Sukses

Kisah Inspiratif Christian Merintis Bisnis Batik dari Nol hingga Raih Omzet Ratusan Juta Rupiah

Selain memiliki butik batik di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, omzet penjualan usaha Christian menyentuh angka ratusan juta rupiah per bulan.

Liputan6.com, Jakarta - Merintis usaha dari nol memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ada berbagai perjuangan dan pengorbanan yang harus dilakukan untuk mencapai kesuksesan.  Seperti kisah dari owner Batik Concept, Christian Saputra. Berbekal kecintaannya pada dunia seni dan wastra Indonesia, Christian kini menjadi salah satu produsen batik ternama di Jakarta.

Selain memiliki butik batik di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, omzet penjualannya pun menyentuh angka ratusan juta rupiah per bulan. Christian bercerita, awal ketertarikannya merintis bisnis batik sudah tercetus saat dirinya masih menyelesaikan studi di Australia. Kala itu ia memang sangat tertarik pada dunia seni dan budaya.

Dan batik menurutnya, merupakan salah satu karya seni terbaik milik Indonesia. "Saya pribadi suka sekali dengan art painting. Melihat batik itu seperti melihat lukisan. Ada unsur-unsur kehalusan dalam proses pengerjaannya, jadi terasa lebih magis dan elegan," ucap Christian.

Dari ketertarikannya itu, Christian mulai berpikir untuk terjun ke dunia usaha. Kebetulan, studi yang ia tempuh juga sangat berkaitan dengan bidang tersebut. Pada 2010, Christian pulang ke Indonesia. Ia mendengar informasi bahwa pemerintah Indonesia juga sedang gencar-gencarnya mempromosikan batik, apalagi batik baru ditetapkan sebagai salah satu Warisan Kemanusiaan Karya Agung Budaya Lisan dan Nonbendawi oleh UNESCO.

"Waktu itu sempat brainstorming dengan partner saya, kira-kira usaha apa yang paralel dengan arahan pemerintah. Kebetulan batik sedang gencar dipromosikan, dan kami optimis bisa membantu melestarikan budaya sekaligus membawa batik ke kancah internasional," kenang Christian.

Selain itu, Christian mengatakan bahwa ternyata banyak pembatik-pembatik muda yang enggan meneruskan usaha orangtua mereka. "Batik itu dying tradition. Tradisi yang nyaris mati. Karena banyak pembatik muda yang kebih memilih bekerja di pabrik atau kantoran seiring meningkatnya pendidikan mereka. Sementara proses pengerjaan batik tulis itu kan membutuhkan waktu yang lama," jelasnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Satu Tahun Mempelajari Batik

Sebelum merilis usaha batik tulis, Christian dan partnernya Juan & Gisella, melakukan road trip ke sejumlah kota produsen batik selama kurang lebih satu tahun.  Meski latar belakang keluarganya dekat dengan batik, namun Christian ingin mempelajari langsung agar usaha batik miliknya kelak memiliki kualitas terbaik. Dimulai dari Cirebon, Garut, Pekalongan, Solo, sampai beberapa daerah di Jawa Timur.

Christian juga ingin mencari pembatik yang akan ia ajak kerjasama. Prosesnya pun tak kalah menarik. Pasalnya, setiap pembatik memiliki ciri khas masing-masing.

"Cari pembatiknya itu rada tricky. Waktu itu kami cari yang pengerjaannya rapih dan 'tastenya' sesuai dengan brand kami. Karena kami ingin memproduksi batik memadukan unsur klasik/tradisional namun tetap terkesan modern, sehingga dapat dikenakan semua kalangan dan umur," ungkap Christian.

Sepulang roadtrip, Christian dan Juan kembali melakukan riset. Kali ini ia ingin mengetahui seperti apa demand costumer batik di ibu kota. Christian menambahkan, ia sengaja menjadikan anak muda sebagai salah satu target marketnya karena masih banyak yang berpikir bahwa mengenakan batik itu terkesan tua.

"Kami ingin citra batik itu bisa dipakai semua orang, termasuk anak-anak muda. Kalau mereka tidak suka batik yang motifnya terlalu tradisional, atau warna sogaan. Kami punya produk yang sudah disesuaikan dengan perkembangan zaman serta mengikuti trend yang sedang happening," ujarnya.

3 dari 4 halaman

Jualan Online dan Kolaborasi

Berbekal pengalaman roadtrip dan riset market selama kurang lebih empat tahun, pada 2015, Christian, Juan dan Gisella resmi merilis brand batik mereka yang bertajuk Batik Concept.

"Modal awalnya enggak banyak sekitar Rp20 juta dan itu joinan juga. Dari modal itu kami pakai untuk 'trading' dulu. Jadi konsepnya menawarkan desain ke customer, kalau dia suka baru kami beli dari pembatik. Kami juga beli putus dari pembatik," jelas Christian.

Perlahan tapi pasti, usaha Christian semakin berkembang pesat. Ia pun memutuskan untuk membuka workshop di ruang tamu rumah salah satu partnernya. Mereka juga mulai mencoba berjualan online melalui platform media sosial seperti instagram. Kala itu, Batik Concept menjadi salah satu pionir brand batik tulis yang menerapkan konsep tersebut sampai berhasil mendapatkan omzet hingga puluhan juta rupiah per bulan.

"Setelah berjualan online, omzet kami meningkat signifikan. Waktu itu kami memanfaatkan momen berkolaborasi dengan sejumlah influencer/KOL untuk membentuk pasar sekaligus setting the new trend," terangnya.

Batik Concept lagi-lagi mengeluarkan inovasi baru dengan mengusung konsep Bespoke batik atau custom tailor. Konsep ini memungkinkan para customer untuk mendapatkan setelan batik impian mereka hanya dengan one stop service. 

4 dari 4 halaman

Sempat Terdampak Pandemi

Pada 2018, Christian memantapkan diri untuk membuka butik khusus di bilangan Menteng, Jakarta Pusat. Keputusan tersebut ia ambil mengingat Batik Concept telah memiliki pelanggan setia dan produk signature yang diyakini dapat menarik lebih banyak lagi customer baru.

"Karena market kami sudah ada, kami juga memiliki signature produk berupa batik tenun yang sangat versatile untuk anak muda. Akhirnya kami yakin membuka butik," tutur Christian.

Tak tanggung-tanggung, selain dari kalangan selebriti dan influencer, Christian kini kebanjiran pesanan dari para pejabat pemerintahan. Padahal, pada masa pandemi Covid-19 silam, usaha batik miliknya juga ikut terdampak meski tidak terlalu signifikan.

"Penurunannya sampai 40 persen. Tapi kami bersyukur masih bisa bertahan, dan tidak ada pembatik dan penjahit kami yang kena layoff. Namun, concern utama kami kepada penjahit, karena saat pandemi berlangsung order jahitan menurun. Sementara mereka salah satu core usaha kami. Jadi waktu itu langsung shifting produksi masker batik supaya penjahit kami tetap ada kerjaan dan pemasukkan," pungkasnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.