Sukses

Memberdayakan Taman Bacaan Anak, Mengikuti Perkembangan Zaman yang Serba Digital

Selain perpustakaan, Taman Bacaan Anak menjadi satu sarana belajar dan bermain bagi anak yang bisa ditemukan di lingkungan terdekat dari tempat tinggal.

Liputan6.com, Jakarta - Selain perpustakaan, Taman Bacaan Anak menjadi satu sarana belajar dan bermain bagi anak yang bisa ditemukan di lingkungan terdekat dari tempat tinggal. Namun apakah fungsinya sudah maksimal dan diberdayakan dengan baik?

Literasi membaca masyarakat Indonesia sendiri saat ini dinilai masih rendah. Mengutip dari laman Kementerian Komunikasi dan Informatika, Minggu (23/7/2023), UNESCO menyebutkan minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001persen, sehingga dari 1.000 orang Indonesia hanya satu orang yang suka membaca.

Kepala Pusat Jasa Informasi Perpustakaan dan Pengelolaan Naskah Nusantara, Perpustakaan Nasional RI, Agus Sutoyo mengungkapkan pemerintah sudah menjalankan program untuk mendekatkan masyarakat pada buku dengan perpustakaan, pojok bacaan maupun taman bacaan masyarakat.

"Di kampanye kita 'Ibuku Perpustakaan Pertamaku' sudah sejak 2003 sampai 2005 saat Tantowi Yahya jadi Duta Baca. Kita angkat peran ibu sebagai bunda literasi," sebut Agus saat wawancara melalui sambungan telepon, Jumat, 21 Juli 2023.

Program Bunda Literasi juga disosialisasikan ke tingkat provinsi, hingga kabupaten/kota. Kampanye tersebut menurutnya juga masih dilakukan mengikuti perkembangan zaman yang sudah digital.

Kampanye yang sama dilakukan di masa Duta Baca dipegang Andy F. Noya, Najwa Shihab hingga yang sekarang Gol A Gong, nama pena dari Heri Hendrayana Harris yang seorang sastrawan dan pernah didaulat menjadi Ketua Forum Taman Bacaan Masyarakat (TBM). 

Untuk menggencarkan minat baca, di momen Hari Anak Nasional (HAN) 2023, Perpusnas juga mengadakan talkshow literasi bertema "Journaling pada Anak" yang akan digelar Senin, 24 Juli 2023. Kegiatan tersebut ikut menghadirkan psikolog dan pembimbing untuk sesi jurnaling anak. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Mengenalkan Buku Juga Mengikuti Digitalisasi

Lebih lanjut Agus mengatakan, keberadaan media digital ikut mendukung pengenalan buku pada anak. Teknologi justru menunjang pengenalan literasi, salah satunya dengan iPusnas, aplikasi yang sangat diminati pengunjung karena di dalamnya terdapat jutaan koleksi buku untuk anak.

"Jadi bahan bacaan didownload ibunya. Ini salah satu kemudahan yang ditawarkan," kata Agus.

Buku-buku yang kerap dibaca anak-anak paling populer adalah buku cerita dan buku ilmu terapan. Selain orangtua mengantar anak, mereka pun suka membaca buku untuk dirinya sendiri yang isinya biasanya bagaimana mengisi waktu luang.

"Buku tentang merajut, membuat kue, beternak lele, buku-buku kegiatan itu yang paling banyak dicari," tukasnya lagi. 

Lebih lanjut ia mengatakan, area anak untuk mengakses bahan bacaan mendapatkan porsi yang lumayan besar di Perpustakaan Nasional. Perpusnas memiliki banyak koleksi buku anak yang ada di lantai 7.

Setidaknya ada kunjungan rutin dari pihak sekolah TK maupun SD dan SMP dalam rombongan. "Perpusnas sering jadi tempat kunjungan wisata dari luar kota, jadi setelah mengunjungi Monas dan tempat wisata Jakarta lainnya mereka mampir ke Perpusnas," sambung Agus. 

Namun untuk kunjungan sekolah memang harus melalui penjadwalan agar tidak bentrok. Jumlah siswa yang berkunjung pun dibagi dalam grup per 30 siswa agar mudah mengaturnya.

3 dari 4 halaman

Peran Orangtua Mengenalkan Bacaan

Pada saat musim liburan sekolah animo masyarakat berkunjung ke Perpusnas juga terbilang tinggi, menurut Agus tak sedikit para orangtua yang membawa anak mereka pergi ke perpustakaan nasional. "Karena memang ada peran orangtua juga untuk mengenalkan bacaan dan literasi sejak dini kepada anak," tambahnya. 

Bagaimana peran orang dewasa atau orangtua dalam mengenalkan bacaan ke anak ikut diutarakan Pengurus Taman Bacaan Perigi/Divisi Pengembangan Organisasi FTBM Kota Depok,  Ilham Pasawa. "Anak-anak yang datang ke Taman Bacaan Perigi tak semuanya untuk membaca buku, ada yang mendengarkan atau dibacakan dan ada yang lebih suka membuat kerajinan," sebut Ilham saat dihubungi Liputan6.com, Kamis, 20 Juli 2023.

Ada pula anak yang datang ke taman bacaan hanya untuk bermain, namun setidaknya anak-anak jadi lebih didekatkan pada buku. Di Taman Bacaan Perigi, anak juga tidak dipaksa untuk membaca buku, tapi saat anak mulai memegang buku ia sudah bisa didekati untuk diarahkan dengan membacakannya.

Ilham melanjutkan, adapun memunculkan minat baca anak memang harus dilakukan secara perlahan. Sebab ada pula anak yang cenderung menolak ketika langsung dikenalkan pada buku atau diminta membaca buku.

Mulanya anak bisa tertarik dulu dengan komik atau buku bergambar, kemudian berlanjut keinginan membaca cerita dongeng, ada pula yang membaca buku kegiatan tentang cara membuat prakarya seperti mobil-mobilan.

"Taman bacaan jadi sarana, wadah, dengan mau datang akhirnya mereka mau untuk bersentuhan dengan buku," kata Ilham.

4 dari 4 halaman

Pendekatan untuk Memunculkan Minat Baca Anak

Di Taman Bacaan Perigi setidaknya terdapat 60 anak dalam dua kelompok usia, yaitu anak 5 hingga 10 tahun dan anak beranjak remaja dewasa usia 15 hingga 20 tahun yang dimentori oleh mahasiswa yang kerap jadi volunter. Awalnya pun, Taman Bacaan Perigi digagas oleh mahasiswa sebuah universitas di Bogor pada 2011. 

Sejak 2013 Taman Bacaan Perigi sudah mengadakan acara Festival Buku dan Ngabuburit Pintar. Taman bacaan ini berkembang, dari mulai bangunan hanya terbuat dari bambu kemudian sekarang sudah jadi semi permanen. 

Koleksi buku di taman bacaan ini pun sudah ribuan judul. Taman Bacaan Perigi sempat mendapatkan bantuan dari pemerintah kota yang turun melalui RW Ramah Anak sebesar Rp5 juta. Namun sayang menurut Ilham pengalokasian dana belum tepat sasaran, sebab dari pihak pemerintah kota ada aturan bahwa dana tersebut diperuntukan untuk pembelian buku-buku.

"Sementara yang lebih kita butuhkan adalah lemari dan meja serta kursi untuk belajar anak," kata Ilham.

Di Depok sendiri menurut Ilham memang ada program kota ramah anak tapi hanya berupa taman bermain. Sementara dari sisi pendidikan, anak juga perlu memiliki sarana pendidikan beruba taman bacaan untuk mengenalkan pada buku.

"Langkah pemerintah kota sudah banyak, tapi lagi-lagi untuk program hanya sebatas seremonial. Gerakan satu hari membaca misalnya dikenalkan tapi tanpa diajarkan bagaimana orangtua melakukannya sehingga mereka (orangtua) tidak kebingungan," tutupnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini