Sukses

Emirates Siapkan Dana Rp2,9 Triliun demi Maskapai Penerbangan Capai Target Net Zero Emission

Maskapai Emirates mendanai Rp2,9 triliun yang akan dipakai untuk proyek penelitian dan pengembangan yang bertujuan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dalam penerbangan.

Liputan6.com, Jakarta - Emirates mengumumkan dana 180 juta Euro atau setara Rp2,9 triliun untuk membantu maskapai penerbangan mencapai net zero emission. Dana itu akan mendanai proyek penelitian dan pengembangan yang bertujuan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dalam penerbangan.

Emirates sedang menyiapkan dana tersebut untuk mendekarbonisasi sektor penerbangan. Maskapai penerbangan bendera UEA membuat pengumuman pada Kamis, 11 Mei 2023 sebelum merilis laporan tahunannya.

Dana itu akan mendanai proyek penelitian dan pengembangan yang bertujuan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dalam penerbangan komersial. Maskapai milik pemerintah Dubai itu mengatakan pendanaan akan disalurkan selama tiga tahun.

Dana bertujuan untuk membantu industri mencapai target net zero emission. "Jelas bahwa dengan jalur saat ini yang tersedia untuk maskapai penerbangan dalam hal pengurangan emisi, industri kami tidak akan dapat mencapai target net zero emission dalam jangka waktu yang ditentukan," kata Presiden Emirates Tim Clark dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Euro News, Minggu, 14 Mei 2023.

"Kami yakin industri kami membutuhkan solusi yang lebih baik, dan itulah sebabnya kami ingin bermitra dengan organisasi terkemuka," sambungnya.

Emirates secara terpisah akan menggunakan apa yang disebut bahan bakar penerbangan berkelanjutan, meskipun masih sangat langka di pasar. Pada Januari 2023, maskapai ini berhasil menerbangkan Boeing 777 dalam uji terbang dengan salah satu dari dua mesinnya yang seluruhnya digerakkan oleh bahan bakar. Pengumuman itu juga datang menjelang Dubai menjadi tuan rumah pembicaraan iklim COP28 pada November 2023. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Emirates Melihat Rekor Keuntungan pada 2022

Maskapai jarak jauh ini juga mengumumkan keuntungan sebesar 2,9 miliar dolar AS atau setara Rp43 triliun pada Kamis, mengukuhkan pada 2022 lalu sebagai yang paling menguntungkan. Maskapai tersebut menawarkan angka tersebut dalam laporan tahunannya, yang mengatakan bahwa maskapai tersebut memiliki pendapatan sebesar 29,3 miliar dolar AS atau setara Rp430 triliun.

Laba pada 2022 datang setelah perusahaan membukukan kerugian 1,1 miliar dolar AS pada 2021, ketika pandemi menghentikan penerbangan global. Maskapai tersebut mengatakan pendapatan naik dari tahun ke tahun sebesar 81 persen.

"Kami telah mengantisipasi kembalinya perjalanan yang kuat," kata Sheikh Ahmed bin Saeed Al Maktoum, ketua dan kepala eksekutif Emirates, dalam sebuah pernyataan.

Keuntungan yang didapat Emirates merupakan timbal balik dari pandemi yang berlangsung sejak awal 2020. Ia pun menyambung, "Dan ketika pembatasan perjalanan terakhir dicabut dan memicu gelombang permintaan, kami siap memperluas operasi kami dengan cepat dan aman untuk melayani pelanggan kami." 

3 dari 4 halaman

Bahan Bakar Fosil Akan Punah

Mengutip dari kanal Bisnis Liputan6.com, 31 Januari 2023, raksasa energi asal Inggris, BP memperkirakan minyak dan gas akan memainkan peran yang jauh lebih kecil pada energi global pada 2050, sementara alternatif nol karbon seperti energi angin dan matahari akan terus meningkatkan penetrasi mereka. Hal itu diungkapkan dalam laporan prospek energi tahunan BP ke-12 yang diterbitkan Senin, 30 Januari 2023.

Mengutip CNBC International, Selasa, 31 Januari 2023, BP memperkirakan bahwa pangsa bahan bakar fosil sebagai sumber energi utama akan turun dari 80 persen pada 2019 menjadi antara 55 dan 20 persen pada 2050. 

Sementara pangsa energi terbarukan diramal akan tumbuh dari 10 persen menjadi antara 35 persen dan 65 persen selama periode waktu yang sama. Restrukturisasi fundamental pasar energi global ini didorong oleh tiga faktor, yang disebut BP sebagai trilema energi, antara lain faktor pertama adalah keberlanjutan, yaitu berfokus pada kebutuhan untuk memperlambat pemanasan global karena peristiwa cuaca ekstrem menjadi lebih umum dan nyata. 

4 dari 4 halaman

Keamanan Energi Pasca Perang Rusia-Ukraina

Faktor kedua berupa keamanan. Hal ini salah satunya keinginan baru negara-negara di seluruh dunia agar meningkatkan keamanan energi mereka karena dampak perang Rusia-Ukraina. Terakhir adalah keterjangkauan, yakni upaya berkelanjutan untuk menjaga kestabilan harga energi bagi konsumen.

"Emisi karbon yang terus meningkat dan meningkatnya frekuensi peristiwa cuaca ekstrem dalam beberapa tahun terakhir menyoroti lebih jelas pentingnya perubahan yang menentukan masa depan net-zero," tulis Spencer Dale, kepala ekonom di BP, dalam sebuah catatan.

Laporan BP juga menyebut, dalam salah satu dari tiga skenario, kecepatan energi terbarukan masuk ke sistem energi global yang lebih cepat daripada bahan bakar. BP pun melihat, energi terbarukan menjadi lebih murah baik sebab teknologinya mencapai skala dan kebijakan yang berfokus ke insentif keuangan.

Tetapi, perusahaan energi itu juga melihat permintaan global untuk minyak diperkirakan akan tetap tinggi untuk dekade mendatang sebelum mulai turun. Faktor terbesarnya yakni transportasi, yang tumbuh lebih efisien dan semakin didukung listrik daripada minyak, bahkan saat permintaan secara keseluruhan tumbuh di negara-negara yang berkembang.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini