Sukses

Regenerasi Para Pembuat Wastra Nusantara, Kalau Bukan Kita Siapa Lagi?

Menurut desainer senior Musa Widyatmodjo, regenerasi pembuat wastra bisa dibilang kurang berjalan karena terbukti jumlah para perajin terus menurun.

Liputan6.com, Jakarta Wastra nusantara atau kain tradisional merupakan salah satu kekayaan budaya Indonesia. Namun di balik kekayaan wastra Indonesia ini ada masalah yang cukup pelik, yaitu regenerasi para pembuat atau perajin wastra. Bagaimana membuat anak muda tak hanya sekadar memakai wastra tapi mau ikut turun langsung melestarikan kain tradisional.

Padahal Indonesia memiliki warisan wastra yang sangat beragam, mulai dari batik, songket, ulos, tenun, gringsing, jumputan, dan lain sebagainya. Ada beragam penyebab turunnya minat menjadi perajin, seperti banyaknya pilihan penghasilan yang lebih besar dan cepat serta kurangnya minat pada wastra itu sendiri.

Hal itu pun diakui oleh desainer senior Musa Widyatmodjo. Menurut desainer yang sudah 30 tahun lebih berkiprah di dunia fesyen ini, saat ini regenerasi bisa dibilang kurang berjalan karena terbukti jumlah para perajin terus menurun.

Usia mereka umumnya diatas 35 tahun. Penyebab utamanya adalah unsur ekonomi yang terlihat kurang menjanjikan. Selain itu kurang unsur kebanggaan sebagai profesi yang keren, tidak dinamis bahkan kreatif didalam membuat motif-motif baru wastra.

"Pada umumnya banyak perajin yang terus mengulang motif-motif lama sehingga terkesan kuno kaku tua dan tidak bergaya kekinian sehingga kurang menarik minat generasi muda," terang Musa Widyatmodjo pada Liputan6.com, Jumat, 2 Juni 2023.

Situasi menjadi semakin berat karena kemajuan teknologi. "Pastinya situasi seperti ini membuat para perajin punah satu persatu atau digantikan dengan tekhnologi mesin dan digital, apalagi sekarang ada teknologi Artifisial Intelegen (AI) yang makin diminati,” ujar Musa.

Hal itu membuat produk wastra semakin lama semakin tidak ada nilai kebudayaan humanismenya karena hampir semua proses pembuatannya dilakukan oleh mesin. Untuk mengatasi berbagai masalah tersebut, menurut Musa, ada sejumlah langkah yang bisa dilakukan.

"Harus ada revolusi mindset atau pola pikir pelakunya yaitu kita harus melestarikan wastra. Lalu pemerintah seharusnya bisa menjadi pendorong dan pengayom yang memiliki dana anggaran. Namun penerapannya pada program terlaksana dan bukan pada output realita pengingkatan peserta," jelas Musa Widyatmodjo.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Kesulitan Regenerasi Perajin Wastra

Selain itu harus ada revolusi edukasi dan pelatihan yang tepat konsep dan sasaran, serta target dari berbagai tingkat lapisan masyarakatnya. Lalu revolusi sosialisasi juga diperlukan. Program sosialisasi ini bertujuan membidik peningkatan pemakaian, peningkatan pasar, peningkatan nilai jual dari produk wastra tersebut. Terakhir adalah revolusi industri dari hulu ke hilir.

"Jika ini semua dilakukan dengan baik dan terkoordinasi maka semua akan jadi keren, bernilai komersial dan dinamis. Dengan begitu, otomatis generasi mudanya akan tertarik dengan sendirinya," tuturnya.

Dengan pengalaman selama lebih dari 30 tahun dan berhubungan dengan para pelaku maupun pihak-pihak yang berhubungan dengan wastra, Musa menyimpulkan bahwa pemerintah, BUMN maupun swasta sudah berkontribusi dengan cukup baik,

"Namun sayangnya para PIC yang ditugaskan kurang mengerti kebutuhan utamanya karena mereka umunya bukan praktisi ataupun yang punya latar belakang pendudikan dan wawasan yang tepat sesuai dengan industrinya," ungkap Musa. Ia menambahkan, usaha untuk melakukan regenerasi wastra semakin sulit karena banyak orang yang tidak memahami dunia fesyen tapi justru mengurus fesyen.

"Masalah in jadi seperti misteri industri. Regenerasi wastra di media sosialnya misalnya, disebut berjalan dengan baik tapi yang terjadi justru banyak terjadi flexing atau memperlihatkan program, kegiatan dan semacamnya," ujar Musa. "Padahal realitanya banyak yang jauh dari keberhasilan atau sebenarnya tidak mendukung UMKM wastra Indonesia,” lanjutnya.

 

3 dari 5 halaman

Program Pelatihan Perajin Wastra

Mengenai peran pemerintah dalam pelestarian dan regenerasi wastra, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) termasuk cukup aktif dalam memberikan kontribusi. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf/Kabaparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno pernah mengatakan siap memberikan program pelatihan dan pendampingan bagi pelaku ekonomi kreatif termasuk para perajin wastra.

Salah satu yang merasakan program dari Kemenparekraf tersebut adalah Rumah Tenun Sekomandi Mamuju, Sulawesi Barat sebagai bagian dari Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia. Sandiaga Uno sempat meninjau Rumah Tenun Sekomandi beberapa waktu lalu dan menginisiasi supaya tenun Sekomandi bisa digunakan pada aktivitas harian masyarakat, sebagai bentuk penghargaan kepada produk lokal.

"Alangkah baiknya kalau kita bantu rumah tenun seperti Sekomandi ini, kita terus berusaha promosikan karena ekspor dari produk ekonomi kreatif kita tembus 21,8 miliar dolar AS tahun 2021 lalu. Kita harapkan dengan bantuan semua pihak termasuk perbankan dan Kemenparekraf bisa memasukkan Rumah Tenun Ikat Sekomandi ini dalam Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia," ucap Sandiaga dalam keterangan tertulisnya.

"Jadi nanti ke depan baju hari Kamis-nya Pak Gubernur ini mungkin diselipkan ada ornamen Sekomandi. Ini sebagai bagian dari penghargaan kita kepada produk produk tenun lokal kita,” tambahnya.

Menparekraf berharap Tenun Ikat Sekomandi Ulu Karua bisa menjadi inspirasi bagi pelaku ekonomi kreatif lainnya untuk terus melahirkan inovasi dan kreativitas baru dalam menghadirkan produk lokal unggulan, terutama produk yang menggunakan kain khas daerahnya masing-masing.

4 dari 5 halaman

Proses Rekrutmen Perajin Wastra

Sementara untuk proses regenrasi perajin, Rumah Tenun Magelang yang membuat produk wastra yang terbuat dari serat alam Indonesia termasuk yang konsisten melakukannya.  Wastra di rumah tenun ini diolah antara lain menjadi wall covering, tas, pouch, dan lain-lain. Produk-produk yang dihasilkan oleh Rumah Tenun Magelang saat ini telah diekspor ke mancanegara dan untuk lokal dijual di beberapa toko ternama seperti Alun-alun Grand Indonesia serta beberapa resort seperti Mesastila Resort & Spa yang terdapat di Magelang.

Lalu, bagaimana Rumah Tenun Magelang melakukan regenerasi? Dalan pesan pada Liputan6,com, Jumat, 2 Juni 2023, proses itu tidak terjadi secara langsung. Calon penerus dari penenun ketika akan menjadi penenun di Rumah Tenun Magelang harus melewati proses rekrutmen terlebih dahulu.

Dalam proses ini, akan diketahui apakah calon penenun tersebut memang punya minat dan kemampuan sebagai penenun atau tidak. Setelah melewati proses rekrutmen dan pelatihan, maka calon penenun tersebut baru dapat menjadi penenun di Rumah Tenun Magelang.

"Untuk memastikan terjadinya proses regenerasi, penenun butuh pengetahuan dan informasi mengenai pentingnya kelangsungan seni menenun dan betapa dihargainya hasil tenun Indonesia di mancanegara. Jadi penenun dapat memotivasi calon penerusnya agar dapat meneruskan tradisi tenun Indonesia dan dapat terus mengharumkan nama bangsa melalui tradisi tenun," terang Fatka Ridwan selaku Marketing Manager Rumah Tenun Magelang.

Calon penenun juga harus mengikuti pelatihan di Lembaga Pelatihan Kerja (LPK), penenun akan belajar menenun mulai dari tingkat dasar sampai dengan tingkat mahir. Proses ini memakan waktu dari 6 bulan sampai dengan 1 tahun tergantung kemampuan dari masing-masing calon penenun. Setelah melewati pelatihan di LPK, maka calon penenun tersebut baru diizinkan untuk menjadi penenun kain-kain serat alam yang akan diekspor ke mancanegara.

 

5 dari 5 halaman

Peminat Perajin Wastra

Untuk regenerasi penenun, tantangan yang terbesar, kata Fatka, adalah waktu persiapan seorang calon penenun untuk menjadi penenun yang mahir dalam menghasilkan wastra tenun yang berkualitas ekspor. "Pekerjaan masyarakat yang terdapat di sekitar Rumah Tenun Magelang sebagian besar adalah petani. Sehingga calon penenun yang direkrut oleh Rumah Tenun Magelang harus dilatih sekitar 6 bulan sampai dengan 1 tahun untuk dapat menghasilkan sebuah wastra yag berkualitas tinggi," terangnya.

"Dan ketika penenun yang telah lulus pelatihan tersebut menggantikan penenun sebelumnya, masih dibutuhkan beberapa waktu lagi untuk dapat mahir seperti penenun yang digantikannya," tambahnya.

Profesi penenun ternyata masih diminati oleh generasi muda yang ada di sekitar Rumah Tenun Magelang. Dengan begitu tidak terdapat kendala untuk mendapatkan calon penenun. Begitu juga dengan rekrutmen untuk bagian lain dari Rumah Tenun Mageleng seperti bagian pengolahan bahan baku, pewarnaan, dan lain-lain, saat ini peminatnya masih tinggi.

Mereka juga berkolaboasi dengan berbagai pihak untuk lebih memajukan usaha. Salah satunya dengan Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan baik tingkat Kabupaten Magelang maupun tingkat Pusat, telah membantu dalam memasarkan produk seperti memberikan kesempatan berpameran baik di dalam negeri mapun di luar negeri.

"Sedangkan untuk pihak swasta, kami telah berkolaborasi dengan beberapa desainer, toko-toko ternama yang ada di beberapa daerah di Indonesia maupun dengan beberapa hotel dan resor," pungkas Fatka.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.