Sukses

Pro Kontra Orang Berkemah di Halaman Rumah dengan Pemandangan Air Terjun yang Viral karena Ditawar Rp2,5 Miliar

Sementara membawa tenda sendiri untuk berkemah, orang-orang ini akan membeli makanan pada si abah pemilik rumah dengan pemandangan Air Terjun Citambur tersebut.

Liputan6.com, Jakarta - Kehebohan konten rumah di desa dengan pemandangan air terjun di depannya masih berlanjut. Sebagaimana diketahui, tempat tinggal itu jadi viral lantaran pemiliknya, seorang kakek yang kemudian dikenal sebagai abah, sebutan orang tua di budaya Sunda, menolak menjualnya padahal ditawar sekitar Rp2,5 miliar.

Di video terbaru yang beredar di dunia maya, terlihat sekelompok orang ide berkemah di halaman rumah abah, yang membuat mereka bisa menikmati pemandangan Curug Citambur di wilayah Karangjaya, Kecamatan Pasirkuda, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Namun, aksi ini menuai pro kontra publik.

"Yang mau camping di Rumah Abah monggo disimak," tulis akun Twitter @4nneve, Minggu, 2 April 2023. Di cuitan tersebut, terdapat video berdurasi 59 detik yang memperlihatkan kegiatan berkemah di halaman rumah abah.

Terdengar narasi videonya, "Ngabuburit ke rumah abah sekalian sahur dan camping." Rekaman klip tersebut kemudian memperlihatkan seorang lelaki membawa oleh-oleh berupa penganan wajik untuk si pria pemilik rumah.

"Setelah sampai, lanjut pasang tenda. Aku bawa tenda sendiri supaya tidak merepotkan si abah. Gila dong syahdu banget ini aduh," katanya. "Oh iya, untuk toilet, disediakan untuk umum pokoknya bobo with view."

"Untuk makan, tenang aja, kita bisa pesan ke si abah. Lanjut enggak nih?" imbuhnya, merujuk pada pertanyaan apakah warganet mau melihat konten lanjutan kemah di halaman rumah abah dengan pemandangan Curug Citambur tersebut.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Menuai Pro Kontra

Konten kemah di halaman rumah berpemandangan air terjun yang viral itu menuai pro kontra. Beberapa setuju karena dianggap bisa memberi manfaat ekonomi bagi si pemilik rumah maupun warga sekitar. Namun, tidak sedkit juga yang menganggap ini sebagai "awal dari sebuah kehancuran."

"Yailah si abah mau usaha tentu camping di situ ada biaya buat abah, konsumsi juga beli di abah, apa-apa dibilang kehancuran kan lumayan abah jadi ada penghasilan tetap, emang komenan netijen jd duit? dan juga untungin kelas menengah bawah buat healing dengan harga pas kantong," bunyi salah satu komentar pro.

Sementara yang lain menulis, "Aduh tar banyak yang fomo lagi pada berbondong-bondong ke sana, ntar banyak sampah berserakan. Ini juga tempatnya bener-bener yang di halaman rumah orang banget, kek misal aja ni rumah u yang dulunya adem-adem aja terus ada orang yang out of nowhere tiba tiba camping di sana, kek ganggu bgt sumpah."

3 dari 4 halaman

Pengaturan Wisata yang Tegas

Sejumlah warganet juga mengharapkan adanya pengaturan wisata yang jelas. "Semoga pemerintah daerah setempat mau membantu gimana baiknya. Jangan pas udah rusak baru turun. Karena saya yakin si abah polos gak tau gimana ending rusaknya banyak destinasi wisata baru yang viral, dan pasti si abah gak kepikiran sampe sana," tulis seorang pengguna.

"Sepertinya berawal dari rasa ramah tamah pemilik tempat, tidak enak kalau menolak. Saat puasa ga gitu banyak yang wisata jauh-jauh, ntar setelah Lebaran, ujian sesungguhnya terhadap lokasi itu," sambung yang lain.

Bukan tanpa alasan, beberapa dari mereka merujuk pada kerusakan lokasi berpemandangan cantik gara-gara kunjungan turis tidak bertanggung jawab. "Inget banget dulu kebun bunga yang rusak itu. Pas ditanya pemiliknya gapapa karena sehari bisa dapet jutaan (rupiah dari kunjungan wisatawan). Semoga rumah abah nggak begitu," komentar seorang warganet.

Sebelumnya, dalam konten lanjutan yang dibuat @healingwithyayang, disebutkan bahwa si abah pemilik rumah memang mau menerima tamu untuk menginap."Bisa," jawab abah Jajang.

4 dari 4 halaman

Asal-usul Curug Citambur

Curug Citambur, yang jadi sorotan pemandangan dari rumah abang Jajang, tercatat setinggi 130 meter dengan tiga tingkatan, di mana tingkat pertama berketinggian sekitar 12 meter, tingkat kedua berketinggian sekitar 116 meter, dan yang paling atas sekitar dua meter.

Melansir laman Pemerintah Kabupaten Cianjur, Senin (3/4/2023), curug ini dibatasi tebing tinggi dan memiliki debit air yang cukup besar, terlebih saat musim penghujan. Ada dua versi mengenai asal-usul nama Curug Citambur.

Yang pertama, dikisahkan penduduk setempat bahwa jatuhnya air terjun ini mirip seperti suara tambur atau gendang. Sedangkan, versi lain didasarkan pada legenda di masyarakat sekitar mengenai seorang raja bernama Prabu Tanjung Anginan.

Prabu Tanjung Anginan adalah Raja Kerajaan Tanjung Anginan yang letaknya di sekitar daerah Pasirkuda, yang kini termasuk wilayah Desa Simpang dan Karangjaya, Kecamatan Pagelaran. Karena berjarak tidak jauh dari istana, raja akan membersihkan diri atau mandi di curug tersebut.

Setiap raja yang akan membersihkan ke curug selalu diiringi para pengawal sambil membunyikan tambur yang suaranya terdengar hingga ke desa-desa di sekitarnya. Karena terlalu sering mendengar suara tambur, warga sekitar menamakan curug tersebut Citambur.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.