelai," katanya.

Para ahli memperingatkan akan datangnya produksi pangan lebih buruk, karena krisis iklim yang disebabkan manusia meningkatkan frekuensi dan tingkat keparahan cuaca ekstrem. "Ini secara efektif mengubah profil risiko yang dihadapi petani," kata Paulson pada CNN.

Sejauh ini, sistem pangan global terbukti relatif tangguh, kata Lesk dari Dartmouth College, meski musim panas semakin panas. Tapi, cuaca ekstrem berakselerasi lebih cepat daripada yang diperkirakan model iklim, tambahnya, yang berarti risiko iklim mungkin lebih besar dan terjadi lebih cepat dari yang diperkirakan kebanyakan orang.

"Kita berada di jurang risiko perubahan permainan," kata Lesk. "Tidak dalam kurun waktu 50 tahun seperti yang disarankan di awal, tapi 5--10 tahun dalam tingkat ini."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.